Misi AirNav: Menjaga Kedaulatan & Keselamatan Udara RI

0
7135

Jakarta, KomIT- Misi utama dan strategis AirNav Indonesia adalah mewujudkan kedaulatan wilayah udara bumi Nusantara yang tidak lah mudah dan merupakan pekerjaan panjang dan politis ditataran internasional dalam era globalisasi dimana sebagian wilayah udara disebelah barat masih dikelolah oleh Singapura dan Malaysia, namun Indonesia (RI) pun juga mengatur sebagian wilayah udara di Filipina dan seluruh Timor Leste sesama Masyarakat Asean dan tetangga. Itulah rumitnya Global Air Traffic Agreement antar negara tetangga sama rumitnya dengan FTA (Free Trade Agreement), bagai sepiring spagheti, kata seorang diplomat WTO.

Menurut Bambang Tjahjono, Direktur Utama Air Nav, Ini menjadi tantangan Air Nav, yang dulu lebih dikenal dengan Perum LPPNPI (Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia), selain juga misi mengupayakan keselamatan, keteraturan, kenyamanan dan keamanan di wilayah udara di Indonesia.
Berikut petikan wawancara Rudi Rusdiah, editor Komite.id dengan Bambang Tjahjono, Dirut Airnav di Head Quarter AirNav Indonesia dibelakang Airport Soekarno Hatta, Tanggerang yang mengenal Bambang sejak menjadi PNS Pejabat Karir diKementrian Perhubungan, ketika sekelas di pendidikan Lemhannas PPRA XLII/2008 dan terakhir Bambang Tjahjono menjabat sebagai Plt Dirjen Perhubungan Udara, sebelum menjadi Dirut AirNav Indonesia sejak 12 Desember 2014.

Wilayah dan Distrik AirNav Indonesia

Wilayah udara RI yang sangat luas, posisi geopolitik yang strategis dan archipelago terbesar didunia dikelolah oleh Air Nav menjadi dua FIR (Flight Information Region) mencapai 2.219.629 Km persegi mencatat 9.887 pergerakan pesawat setiap harinya, yang merupakan pekerjaan paling rumit karena harus mempertahankan luas FIR 1.476.049 Km persegi yang tersebar di bumi Nusantara, archipelago terbesar didunia dengan 17,000 pulau, 35 propinsi dan 540 lebih ibu kota baik propinsi hingga kabupaten kota serta 250 juta penduduk.

Apalagi dengan meningkat pesatnya jumlah penerbangan misalnya di Airport Sukarno Hatta yang paling sibuk di Indonesia, melebihi dari kapasitas pengembangan sarana dan prasarana airport yang terus dikembangkan, meningkatkan trafik dan congestion pesawat yang akan mendarat (landing), taxiing, mengantri (queuing) dan tinggal landas (takeoff), disini peran Air Trafik Controller oleh Airnav menjadi sangat krusial, strategis dan prioritas pembangunan yang tidak dapat ditawar. Trade off antara keselamatan yang diukur dengan standar Internasional dengan biaya pembangunan sarana dan prasarana Instrumen Landing System (ILS) , serta peningkatan SOP (Standard Operating Procedure) dan SDM Airnav, ujar Bambang. Namun menurut Bambang, jasa Airnav berada di backoffice (belakang layar) yang jarang diketahui masyarakat, karena masyarakat tidak berhubungan dengan Airnav, namun berhubungan langsung dengan front office yaitu maskapai penerbangannya.

Investasi Sarana dan Prasarana AirNav Indonesia

Untuk peningkatan layanan dan keamanan penerbangan, Airnav berencana memasang Instrument Landing Systems (ILS) di 13 bandara yang sarat teknologi telematika menggantikan sistem tradisional menggunakan VHF Omi Range (VOR) atau Non Directional Beacon (NDR), ujar Bambang. Lima bandara yang mendapatkan peralatan baru ILS adalah Bandara Sultan Thaha di Jambi, Bandara Radin Inten II diLampung, Bandara Saumlaki, Bandara Samarinda Baru dan Bandara Langgur. Sedangkan delapan bandara diupgrade menggunakan ILS antara lain Bandara Adi Sumarno, Solo; Bandara Sepinggan, Balikpapan; Bandara Frans Kaisiepo, Biak; Bandara l Tari di Kupang; Bandara Sultan SK II, Pekanbaru; Bandara Sultan MB II, Palembang; Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta dan Bandara Supadio di Pontianak Selatan. Selain ini 16 bandara sistem ILS nya diperbaiki.
Pada kwartal pertama 2016, AirNav akan menggelar lelang (beauty contest) untuk program Jakarta Automated Air Traffic Services (JAATS) yang dapat diintegrasikan dengan Service Center yang lain misalnya Makassar air Traffic Service Center (MATSC) sehingga terjadi redundancy dan saling backup atau recovery, jika terjadi masalah, bencana alam atau musibah disatu sektor atau cabang seperti halnya sebuah Data Center (DC) yang strategis memiliki Data Recovery Centre (DRC) diwilayah lain.
Kerjasama Modernisasi AirNav Indonesia

Menurut Bambang, AirNav juga memodernisasi sistem komunikasi, navigasi dan surveillance karena kantor cabang Airnav yang tersebar diseluruh RI dan saling terhubung pada Air Traffic Flow Management (ATFM); Air Space Management (ASM) dan Air Traffic Management Systems bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency dan Dirjen Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan. Tidak terlepas kerjasama dengan berbagai stakeholder terkait antara lain: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memonitor cuaca, kondisi awan untuk keselamatan penerbangan; Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT); Badan SAR Nasional (Basarnas) dan TNI, khususnya TNI AU.

Airnav juga melakukan peningkatan kuantitas tanpa mengorbankan kualitas dengan alokasi dana Rp 2.3 Triliun (2015) dan juga pada 2016 untuk modernisasi peralatan dan meningkatkan SDM melalui program Indonesia Modernisation Air Navigation Services (IMANS) dengan adopsi standar International Civil Aviation Organization (ICAO) dan tergabung pada organisasi International Federation of ATC Associations, ujar Bambang.

Kerjasama dengan pihak pengelolah airport Internasional, National Air Traffic Services (NATS) untuk meningkatkan kapasitas penerbangan dibandara paling ramai Soekarno Hatta yang memiliki 52 gerakan per jam (2014) meningkat menjadi 72 gerakan per jam (2015) dengan target 86 gerakan per jam. NATS sudah memiliki pengalaman mengelolah navigasi udara di Bandara Heathrow, London, Ingris sampai 100 pergerakan per jam dipercaya untuk melatih staff ATC Indonesia di Heathrow, London. (email: rrusdiah@yahoo.com)