Jakarta, KomIT – Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menggelar kegiatan PANDI Meeting selama dua hari (25-26 Mei 2016). Dalam kegiatan rutin PANDI , membahas tiga topik: perlindungan data pribadi, usulan penurunan biaya domain apapun.id dan internasionalisasi domain .ID. Mayoritas peserta menudukung rencana internasionalisasi domain .ID.
Direktur Operasional PANDI, Sigit Widodo menegaskan, rencana internasionalisasi hanya diwacanakan pada Domain Tingkat Tinggi (DTT) atau yang populer dengan sebutan ‘apapun.id’. “Untuk Domain Tingkat Dua, seperti co.id, ac.id, sch.id, desa.id dan lainnya tidak pernah diwacanakan untuk dapat digunakan oleh orang atau institusi di luar Indonesia,” ujar Sigit.
Ketua PANDI, Andi Budimansyah, menyampaikan, faktanya sudah banyak perusahaan luar negeri yang sudah menggunakan nama domain .ID. “Bahkan sebelum PANDI berdiri, Google dan Yahoo sudah memiliki nama domain co.id,” ungkapnya.
Aturan yang ada saat ini memang memungkinkan orang atau perusahaan di luar Indonesia untuk mendaftarkan nama domain .ID, selama memiliki perwakilan di Indonesia. Domain .ID kemudian didaftarkan atas nama perwakilan tersebut.
Setiawan Yosua Sambungan, konsultan HKI yang hadir dalam diskusi ini mengatakan, pada praktiknya perusahaan asing yang tidak memiliki perwakilan di Indonesia akan mengakali aturan ini dengan memanfaatkan calo. “Karena itu saya cenderung setuju dengan internasionalisasi (domain .ID),” ujarnya.
Masih menurut Yosua, sebagai konsultan HKI, pihaknya sering kesulitan untuk melakukan pendaftaran nama domain .ID untuk klien-klien pemegang merek. “Banyak merek dipegang oleh perusahaan atau orang asing yang tidak memiliki local presence di Indonesia. Selain tidak bisa mendaftarkan nama domain .ID, mereka juga kesulitan untuk mengajukan keberatan jika domain dengan nama mereknya sudah didaftarkan oleh pihak lain,” kata konsultan dari Hadiputranto, Hadinoto, & Partners ini.
Keluhan Yosua ini dibenarkan oleh Andi. “Untuk orang asing, memang lebih mudah daftar merek ke Kementerian Kumham daripada daftar domain .ID,” ujarnya. Andi mengatakan, memperbolehkan orang atau perusahaan asing untuk mendaftarkan nama domain .ID akan memperkuat brand domain .ID dan memperluas wilayah kedaulatan Indonesia di Internet.
Firdausi Firdaus, Dosen Hukum TI Universitas Padjadjaran, Bandung, sepakat dengan pendapat Andi. Menurutnya, saat ini banyak sekali situs internet Indonesia yang tidak menggunakan domain .ID. Akibatnya, situs-situs internet ini tidak tunduk pada peraturan perundangan Indonesia. “Jika banyak yang menggunakan domain .ID, mereka harus mengikuti aturan Indonesia,” ujarnya. Hampir seluruh peserta mendukung wacana ini. Salah seorang peserta menyatakan, internasionalisasi domain .ID akan membuat diaspora-diaspora Indonesia yang tidak lagi berkewarganegaraan Indonesia dapat turut menggunakan domain .ID.
Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny Budi Utoyo, juga menyatakan dukungannya. “Semakin banyak domain .ID muncul di dunia internasional, nama Indonesia akan semakin dikenal,” ujarnya. Donny menceritakan pengalaman saat membawa standing banner dengan alamat domain .ID di sebuah acara internasional. Saat itu, menurut pria berusia 41 tahun ini, banyak yang bertanya dan kemudian mencari informasi lebih lanjut tentang Indonesia. “Internasionalisasi domain .ID akan sangat baik untuk promosi tentang Indonesia,” tegasnya.
Walaupun mayoritas mendukung, beberapa orang yang hadir menyatakan masih belum setuju dengan wacana internasionalisasi domain .ID. Menurut mereka, sebaiknya domain .ID tetap menyasar pasar lokal dan penggunaannya secara eksklusif tetap menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. “Saya mendukung, tapi sekarang belum saatnya,” ujar Yusuf Nurrachman, Business Strategist, Rumahweb Indonesia dari Yogyakarta. “Kewajiban menggunakan local presence (untuk pendaftaran nama domain .ID) justru menjadi pemasukan bagi yang menawarkan jasa ini,” ujarnya.
Masih terkait dengan domain apapun.id, dalam sesi diskusi sebelumnya, PANDI menerima usulan untuk menurunkan biaya pendaftaran dan perpanjangan nama domain apapun.id dari 500 ribu rupiah menjadi 250 ribu rupiah. “Kami akan diskusikan usulan ini di internal PANDI,” ujar Sigit. “Semoga penurunan biaya seperti keinginan masyarakat ini dapat diterapkan mulai awal tahun depan,” pungkasnya. (red)