FACEBOOK: Penuhi kewajiban status BUT, KBLI & buka kantor resmi di Jakarta

0
2483

Jakarta, KomIT – Menyusul beberapa situs Telegram yang diblok bulan lalu, maka CEO Telegram, Pavel Durov berkunjung ke Kementrian Kominfo untuk meyakinkan pemerintah bahwa Telegram akan akomodatif dan comply dengan peraturan di Indonesia, agar situs berbau SARA dan disinyalir digunakan untuk kepentingan terkait kegiatan teroris akan di blok. Ini menjadi concern pemerintah karena khawatir konten situs yang negatif ini akan mengancam kedaulatan bangsa dan juga keamanan masyarakat RI.

Perwakilan Facebook Asia Pacific, Jeff Wu dan Alvin Tan pun secara sukarela juga mengunjungi Kantor BKPM dan Kementrian Kominfo seperti halnya Telegram dan Facebook secara sukarela mulai memasang fitur fitur geo blocking atau filter dan bloking content per regional atau daerah, dalam hal ini content yang berbau SARA dan yang digunakan untuk mengacam dan menyebarkan teror di wilayah NKRI, mengikuti himbauan Kominfo setelah maraknya isu blokir beberapa situs Telegram bulan lalu.

Beleid pertama yang mengatur pemain OTT adalah Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui internet (OTT), yang ditetapkan 31 Maret 2017 dan akan disusul dengan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo. SE 3 / 2016 ini juga mewajibkan OTT dalam bentuk badan usaha tetap (BUT) baik pemain asing atau lokal.

Facebook pun akhirnya memilih mengurus ijin prinsip dari BKPM dan membuka kantor di Jakarta serta mengikuti kemauan Pemerintah agar mendirikan badan usaha tetap (BUT) di Indonesia, jika ingin melayani pasar RI yang jumlah penduduknya ranking 4 didunia.

Sebelumnya, operasional Facebook di Indonesia hanya lewat kantor perwakilan sejak Maret 2014 di kawasan Mal Pacific Place, Sudirman Central Business District (SCBD). Sebelumnya kantor Facebook belum memiliki kantor tetap dan status badan usaha tetap (BUT), sehingga bisnis Facebook yang dijalankan di Indonesia belum dapat dikenakan pajak seperti halnya perusahaan MNC yang sudah lama beroperasi dan memiliki status BUT serta Ijin Usahanya di Indonesia. Setelah mengantongi ijin prinsip, status BUT dan berkantor di bilangan Jakarta Selatan, Dirjen Pajak RI dapat mengenakan pungutan pajak sebesar 25 persen Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Badan Usaha dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) Facebook Indonesia.

Langkah langkah yang patut di apresiasi dan diharapkan diikuti segera oleh pemain OTT (Over the Top) yang lain agar menyumbang pendapatan pajak RI dan perekonomian RI dari operasi mereka di Indonesia. Hanya saja yang masing menjadi isu adalah terkait peraturan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) No 19 / 2017 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) bagi semua penyelenggara platform digital. Ijin prinsip yang didaftarkan oleh Facebook untuk kategori KBLI management konsultan sejak Maret 2017 dinilai oleh Pemerintahkurang sesuai dengan kegiatan sales dan marketing Facebook di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala untuk menarik pajak Facebook sesuai dengan transaksi dan revenue Facebook di Indonsia yang semestinya.

Dalam waktu dekat Pemerintah juga akan mengundang beberapa OTT besar dalam jumlah transaksi dan pelanggan di Indonesia, seperti Google, Twitter dan Whatsapps agar comply dan mengikuti jejak Facebook, serta banyak perusahaan IT Global seperti Microsoft, IBM yang sudah lama beroperasi di RI dan memiliki kantor cabang resmi, badan usaha tetap dan membayaran semua kewajiban pajak, serta memiliki ijin usaha tetap.

Indonesia dapat lebih berdaulat di industri dan pasar digital, jika semakin banyak MNC (Multinational corporation) OTT Global yang membuka kantornya di Indonesia, menggunakan tenaga kerja lokal serta mengikuti seluruh peraturan yang berlaku termasuk membayar pajak penjualan dan penghasilan. Data privacy konsumen RI pun menjadi lebih nyaman dan terlindung.

PP 82/ 2012 mengenai Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) juga mengharuskan Penyelenggara Internet dan elektronik lainnya untuk keperluan publik agar juga meletakkan data center nya di wilayah NKRI. Menurut ABDI (Asosiasi Big Data Indonesia) beleid ini terkait dengan kedaulatan Data locality Indonesia dan menghindari Cross Border Data Flow atau aliran data keluar negeri, terutama yang terkait consumer privacy dan protections serta pelindungan data pribadi WNI yang dibawa dan diproses di data center diluar negeri.

Semoga RI semakin berdaulat di industri dan pasar digital serta dunia cyber, setelah Merdeka 72 tahun memasuki HUT Kemerdekaan RI ke 72.