PROFEDE Pre Crowdsale di Jakarta & Block Chain Terkait Forensik dan GDPR

0
2473

Jakarta, KomITe.ID – Aplikasi crypto currency sudah menglobal dan sering didengar seperti Bitcoin dan Ethereum yang mendisrupsi Fintech industry dan mata uang negara di dunia, hingga banyak negara alergi dan melarang crypto currency dengan alasan harganya yang berfluktuasi sangat drastis. Namun bukan hanya di sektor currency (mata uang) fiat, banyak penerapan lain dari Blockchain di berbagai sektor industry lainnya.  Berbagai penerapan teknologi Blockchain yang sukses mendunia, salah satunya di bidang rekruitmen dan referensi untuk mencari tenaga kerja seperti halnya LinkedLn.

LinkedLn satu dekade yang lalu, sukses mendisrupsi rekruitmen tradisional, menggunakan iklan lowongan kerja di media tradisional seperti koran, surat kabar, majalah dengan recruitment data profile profesional secara online di portal sosmed LinkedLn. Terakhir LinkedLn memiliki 467 juta anggota profesional dari 200 negara di dunia yang fokus menghubungkan jaringan profesional dengan enterprise yang membuka lowongan dan mencari pegawai secara online. Keuntungan LinkedLn luar biasa karena data diposting oleh profesional secara gratis, voluntary (tanpa dipaksa) dan LinkedLn tidak perlu memberikan rewards apapun kepada anda yang meletakkan data diportal LinkedLn. Bahkan LinkedLn kini monopoli memperoleh banyak pendapatan dari perusahaan yang membutuhkan data profesional dan membuka lowongan di silo LinkedLn. Bayangkan?

Microsoft pun akhirnya mengakuisisi Linked in pada tahun 2016 dengan nilai USD 26.2 miliar atau hampir Rp 400 Triliun, karena melihat bisnis model yang hampir monopoli industri perekruitmen skala global karena jumlah data profesionalnya yang sudah mengglobal. Namun hingga saat ini LinkedLn belum menggunakan teknologi Blockchain, sehingga para profesional yang meletakkan datanya di LinkedLn tidak mendapatkan rewards apapun.

Sebuah perusahaan startup Profede yang berdomisili di Spanyol melihat opportunity windows ini dan mengambil kesempatan dengan menciptakan sebuah platform serupa LinkedLn. Namun dengan teknologi Blockchain dan smart contract ini memberi token kepada siapapun profesional yang memposting resume dan CVnya di portal Profede dan mendapatkan token dengan trademark PATO (Profesional Access Token). Jika resumenya dibaca oleh perusahaan/enterprise pencari tenaga kerja, maka akan mendapatkan lebih banyak PATO. Jika suatu saat nilai (store value) dari Token PATOnya naik seperti Bitcoin atau Ether, maka keuntungan sampingan bagi klien Profede.  Di sini letak faktor demokrasi dan pemerataan (equality) dari teknologi blockchain seperti Profede, sedangkan dengan teknologi sebelumnya (LinkedLn) pencari tenaga kerja tidak mendapatkan rewards apapun. Dengan Profede pencari tenaga kerja mendapatkan rewards ketika posting datanya bahkan menjadi investor pemilik token PATO. Model bisnis yang menarik.

Diharapkan Profede dapat mengulangi sukses dari LinkedLn dengan adopsi teknologi Blockchain untuk pasar supply chain rekruitmen tenaga kerja dan profesional di dunia. Sekaligus Profede juga mempromosikan Token PATOnya pada acara pre crowd sale yang diadakan di Suncity, Jakarta (18/7). ABDI (Asosiasi Big Data & AI) mendapatkan kesempatan untuk memberikan Keynote pembuka acara dilanjutkan oleh Juan Imaz, CEO dan Founder dari Profede yang datang khusus selama 2 hari dari Spanyol dalam road shownya di Shanghai, Seoul, Hongkok dan Singapura. Komite.id mendapatkan kesempatan meliput dan Event Organizer, Sandra Dierstein, Managing Director dari Auriga Investment di Dubai.

Juan Imaz CEO Profede bersama Dr. Rudi Rusdiah Chairman ABDI.

Juan Imaz pengusaha muda terkenal di Spanyol yang sukses mendirikan 2 perusahaan startup online dan web email sejak 1996, yang ketika diakuisisi dengan market kapitalisasi diatas EU 100 juta (Rp 1.7 triliun). Dengan modal yang cukup, Juan memulai venture di blockchain dengan Profede. Profede berencana mengumpulkan target $ 20M (Rp 340 miliar) melalui crowdsale pada bulan Agustus 2018. Saat ini jika kita melihat di portal www.profede.com sudah terkumpul $ 12 juta lebih. Pada pre sale crowd di Seoul Korea bulan Mei 2018 berhasil mengumpulkan $3.7 juta (Rp 62 milyar).

