Jakarta, KomIT – Funding (Pendanaan) salah satu faktor menjamurnya Startup ketika terjadi disrupsi disebuah sektor, dalam hal ini Ecommerce dan Software as a Service(SaaS) yang sedang booming atau Bubble (2015). Untuk itu Rudi Rusdiah, editor majalah Komite.ID menemui Kartiko Wirjoatmodjo, CEO PT Bank Mandiri Tbk; Rico Usthavia Frans, Direktur PT Bank Mandiri Tbk; dan Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora Group disela presscon IESE (Indonesian Ecommerce Summit & Expo), ICE BSD City.
Dua tahun 2014 dan 2015 terakhir ini diwarnai dengan disrupsi di sektor Ecommerce yang mengalami hype dan bubble, sehingga menjamurnya model pembiayaan) Unicorn seperti GrabTaxi (US$ 600 juta+ atau Rp 7.8 Triliun); Matahari (US$ 500 juta +); Gojek (US$ 200juta); Tokopedia (US$ 100 juta) sehingga menurut riset Komite.ID edisi Maret/April 2016 VC funding ini melewati angka 21 Triliun (2015), pertanyaannya apakah pertumbuhan akan selalu tinggi (Growth Stage) atau sepertinya akan memasuki era titik Infleksi (inflexion point berbalik memasuki fase Cold Days atau pertumbuhan yang menurun, ujar Sebastian.
Pada era menurunnya pertumbuhan maka Venture Capital / Investor akan menyesuaikan permodalan dengan memilih model pembiayaan Uni-Croach ukuran menengah, meninggalkan modal pendanaan raksasa model Unicorn, yang hanya mengejar pangsa pasar dan pertumbuhan semata tanpa mempedulikan uang yang dikucurkan. Unicorn sangat kontras jika dibandingkan dengan modal minimalis mengejar revenue dan conversion atau dikenal dengan model Cocroach (Kecoak)yang lebih hemat, tambah Sebastian.
Seperti juga yang dikatakan Tom Lembong, Menteri Perdagangan bahwa kedepan maka investor akan lebih berhati hati (prudent) dan tidak hanya melihat faktor keberhasilan dan pertumbuhan tinggi atau Bubble alias Hype; namun startup juga harus mempersiapkan bisnis model menghadapi pasang surut serta kegagalan, mengencangkan ikat pinggang serta menghitung faktor resikonya juga saat kondisi pasar sedang paceklik atau menurun.
Mandiri Capital diluncurkan 2015 untuk menunjang inovasi startup Digital terutama FinTech dengan memberikan nilai tambah, mempercepat proses, mengurangi resiko dan biaya serta mengikuti kegiatan seperti Mandiri e-Cash Hackaton dan Incubator untuk Entrepreneur, ujar Kartiko. Kemitraan Bank Mandiri dan pemain ecommerce memanfaatkan backoffice Big Data analytics seperti demografi, transaksi data, profile nasabah pada multi channel seperti Kantor Cabang, ATM, EDC, Credit dan Debit Card.
Mandiri bersama Fintech startup akan membangun aplikasi di ATM dimana masyarakat dapat melihat iklan produk mitra ecommerce sehingga Mandiri dimasa mendatang akan memberikan value (nilai tambah), marketing service langsung melalui layar ATM, EDC dll, ujar Rico, sehingga mitra ecommerce tidak hanya memperhitungkan biaya transaksi, karena juga banyak memperoleh value addednya dari layar ATM. Joint venture Kejora dan Indosat Ooredoo di incubator IdeaBox menggarap beberapa startup Ngomik, Dealoka, Wifimu hingga ada yang mendapatkan Global Telecom Business Innovation Award, Asia Pacific Award dll.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk menyuntikkan dana US$ 25 juta melalui modal ventura Metra Digital Inovasi (MDI) sekitar 10-15 startup fokus disektor digital advertising, Fintech, Aplikasi mobile, edagang hingga IOT. XL menyiapkan Generasi muda Startup penggerak ekonomi Digital melalui XL Future Leaders (XLFL) program. Untuk menunjang banjirnya Startup, Venture Capital dan Angel Investor, maka dibutuhkan pula perusahaan Venture Builder seperti Ada Mobile Solutions yang fokus membangun model bisnis sosmed, e-dagang dan fintech. Selain Sosial Media Weeks (Feb/2016), Indonesian Ecommerce Summit (April/2016) event seperti TechinAsia Indonesia juga dipenuhi oleh 4,207 orang (2015), majoritas startup dan investors. (rrusdiah@yahoo.com)