Jakarta, KomiTe- Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) dan Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Kominfo memaparkan berbagai capaian kinerja dan program bidang pos, telekomunikasi, penyiaran, serta perbaikan dan efisiensi birokrasi. Salah satu program unggulan yaitu capain registrasi prabayar seluler yang saat ini mencapai 110 juta pelanggan dan mengingatkan masyarakat yang belum registrasi agar segera melakukannya.
Dirjen PPI Kominfo Ahmad M. Ramli kembali mengingatkan masyarakat akan mekanisme pemblokiran jika belum mendaftarkan kartu prabayarnya hingga Februari 2018. “Mekanisme pemblokiran, jika 30 hari setelah 28 Februari 2018 masih tidak mendaftar maka layanan outgoing call dan SMS diblokir. Kemudian 15 hari setelahnya incoming call dan SMS diblokir, tapi masih boleh gunakan data. Data ditutup total 15 hari setelah layanan incoming diblokir,” jelas Ramli sebagaimana dilansir dalam siaran pernya, di Jakarta.
Pemberian jeda waktu hingga dua bulan ini menurut Dirjen PPI dilakukan untuk menghargai uang masyarakat yang telah dibayarkan ke operator dalam bentuk data. Hal ini dilakukan karena untuk menghargai uang masyarakat yang ada di operator. “Jadi 2 bulan terakhir datanya baru kita blok,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengimbau masyarakat untuk tidak menunggu hingga batas akhir pendaftaran. “Kita masih punya waktu kurang lebih 2 bulan, tapi kita harapkan masyarakat tidak menghabiskan begitu saja menunggu akhir. Namun jika memang karena hal teknis tertentu, kira-kira hingga akhir April 2018 masih bisa menikmati layanan walau makin terbatas, tapi pendaftaran masih dimungkinkan,” jelas Merza.
Sekjen ATSI sekaligus Wakil Direktur Hutchitson 3 Indonesia (H3) Danny Buldansyah dalam kesempatan itu memaparkan dampak penerapan kebijakan registrasi kartu prabayar tersebut. Disebutkan, ketika mulai diterapkan kebijakan registrasi prabayar itu, pengaktifan kartu baru secara bertahap berkurang, pengisian pulsa secara bertahap bertambah.
Capaian Kinerja
Konferensi pers ini merupakan bagian dari paparan Capaian Kinerja dan Peluncuran Inovasi Bidang Pos dan Informatika 2017 yang diselenggarakan Dirjen PPI Kominfo. Beberapa selama 2017 mencakup berbagai bidang. Beberapa di antaranya menyangkut pelayanan prima untuk birokrasi dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan e-government yang berorientasi pada pelayanan publik.
Penyediaan e-Licensing melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang bertujuan untuk mempercepat proses perizinan secara online. PTSP diharapkan dapat meningkatkan posisi Indonesia pada ranking Ease of Doing Business (EODB) pada tahun-tahun berikutnya. Menurut World Bank, saat ini Indonesia berada pada posisi 75 (per 1 Juni 2017). Presiden Joko Widodo menargetkan posisi Indonesia pada 40 besar.
Kinerja lainnya, yakni Simplifikasi Regulasi dengan simplifikasi peraturan per-UU menindaklanjuti arahan Presiden terkait urgensi pemangkasan regulasi secara nasional mulai tahun 2016. Simplifikasi regulasi bertujuan untuk mendukung percepatan pelaksanaan Rencana Pembangunan dan Kerja Pemerintah, agar nantinya tidak ada lagi regulasi yang saling tumpang tindih, multitafsir atau membebani, khususnya pada sektor perizinan dan investasi.
Pada tahun 2017, Kominfo telah menerbitkan beberapa Keputusan Menteri dan Keputusan Dirjen PPI terkait pelayanan prima dalam perizinan di lingkungan Ditjen PPI, serta regulasi bidang PPI, antara lain mengenai: Jasa Telekomunikasi; Penyelenggaraan IPTV; Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik; Penyelenggaraan Jasa Konten pada Jaringan Bergerak Seluler; Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Pos; Mekanisme Kontribusi Penyelenggaraan LPU; dan Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi Nasional (FTP).
Hal lain, juga berhasil dilakukan MoU antara Kominfo dengan kementerian dan instansi terkait lain terkait “pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan KTP elektronik.” Juga peresmian Penerapan Tanda Tangan Digital Dalam Izin Stasiun Radio (ISR). ISR merupakan dokumen legal penggunaan frekuensi radio baik untuk penyelenggaraan telekomunikasi maupun penyiaran, termasuk komunikasi radio konvensional yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi khusus oleh badan usaha atau instansi pemerintah.
Tanda tangan digital memiliki fungsi yang sama dengan tanda tangan yang biasa dituliskan di atas kertas dan memiliki kekuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah Nomor 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik. (red)