Jakarta, KomITE- Kongres Teknologi Nasional (KTN) 2018 yang merupakan kali ketiga yang digelar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), bertema Strategi Implementasi Kebijakan Nasional untuk mendukung Kemandirian Teknologi.
KTN 2018 ini difokuskan pada bidang Teknologi Industri Pertahanan, Kebencanaan, dan Material. “Hal ini agar sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan guna mendukung akselerasi program prioritas pembangunan pemerintah,” kata Kepala BPPT Unggul Priyanto pada acara pembukaan KTN 2018 di BPPT, Selasa (17/7).
Menurutnya, perkembangan pembangunan dunia secara global, dipengaruhi oleh 4 penggerak yakni populasi, teknologi, globalisasi, dan perubahan-iklim yang semakin memicu tingkat kerentanan daya dukung kelestarian pembangunan. Kondisi perekonomian dunia saat ini harus menghadapi berbagai ketidakpastian. Selain adanya berbagai isu geopolitik, perkembangan teknologi juga turut memberikan dampak pada perubahan sosial dan ekonomi.
“Untuk menjawab tantangan tersebut dan dalam rangka mendukung misi pemerintahan memperkuat kemampuan, kapasitas dan kemandirian industri dalam negeri, mewujudkan kemandirian dan daya saing bangsa, maka perlu dipersiapkan berbagai terobosan inovasi teknologi antara lain di bidang teknologi industri pertahanan–keamanan, kebencanaan dan material,” terangnya.
Ia menambahkan, Gelaran KTN 2018 ini, bertujuan untuk memberikan Rekomendasi Teknologi yang diperlukan, untuk memperkuat peran dan eksistensi teknologi dalam mendukung pengembangan industri nasional, peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa, sesuai dengan program pemerintah yang tertuang dalam Program Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahap II 2020 -2024.
Disebutkan, untuk KTN 2018 Bidang Bidang Teknologi Industri Hankam bertema Strategi Implementasi Kebijakan untuk Mendukung Kemandirian Industri Pertahanan, bekerjasama dengan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) selaku Co-Host penyelenggaraan KTN 2018 Bidang Teknologi Industri Hankam.
Tujuan penyelenggaraan KTN 2018 Bidang Teknologi industri Hankam untuk memberikan rekomendasi tentang strategi implementasi kebijakan nasional yang ada untuk memperkuat industri pertahanan, melalui upaya penguasaan teknologi.
Kemudian, KTN-2018 bidang teknologi kebencanaan menjadi ajang pemangku kepentingan untuk memetakan status perkembangan, mengkaji dan menyikapi kemajuan, kesiapan, serta niat untuk meningkatkan ketahanan bangsa, terhadap ancaman potensi serba-bencana (baik slow-onset maupun fast-onset disasters), melalui penerapan teknologi anak bangsa.
“Kongres ini juga menjadi wahana retrospeksi, membangun peta jalan ke depan, mendorong kemampuan anak bangsa bekiprah dan berkontribusi menghadapi potensi bencana yang semakin banyak terjadi dan skala intensitasnya pun semakin meningkat di bumi super-market bencana Indonesia,” terangnya.
Sementara itu, terkait tantangan inovasi bidang Teknologi Material adalah bagaimana mengelola sumber daya alam yang dimiliki Indonesia agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat ditinjau dari aspek ketergantungan impor bahan baku industri yang setiap tahun menyedot sekitar Rp1500-an triliun.
Aspek pengelolaan sumber daya lokal sebagai bahan baku industri di 6 sektor industri prioritas, dan aspek minimnya inovasi karena tidak didukung oleh kebijakan yang kuat dan pendanaan yang memadai. Dalam rangka meningkatkan daya saing untuk mewujudkan kemandirian bangsa, terobosan dan rekomendasi dalam teknologi material dirasa perlu untuk dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Di tempat yang sama Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, hasil inovasi teknologi harus betul-betul bisa dimanfaatkan oleh industri, karena selama ini yang dilakukan hanya keinginan para peneliti. Melalui KTN 2018 ini, diharapkan agar hasil inovasi yang sudah menjadi teknologi itu, bisa dimanfaatkan oleh industri sehingga bisa menggerakan ekonomi yang nantinya tidak haya berbasis sumber daya namun juga harus bergerak pada pengetahuan berbasis ekonomi. .
Pihaknya, lanjut Nasir akan meminta BPPT, antara lain ahli perekayasa orientasinya adalah apa kebutuhan dari industri, bukan apa yang diinginkan oleh para peneliti. Demikian pula kalau ada inovasi baru, agar ditawarkan kepada industri, sehingga terjadinya kolaborasi antara inventor, inovator, dan investor.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan, penanggulangan bencana sangat komplek, multi stakeholder, dan multi disiplin ilmu, sehingga penanganannya harus berkolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi harus menjadi perhatian, bukan hanya di Indonesia, tapi hampir seluruh dunia. Berkaitan dengan itu, ada jutaan masyarakat Indonesia yang tinggal di tempat rawan bencana yang paling penting menjadi perhatian.
“Target dan sasaran BNPB adalah bagaimana mengurangi dampak bencana iseminimal mungkin melalui mitigasi, membangun kesiapsiagaan, membangun kapasitas, memberikan tanggap darurat, secara cepat dan tepat,” terangnya.
“Dalam pengurangan risiko bencana ini, diperlukan inovasi dan terobosan melalui R&D yang kuat dan terarah. Dengan begitu tujuan untuk membangun industri penanggulangan bencana bisa tercapai. “Harapan ke depan R&D ini sebagai support tidak hanya BNPB, tetapi juga ke yang lainnya,” ungkapnya.
Pada lapis lain, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko mengatakan, dalam menunjang tugas pemberantasan narkoba, pihaknya ingin memaksimalkan penggunaan teknologi. Salah satunya dengan penggunaan drone atau pesawat nirawak dalam memantau operasi pemberantasan narkoba melalui kerja sama dengan BPPT.
Kepala BPPT Unggul Priyanto menambahkan, dengan adanya kerja sama ini, pihaknya dapat memberikan rekomendasi teknologi yang diperlukan khususnya dalam peran serta membantu BNN dalam memerangi kejahatan penyalahgunaan narkoba. “Dengan adanya teknologi yang dibuat dalam drone buatan BPPT ini, maka lokasi ladang ganja yang tidak bisa dijangkau bisa dilihat dengan jelas lokasinya,” ungkapnya. (red/JU)