Flash back/ Sejarah Perhitungan TKDN

0
8382

Jakarta, KomIT – Flashback ke era kejayaan Komputer PC (1988-2000) atau era Teknologi Informasi dimana ponsel fitur pun baru akan lahir, maka akses Internet masih melalui Komputer Desktop di Warnet dan Kantor, kemudian dengan Notebook/Laptop. Nah ketika itu Pemerintah concern dengan perkasanya produk Komputer global menguasai pasar baik Government Procurement / Tender Pemerintah maupun swasta dan Perumahan.

Oleh karena itu digagas pertama kali perhitungan TKDN untuk Laptop, Tablet dan Ponsel dengan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 49/M-IND/PER/5/2009 dan Perubahannya Nomor 102/M-IND/PER/10/2009 Tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Pedoman ini digunakan dalam Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Presiden No 54 /2010 tentang pengadaan barang /Jasa Pemerintah dan terakhir dengan Peraturan Presiden No 70 /2012, dimana verifikasinya dilakukan oleh PT Surveyor Indonesia. Peraturan ini ditujukan untuk Tender pengadaan Pemerintah agar menggunakan produksi dalam negeri bukan karena defisit perdagangan.

Namun dengan berjalannya waktu, terjadi evolusi Gadget Mobile dan pasar mulai dibanjiri oleh Feature Phone ( Ponsel Fitur) yang menggerus pasar Notebook dan Portabel PC (PPC) sehingga akhirnya TKDN Notebook dan Portabel PC dinilai tidak efektif lagi karena akhirnya pasar Notebook dan PC tergerus oleh pasar Ponsel ketika itu (2000-2005).

Data import PPC yang dikompilasi oleh Komite.ID dari sumber GfK adalah sebanyak 2,8 juta (2015) unit dengan jumlah impor Rp 12 Triliun (2015) dan Tablet sebanyak 3,7 juta (2015) unit dengan jumlah import Rp 6.5 Triliun(2015), namun kecenderungan jumlah import untuk PC (Notebook/Tablet) menurun -12% untuk Notebook dan -34% untuk Tablet, karena tergerus oleh keperkasaan Smartphone (2008-sekarang) dan defisit perdagangan karena PPC dan Tablet turun tajam seiring meningkat tajamnya Smartphone.

Disini Pemerintah mulai concerned Gita Wiryawan, Menteri Perdagangan dan Permendag No 82 tahun 2012 tentang ketentuan importasi Telepon Seluler, Komputer Gengam dan Komputer Tablet segera diberlakukan karena tekanan kepada Menteri Perdagangan untuk mengurangi defisit perdagangan yang naik terus hingga 2015 dan salah satu komponen penting adalah pemborosan serta gaya hidup masyarakat kita terhadap produk gadget ponsel bermerek impor.

Dari sini TKDN mulai di lirik kembali untuk mengurangi defisit perdagangan disebabnya maraknya impor handphone. Untuk ini, Komite.ID menyarankan agar tidak perlu membuat regulasi TKDN untuk perangkat Portable PC (PPC) karena kecenderungan PPC menurun dan volumenya jauh dibawah Smartphone, sehingga tidak feasible / layak mengharuskan principal notebook/tablet PC untuk membuat pabrik perakitan di Indonesia dan ketentuan TKDN PPC sebagai persyaratan impor seperti halnya Smartphone.

Kemudian ada upaya untuk mengurangi impor ponsel illegal dengan cara mengontrol IMEI (International Mobile Station Equipment Identity ) atau ID dari sebuah ponsel GSM/LTE karena semua ponsel didunia memiliki IMEI yang unik dan dapat digunakan untuk mengontrol peredaran ponsel yang legal dan memiliki IMEI yang terdaftar oleh KemenKominfo melalui Permenperin No 108 Tahun 2012 Tentang Tanda Pendaftaran Produk Impor Ponsel dengan control IMEI.

Untuk peralatan dan Perangkat Telekomunikasi keluar Permenkominfo No 27 tahun 2015 sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi. Kemudian pada bulan July 2015 melanjutkan concerned Kementrian Perdagangan, maka keluarlah peraturan yang mengatur Perdagangan Ponsel dengan Permenperin No 68 Tahun 2015 tentang Sertifikasi Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Permen Kominfo 27/2015 mengatur kewajiban TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sebesar 20% pada perangkat komunikasi Pintar berbasis standar teknologi 4G/ LTE (Long Term Evolution) yang akan dikembangkan menjadi 30% per 1 Januari 2017.

Awalnya Peraturan TKDN ini menggunakan satu opsi yaitu Manufaktur Perakitan dimulai dari TKDN 20% dan banyak merek ponsel yang sudah menyatakan patuh seperti: : 1. Samsung; 2. Smartfren; 3. Polytron; 4. Evercoss; 5. Advan; 6. Axioo; 7. Mito; 8. Gosco; 9. SPC; dan 10. Asafone. Merek Global mempunyai opsi membangun pabrik manufaktur atau bekerjasama dengan perusahaan perakitan lokal.

Namun setelah perjalanan Menteri Kominfo bersama Presiden Jokowi ke AS awal 2016, maka model satu opsi manufacturing hardware ini berubah menjadi 5 opsi dengan berbagai rasio terkait kadar hardware dan software, dimana beberapa pemilik 10 merek diatas yang sudah merasa comply dan patuh serta sudah melakukan investasi pabriknya merasa Pemerintah tidak konsisten dan regulasi pun berubah dengan adanya 5 skenario ini. Menrut Komite.ID sepertinya 5 skenario ini memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi dan lebih dapat diikuti oleh semua pabrikan ponsel merek Global untuk ikut berpartisipasi membangun industri ponsel di Tanah Air dan membantu mengurangi defisit perdagangan akibat impor ponsel pintar.

Dari data Total Market Forecast – Telekom sector yang diperoleh Komite.ID dari GfK, Desember 2015 dan dengan menggunakan asumsi harga rata rata Handphone yang diperdagangkan sekitar Rp 2 juta, maka dapat diperoleh data total impor Smartphone di RI Rp 60,04 Triliun (2015) meningkat menjadi Rp 60,44 Triliun (2016). Apabila Komite.ID mengambil asumsi memenuhi TKDN 20%, artinya defisit yang terjadi adalah Rp 48 Triliun (2015) meningkat menjadi Rp Rp 48,4 Triliun. Disini concern dari Kementrian Perdagangan era Gita Wirjawan untuk segera memberlakukan TKDN untuk impor ponsel pada 2014 yang lalu melihat meningkatnya defisit perdagangan non migas waktu itu.

Sedangkan dari laporan riset IDC Quarterly Mobile Phone Tracker, akhir Februari 2016 diperoleh ranking dari merek 5 besar Telepon Ponsel Pintar yang beredar 2015 sebagai berikut: 1. Samsung 7,3 juta (24.8% pasar, meningkat 7.5%); 2. Asus 4.7 juta (15.9% pasar meningkat 231%); 3. SmartFren 3.2 juta (10.8% pasar, meningkat 23.7%); 4. Advan 2,8 juta (9.6% pasar, meningkat 21.5%); 5. Lenovo 1.9 juta ( 6.5% pasar meningkat 31,3%) dan lain lain 9.5 juta 32.5% pasar, menurun -9.8%). Jadi menggunakan harga rata rata Rp 2juta dapat di estimasi berapa besar revenue masing masing perusahaan ini. Merek Apple tidak tampak dalam daftar ini karena belum memenuhi ketentuan TKDN 2016 sebesar 20%. (rrusdiah@yahoo.com)