Jakarta, KomIT – Saat akan memulai usaha rintisan digital (startup), masalah permodalan kerap menjadi kendala. Selain permodalan, langkah awal untuk memulai sebuah bisnis juga menjadi hambatan para perintis startup company. Salah satu aternatif pembiayaan yang masih bisa ditempuh pengusaha startup yakni mengajukan pinjaman modal kerja ke perusahaan modal ventura seperti perusahaan Venture Capital dan Angel Investor di Indonesia. Banyak perusahaan multinasional yang merintis bisnis dengan mengandalkan pembiayaan modal ventura. Adalah Google dan Facebook contoh suksesnya.
Memang diakui, langkah awal untuk memulai bisnis, selain harus memiliki modal yang kuat , seorang entrepreneur harus mencari bisnis model yang tepat (market fits) untuk bisa exist dan present di marketplace dan meerupakan investasi high risk bagi sebuah venture capital yang fokus memberikan Early stage seed capital. Bukan hanya dari sisi pendanaan, investor yang tergabung dalam ventur capital pun dapat membantu perusahaan startup dalam hal mentoring. Mereka dapat membantu membuka jaringan maupun memberi pelatihan bagi perusahaan startup.
Komite.id sempat mewawancarai Melisa Irene, Associate East Venture (EV) dan Erwin Kennedy, Business Development, EV Hive dikantornya yang asri disamping Taman Puring, Jakarta Selatan setelah sempat bertemu dengan Dewi Yuliani, Community Relations, EV. Investasi di startup tahap awal setelah angel round memang memiliki resiko tinggi karena model bisnis dan pasarnya masih belum tahap mature (matang) dan mencari bentuk (market fit), sehingga membutuhkan dorongan yang lebih kuat dan kesabaran untuk membawa sebuah startup hingga melewati tahap Series A dan berlanjut pada IPO atau Go Publik, yakni diperkirakan memakan waktu sepuluh tahun.
“Suatu lifecycle perusahaan yang sangat panjang dan beresiko,” imbuh Rudi Rusdiah, Ketua Mastel dan Komite.id mengingat lifecycle produk teknologi sangat singkat dan memiliki kecenderungan semakin pendek. Inilah tantangan dan passion dari East Venture yang patut di apresiasi oleh pemerintah ketika membuat regulasi industry agar tidak mudah berubah ubah dan harus memberikan kepastian hukum.
Menurut Melisa, kantor EV di Jakarta sudah sejak 2010 dan portfolio EV sudah mencapai 55 perusahaan startup dibidang Ecommerce, Software as a Service (SaaS), Media online dan aplikasi mobile. Kegiatan utama dari EV Indonesia adalah: (1) Deal Sourcing atau mencari Deal investasi dengan potensi startup baru; (2) Monitor Portfolio yang sudah dibina dengan seed capital $100,000 – $500,000 agar dapat ditingkatkan menuju level Venture Capital Series A dengan dana yang lebih besar bahkan bisa mencapai bilangan $1juta seperti TokoPedia hingga $5 juta seperti MatahariMall.com; (3) Menyediakan Co-Working Space , EV Hive bagi startup yang belum memiliki kantor, atau yang sedang taraf ekspansi misalnya ada startup dari Surabaya dan Thailand yang ingin ekspasi ke Jakarta. Juga secara berkala founder dari kantor Singapore berkunjung keJakarta menjadi pembicara pada sesi Business Talk or Tech Talk, terkadang pakar dibidang Java script atau pembicara tamu dari Facebook misalnya.
Rudi mengutip data dari Forbes bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah startup Ecommerce 136 perusahaan, terbesar dikawasan Asean disusul oleh Singapura 67 dan Malaysia hanya 19, mengingat pasarnya memang sangat besar 250 juta penduduk dengan bonus demografi yang terbaik serta daya beli kelas menengah meningkat. Sementara itu, Melisa menambahkan bahwa prospek Ecommerce 2016 masih akan tumbuh pesat, terutama untuk startup yang memiliki niche marketplace, karena pasar ecommerce pemain hyper market atau omni product dikuasai oleh ecommerce yang mempunyai afiliasi modal besar dan bagian dari group konglomerasi seperti Mataharimall, kelompok Indomaret, Alfamart, Lazada dan lainnya.
East Venture memandang penerapan teknologi disebuah negara seperti Time Capsule, artinya sebuah teknologi yang membuat disrupsi di AS akan berimbas ke kawasan lainnya seperti Asia Pacific. Trend technolog di negara AS, Jepang, China dan India. “itulah sebabnya East Venture juga merambah ke AS dan memiliki incubator office di Tokyo dengan 80 portfolio,” tambahnya.
Technology is the future, ujar Melisa dan visi EV mellihat teknologi memudahkan dan memfasilitasi business process, misalnya jika dengan teknologi tradisional 1 orang staf menangani 10 clients, namun dengan dibantu teknologi dan automation, serta ecommerce dapat meningkat hingga 100 clients. Itulah alasan East Venture fokus pada startup yang memanfaatkan teknologi terutama di sektor Ecommerce dan Software as a Service (SaaS) seperti aplikasi Akunting, HRD, Point of Sales dan lainnya dan 2016 akan menjadi primadona bisnis SaaS ini selain Ecommerce (rrusdiah@yahoo.com)