Kominfo dan CEO Telegram bahas Isu Terorisme & Radikal

0
2481

Jakarta, KomIT – Menteri Kominfo Rudiantara melakukan pertemuan dengan CEO Telegram Pavel Durov. Pertemuan tersebut membahas penanganan isu terorisme dan konten radikal yang berkembang dalam platform Telegram.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari kebijakan Kominfo untuk menonaktifkan 11 Domain Name System (DNS) layanan Telegram berbasis web. Keputusan yang dilakukan pada 14 Juli 2017 tersebut sempat menuai kecaman pengguna Telegram di Indonesia. “Saya mengapresiasi Telegram yang sangat responsif dalam menyikapi isu ini,”ujar Rudiantara di Jakarta, Selasa (1/8)

Terkait dengan penanangan isu-isu terorisme, CEO Telegram, Pavel Durov juga mempunyai komitmen yang sama. Telegram sangat peduli terhadap ancaman terorisme global, terutama untuk negara seperti Indonesia. Penting buat Pemerintah Indonesia dan Telegram untuk membuat Joint Statement terkait hal ini.” jelas Durov.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen ini, Kemenkominfo dan Telegram sepakat untuk mengatur dan mengelola prosesnya. Karena untuk menghadapi ancaman terorisme dan radikalisasi dibutuhkan kecepatan bertindak. Untuk itu, baik Rudiantara dan Pavel Durov sepakat prosesnya akan dibahas dalam pertemuan yang melibatkan tim teknis.

Dirjen Aplikasi Informatika, Samuel A Pangerapan menambahkan karena sudah ada itikad baik dan komitmen dari Telegram untuk mengelola dan menangani isu-isu yang mengancam negara, melalui penyebaran isu-isu terorisme dan konten radikalisasi, maka sesuai dengan prosedur yang diterapkan, 11 DNS Telegram berbasis web segera dipulihkan. “Minggu ini akan segera dipulihkan,” tegas Semmy.

Kronologi Pemblokiran Telegram

Keputusan pemblokiran terhadap 11 DNS Telegram berbasis web dilakukan setelah Kementerian Kominfo mengirimkan permintaan melalui email. Permintaan untuk menutup ribuan konten terorisme dan radikalisasi yang tersebar dalam 11 DNS itu dikirim mulai 29 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017. Namun semua permintaan tersebut tidak mendapatkan tanggapan. Mengenai hal itu, sebelumnya, CEO Telegram Pavel Durov menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan tersebut dan mengakui telah menerima email komunikasi dari Kemkominfo, pada 16 Juli 2017. Untuk menuntaskan isu tersebut, Kemenkominfo mengundang Pavel Durov ke Indonesia.