Jakarta, KomIT- CommunicAsia selalu menjadi barometer perkembangan telematika di Singapura serta benchmarking dengan kemajuan masyarakat di kawasan regional Asia, terutama Asean mengingat majoritas pengunjung kebanyakan dari Indonesia, Malaysia dan negara tetangga lainnya.
Komite.ID mendapatkan priviledge untuk wawancara ekslusif dengan Gabriel Lim CEO (Designate) dari regulator Singapura, Info-Communication Media Development Authority (IMDA) of Singapura sebelum Gabriel memberikan Opening Keynote Address di acara CommunicAsia & BroadCasting Asia 2016 dengan tema “Connecting to the Future Now” sebelum Visionary Address oleh Gerd Leonhard, Author of The Future Agency dari Swiss.
Acara dilanjutkan dengan diskusi panel Leaders Panel dengan topik sangat menarik “New Media Opportunities: Collaborating in a Disruptive Phase” diikuti oleh para bos media seperti Malcolm Rodriques, CEO MyRepublic; Shane Mitchell CDO MediaCorp; Krishnan Rajagopalan Co Founder HOOQ; Gary McLaren CTO Hongkong Broadband (HKBN) sebagai panelist dan moderator Tony Poulus, Editor Disruptive Views & Columnist, Telecom Asia.
Dari para pembicara dan tema Summit ini jelas disruptive merupakan keywords dari CommunicAsia 2016 ini and its happening now and its real. Tema Diskusi Panel Komite.ID yang diadakan besoknya di JCC dengan tema “Managing Digital Economy Disruption”
Gabriel memulai journey nya dari SG 50 ditahun 1950 awal berdirinya Singapura hingga Transformasi Whithering SG100 atau menapak Singapura 2100 menjadi sebuah One Smart Nation ditengah banyaknya Smart City dikawasan. Yang menarik dari keynote Gabriel dimana akhirnya Singapura percaya diri melihat realitas bahwa Singapura memang hanya sebuah titik merah dipeta Asia dan Dunia, yang dahulu dianggap kritikan Habibie sebagai Presiden RI era reformasi dua decade yang lalu ketika mengatakan hal ini, kenyataannya penduduk Singapura setara dengan Penduduk DKI Jakarta.
Lebih lanjut Gabriel mengambarkan Singapura sebagai Smart Nation, Negara Kota disebuah peta Asia yang dipenuhi titik titik Smart City tetangganya, artinya Singapura harus Smart untuk menapak Singapura 100 pada millennium 2100. Agar lebih gesit, Pemerintah Singapura juga melakukan reinventing organisasi regulatornya menjadi dua institusi: (1) GOVTECH (Government Technology Office) dan (2) IMDA yang dipimpin oleh Gabriel Lim. Gabriel sharing strategi 3C dari organisasi baru IMDA (Info-Com Media Development) yang dipimpinnya sebagai Catalisator Pembangunan yaitu: (1). Creativity; (2). Connectivity ; (3) Capability. Mengingat jumlah penduduknya yang terbatas, maka kreatifitas menjadi kunci utama mendorong generasi millennia agar menjadi lebih professional dan berdaya saing serta produk yang nyata.
Kalau di Indonesia, Chief RA rencana menciptakan 1,000 Technopreneur dengan workshop, maka Singapura juga menyelenggarakan 600 workshop dengan 12,000 partisipan Generasi Y Startup dalam dua tahun terakhir ini. Connectivity semestinya tidak menjadi persoalan bagi Singapura, karena penetrasi 4G outdoor sudah 95 % (2016) dan 99% pada (2017) sangat kontras dengan Indonesia yang memiliki 17,000 pulau tentu penetrasi majoritas di perkotaan hingga tingkat kecamatan, itupun majoritas masih 2G dan 3G.
Slogan masih tetap Connectivity for all dan digital inclusion artinya masih juga ada masyarakat yang terpinggirkan dan program IMDA meraih 72,000 beneficiaries kalangan bawah dan terpinggirkan, seperti foto anak sekolah wanita yang mendapatkan bantuan PC dirumahnya agar setara dengan generasi Milenium Y yang lain. Editor Komite bersama tim Mastel dan tim Pamerindo mengunjungi CommunicAsia 2016 untuk mempersiapkan CommunicIndonesia yang akan dgelar pada September 2016 di Kemayoran, Jakarta. (rrusdiah@yahoo.com)