TeraData & Ditjen Pajak: Analytics Reservoir Big Data Tingkatkan Pajak

0
4868

Jakarta, KomIT – Simak kata-kata bijak dari Tokoh Dunia seperti Sun Tzu. “Siapa yang menguasai dunia informasi, Dialah sesungguhnya yang akan menguasai dunia,” demikian pepatah ini begitu mashyur. Itu artinya Siapa yang menguasai Informasi lawan akan memenangkan persaingan dan d dalam disrupsi ini Data menjadi komoditas strategis menggantikan Komoditas Minyak dan SDA yang semakin tidak berharga secara ekonomi, mungkin karena terdisrupsi dalam era digital ekonomi ini.

Pada TeraData Innovation Forum 2016 di Hotel Mulia hadir Stephen Brobst, Chief Technology Officer Teradata dari Silicon Valley menjelaskan mengenai pengalaman perkembangan evolusi data di Silicon Valley sejak Mainframe dan Data Warehousing bersama Erwin Achir, Country Manager Teradata Indonesia serta Fred Groen, Country Manager Cloudera kepada Rudi Rusdiah, Chief editor Komite.ID.

Kedatangan Stephen sekaligus panel dengan Iwan Djuniardi, Direktur Teknologi Transformasi ICT, Direktorat Jenderal Pajak RI yang sangat gencar menggunakan platform Analytics Big Data dari Teradata. Untuk mendapatkan insight dan profile dari Wajib Pajak di Tanah Air memanfaatkan perkembangan non struktur data yang semakin banyak bersliweran di Sosial Media bahkan dari berbagai data seperti Panama Papers, serta transparansi data transaksi kartu kredit akan banyak memberikan insight untuk membuat inflexion point dengan menjaring lebih banyak pemasukan dari pajak untuk membiayai APBN paska Tax Amnesty, yang saat ini masih defisit . Big Data sangat bermanfaat di sektor public seperti Pajak dan Ekonomi, Analisa konsumen perbankan dan Telco serta analisa SDA (Sumber Daya Alam) Kebakaran Hutan, Cuaca untuk Pertanian, Peternakan , Pertahanan dll.

Dari revolusi IT, chip prosesor dan memory terus berkembang sekarang sudah 14 nanometer dan semakin cepat menggantikan Mainframe dan Super Komputer, namun apakah kemajuan eksponensial menurut Gordon Moore’s law ini bisa terus dipertahankan ? Teknologi Penyimpanan data di Relational Database (SQL) sudah obsolete, kedepan menggunakan feature No SQL ditambah dengan Graphical Database, Key/Value Store, karena semakin masifnya perkembangan data.

Terutama unstructured data eksternal diluar premises seperti dari Facebook, Twitter, Profile Pelanggan Perbankan, Telco dan data sporadic misalnya dari Panama Paper; Wikileaks dll. Perkembangan volume data unstructured dan eksternal, serta teknologi Clouds Computing ini sangat masif, 90% data didunia non structured(2015) dan 90% data dikumpulkan 2 tahun terakhir ini.

Jadi dapat dibayangkan jika instansi seperti Ditjen Pajak memiliki infrastruktur data analytics, tidak hanya untuk memproses Data Warehousing/Mining on Premise (internal), namun mengintegrasi dan mengkonsolidasi data (discovery) menggunakan teknologi Hadoop, menghasilkan Data Reservoir (Asset) yang masif, serta menentukan Data Gravitynya dimana.

Namun perlu juga diketahui 90% data ini sifatnya sampah, jadi bagaimana memanfaatkan teknologi Late Binding dan Load Schema untuk pertama melakukan data cleansing, curation dan analytics memperoleh meta data dan insight meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak. Ecosystem Data grativitas sekarang beralih dari Data Center on premises (seperti data Faktur Pajak, SPT isian, Daftar Harta dll) ,menuju unstructured external data di public clouds (Credit Card; Rekening Koran dll) maupun private clouds yang hanya dapat diakses oleh Teknologi open source seperti Hadoop dan analytics tools SAS; SAP Hana; Cloudera dll.

Menurut Iwan Djuniardi, potensi RI sangat besar dengan 18,307 pulau; 254,8 juta penduduk, namun jumlah Wajib Pajak terdaftar hanya 30 juta di 375 unit Kantor Pajak (KPDJP, Kanwil, KPP) dan masih 44,8 juta penduduk potensial pembayar pajak belum memiliki NPWP. Awalnya untuk dapat mengevaluasi Big Data maka Ditjen pajak mempunyai infrastruktur awal (2015) dengan 10 PC prosesor Intel I7; 40 Core; Total Storage 10 Tb dan semua OS open source untuk melakukan Proof of Concept (POC) dan mengapresiasi Big Data untuk meningkatkan penerimaan pajak, baik data on premises, maupun external (eKTP; Credit Card; OJK dan Bank, Bea Cukai dll).

Beberapa waktu yang lalu Ditjen Pajak sudah melaksanakan tender dan memiliki Infrastruktur Hardware Big Data yang canggih antara lain: (1) Cluster Hadoop untuk melakukan data Integration dengan 504 Core; RAM 3.5TB; 100TB; (2) Cluster Hadoop (Data Platform) 408 Core; 4.2 TB; 465TB; (3) Cluster Enterprise Data Warehouse 112 Core; RAM 2TB; Storage 235TB ujar Djuniardi kepada Komite.ID

Kini Ditjen Pajak bisa membuat data grafik interaksi faktur pajak yang disebar oleh sebuah perusahaan ke seluruh perusahaan relasinya ditanah air untuk analisa faktur fiktif dan meningkatkan penerimaan pajak PPN dari sebaran ini secara grafis. Juga data kepemilikan saham, pengalihan saham dan kekayaan baik pribadi maupun perusahaan serta transfer pricing dapat dianalisa bertingkat dengan Big Data Analytics. Analisa entitas terkait Wajib Pajak seperti keterkaitan dengan anggota keluarga; kepemilikan perusahaan, asset dan menjaring non wajib pajak di Indonesia. Analisa SPT dan Laporan anaisa kepatuhan.

Sebanyak 23 bank/lembaga penyelenggara kartu kredit diwajibkan memberikan rincian jenis data dan informasi perpajakan kepada DJP mulai 31 Mei 2016 menurut Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Permenkeu No. 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. Menurut lampiran PMK No. 39/PMK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016, 66 instansi /Lembaga pemerintahan wajib memberikan data dan informasi perpajakan kepada DJP termasuk BPJS, Seluruh PemDa, KemDagri, BPN, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementrian Keuangan dll.

Kedepan Ditjen Pajak akan mendapatkan data dari puluhan sumber diatas termasuk Perbankan; OJK; Perusahaan Credit Card; PPATK; Bea Cukai; Kementrian Dalam Negeri (eKTP) serta data dari Sosial Media atau tidak menutup kemungkinan bahkan bocoran dari Panama Papers dll. Program kedepan Pembangunan Infrastruktur dan Tax Amnesty kedepan akan lebih efektif dan sukses, jika Analytics dan Big Data ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan transparansi kekayaan wajib pajak dan analisa data perpajakan di Indonesia. Sudah siapkah anda ? (rrusdiah@yahoo.com) .