Rencana Migrasi Penyiaran Digital

0
5921

TV Terestrial Analog, Digital dan TV Satelit

Jakarta, KomIT – Siaran stasiun TV via Terestial memancaran siaran TV melalui Menara antena TV pada umumnya di kota kota besar, baik analog, digital maupun network provider. Siaran TV via Satelit dipancarkan oleh stasiun TV ke satelit, kemudian pemirsa menerima siaran TV melalui satelit dengan antena parabola. Untuk siaran TV terestial jangkauannya antara radius 15 km sampai 40 km, sedangkan siaran TV melalui satelit, jangkauannya jauh lebih luas tergantung footprint satelit misalnya seluruh wilayah Nusantara.

Tahun ini ada rencana migrasi menuju penyiaran TV digital, dimana Pemerintah menetapkan DVBT2 sebagai standar TV digital untuk menggantikan sistim TV analog yang tidak dapat dielakkan dan harus dilakukan baik dari sisi teknis ataupun ekonomis. Secara teknis, sistim digital memerlukan bandwidth atau lebar pita yang jauh lebih kecil (efisien) dibandingkan analog. Apabila dengan sistim analog, satu kanal frekwensi hanya dipergunakan oleh satu TV, maka dengan sistim digital dengan standar DVBT2, satu kanal dapat memancarkan sampai 12 TV.

Dari sisi kualitas penerimaan, sistim digital jauh lebih jernih dibandingkan sistim analog. Frekwensi spektrum adalah sumber daya milik publik yang sangat terbatas, sehingga penggunaan frekwensi harus lebih efisiensi dan ekonomis. Dari sisi makro ekonomis, dengan penerapan sistim TV digital, maka akan didapatkan frekwensi spektrum yang kosong yang dapat dimanfaatkan untuk broadband internet. Penetrasi internet yang makin tinggi akan meningkatkan perekonomian, sehingga secara makro ekonomis, penerapan sistim TV digital memberikan dampak peningkatan ekonomi secara tidak langsung karena pemanfaatan frekwensi kosong yang ditinggalkan oleh TV sistim analog setelah migrasi ke sistim digital untuk meningkatkan penetrasi internet dan harus didukung masyarakat.

Berhubung secara teknis satu kanal dapat memancarkan lebih dari satu TV, maka diperlukan pemisahan antara penyedia konten (content provider) dan penyedia multiplexer dan pemancar (network provider). Pemisahan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa network provider akan melaksanakan tugasnya memancarkan siaran TV secara adil kepada semua content provider. Dapat dibayangkan apabila satu content provider juga sebagai network provider yang juga memancarkan konten dari siaran TV pesaingnya, maka dengan adanya pemisahan antara content provider dan network provider, diharapkan masing-masing provider bertugas sesuai dengan kewajibannya secara profesional dan adil.
Saat ini sedang gencar dibahas regulasi digitalisasi penyiaran TV digital dan diperdebatkan adalah siapa yang berhak menjadi network provider.

Undang undang Penyiaran yang baru memiliki semangat pemerataan pelaku usaha yang perlu didukung bersama. Pemerintah telah melakukan tender penyelenggara network provider yang akan diserahkan ke pihak swasta untuk membangun dan melakukan operasi sebagai network provider. Cakupan wilayah yang dapat dijangkau oleh sebuah network provider tentunya terbatas, misalnya wilayah Jabodetabek. Berhubung penyelenggaraan network provider diserahkan ke pihak swasta, maka hitungan bisnis untuk berinvestasi sebagai penyelenggara network provider akan sangat tergantung pada potensi bisnis dan ekonomis dari suatu wilayah tertentu. Hal ini menimbulkan resiko kemungkinan daerah terpencil tidak terlayani oleh network provider, atau terjadi blank spot di beberapa daerah yang potensi bisnis dan ekonomis nya tidak menguntungkan bagi network provider.

TV Digital dari Sisi Pemirsa

Dari sisi pemirsa, pesawat TV yang di jual pasar Indonesia pada umumnya dilengkapi dengan perangkat penerima (tuner) analog karena memang saat ini semua pemancar TV masih memancarkan TV dengan sistim analog. Meskipun pemerintah telah menetapkan DVBT2 sebagai standar TV digital Indonesia, tetapi hanya TV kelas atas, umumnya TV dengan ukuran 40 inch keatas yang telah dilengkapi dengan dua tipe perangkat penerima atau tuner, yaitu analog dan DVBT2, sedangkan kebanyakan pesawat TV di pasaran masih belum dilengkapi tuner DVBT2. Secara statistik, mudah disimpulkan bahwa hampir 95% pesawat TV yang dimiliki masyarakat belum dilengkapi dengan tuner DVBT2.

Dengan TV digital, perangkat TV yang tidak dilengkapi tuner DVBT2, tidak dapat menerima siaran TV digital, tetapi harus menggunakan perangkat tambahan yang umum disebut set top box (STB). STB sebetulnya merupakan sebuah tuner. STB untuk DVBT2 dilengkapi dengan tuner DVBT2, hanya saja STB tersebut pada keluarannya (output) dilengkapi dua opsi, dengan kabel HDMI dan atau dengan kabel analog (kabel RCA) audio dan video. Untuk pesawat TV model lama yang belum dilengkapi dengan kabel HDMI, maka dipergunakan kabel RCA audio dan video dari STB dihubungkan dengan inputan RCA audio dan video di pesawat TV. Jadi di sisi pemirsa, hampir 95% pemirsa harus membeli STB untuk dapat menerima siaran TV digital.

Pemerintah Singapura sudah memulai transisi siaran TV digital, dan pemerintah Singapura juga meluncurkan program bantuan STB gratis untuk penduduk Singapura dengan pendapatan di bawah nilai tertentu. Program bantuan tersebut bisa terlaksana karena pemerintah Singapura memiliki data akurat atas penduduk Singapura dengan pendapatan tertentu, sehingga pemerintah bisa dengan mudah menyediakan STB bagi mereka yang memang berhak mendapat STB tersebut secara gratis, dengan hanya mengisi formulir dan menunjukkan identitas penduduk.

Selain itu, penduduk Singapura hanya berjumlah 2.5 juta, dan hanya beberapa ratus ribu yang berhak mendapat subsidi, apabila pola bantuan ini akan diterapkan di Indonesia, maka selain jumlahnya yang sangat besar karena penduduk Indonesia yang besar jumlahnya, juga data kependudukan yang mungkin sulit menentukan siapa yang berhak mendapat STB gratis.

Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tersebar dari Sabang sampai Merauke, cara yang paling murah dan efektif untuk memancarkan dan menerima siaran TV agar terjangkau oleh seluruh masayarakan Indonesia adalah melalui satelit. Industri pertelevisian berbeda dengan industri telekomunikasi. Dalam industri telekomunikasi, operator yang sudah diberikan frekwensi tertentu berkewajiban membangun jaringan mereka agar sebisa mungkin seluruh wilayah Indonesia dapat terjangkau pelayanannya. Di industri pertelevisian, kewajiban ini tidak seketat di industri telekomunikasi. Saat ini dengan siaran analog, siaran TV di daerah pinggiran kota Jakarta saja juga tidak dapat diterima dengan baik. Bahkan di daerah di luar kota kota besar, masyarakat menerima siaran TV melalui satelit dengan parabola C Band (TE).