Model bisnis Profeede adalah Profesional ecosystems marketplace dan Anda sebagai profesional mempunyai control data CV yang diposting di Profede. Sehingga jika model bisnis Profede ini diluncurkan, maka akan banyak profesional yang akan join.

Profede tidak mulai dari nol, sudah bekerjasama dengan beberapa perusahaan raksasa perekruit tenaga kerja yang memiliki jutaan anggota profesional seperti BeBee, Skyllz yang memiliki jutaan profesional sebagai anggotanya.

Block chain dan Pekerjaan Forensik Bareskrim
Pada Workshop Block Chain Micronics Rosebay dan Komite.id mengundang juga peserta dari penegak hukum Bareskrim; dan regulator seperti Kemenkominfo dan OJK. Muncul beberapa pertanyaan yang diajukan oleh anggota penegak hukum adalah, jika Block Chain terinskripsi dalam block dan hash, maka pertanyaannya tentu akan sulit bagi penegak hukum untuk melakukan forensik jika metadata nya saja terinskripsi? Barang bukti block chain ledger meski terdistribusi dan desentralisasi, namun terinskripsi dalam rantai block (block chain) sehingga akan sulit di forensik apabila data dalam bentuk enkripsi.  Apalagi jika Data Controller atau pemilik node dari block chain tersebut tidak mau memberi kunci enkripsinya.

Memang dibutuhkan ahli forensik khusus menangani data dalam node blockchain seperti Chainaysis, di AS yang memang spesialisasi untuk kasus memeriksa data pengiriman uang via crypto currency dalam barang bukti node ledger block chain, menurut artikel di Fortune.com.

Merupakan keniscayaan muncul profesi baru perusahaan Forensik yang spesialisasi di digital currency untuk membantu polisi divisi siber untuk melacak kriminal di dunia hitam spesialisasi digital currency. Darkweb, dunia hitam Internet sudah lama melirik crypto currency karena fitur anonym(ous), tidak terlacak (untraceable) apalagi terenkripsi agar aman menyalurkan dana/uang melalui Internet.

Jika memecahkan dekrepsi dan hash sulit karena satu arah, maka solusinya adalah melakukan data analytics transaksi, wallet dan AI (Iartificial Intelligent) canggih melacak aliran dana dari wallet yang anonym oleh data scientist, statistician dan master AI. Jadi prinsipnya, di atas langit ada langit, semua teknologi ciptaan manusia pasti bisa dipecahkan juga oleh teknologi. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia teknologi dan seperti AI dan Big Data adalah teknologi guardian angel bagi dunia penegakan hukum global.

GDPR Compliance dari BlockChain?
Pada track Blockchain di RSA Conference terjadi diskusi menarik mengenai apakah Blockchain comply atau menaati EU GDPR (General Data Protections Regulations) di Eropa. Karakteristik demokrasi dan transparan memang comply dengan EU GDPR, karena memiliki tujan sama transparansi untuk melindungi masyarakat/klien dari perusahaan enterprise yang mengumpulkan data klien nya. Namun ada fitur Blockchain yang tidak comply (taat) standard EU GDPR yaitu fitur immutability Blockchain vs fitur Right to Forget dari GDPR.

Fitur immutable dari block chain membuat block transaksi yang sudah diposting di blockchain tidak dapat dirubah, diedit ataupun dihapus praktis selamanya, sehingga berlawanan dengan fitur Right to Forget atau fitur hak bagi klien atau masyarakat pengguna untuk dapat merubah, menghapus data.

Di sini blockchain harus improvisasi dan berevolusi mencari trik agar dapat memenuhi fitur Right to Forget, karena blockchain dapat diprogram hanya menyimpan metadata, sedangkan data lengkap dan aslinya dapat disimpan suatu lokasi yang disebut SWARM.

Swarm ini berisi database original lengkap, dimana metadata transaksinya ada di blockchain. Dengan metode ini maka block chain dimasa mendatang akan berevolusi agar comply dengan fitur Right to Forget dari EU GDPR. Meski Teknologi block chain sudah mendisrupsi dunia, namun block chain dengan smart contract Ethereum memang masih harus terus berevolusi, agar dapat comply dengan berbagai peraturan di dunia, seperti EU GDPR.*

Juan Imaz CEO Profede, Sandra Dierstein CEO Auriga Dubai, Walter Kaminski, Temmi Efendi di acara Road Show Profede