Jakarta, KomITe.ID – Kita memasuki era Data Transformasi dan Big Data, terlihat dari Trafik Cross Border Data yang tumbuh sangat pesat. Nilai dari trafik data ini sebesar US$ 2.8 Triliun (2014) menjadi $ 11 Triliun (2020) atau meningkat 45% dalam waktu 10 tahun, menurut pakar Microsoft pada Fintech Festival di Singapura. Dampaknya dapat dilihat dari block diagram Internet User Map (2025) dimana Tiongkok menduduki ranking pertama disusul oleh India, AS dan Indonesia, sepertinya mengikuti dari jumlah penduduk dari negara negara tersebut. Sebelumnya AS menduduki ranking utama jauh diatas China, India dan Indonesia.
Trade War, Competition atau Trade Collaboration
Trafik dari X (Cross) border Data ini tentu ada korelasinya dengan pertumbuhan X border Transaksi Perdagangan dunia melalui saluran Internet atau elektronik dikenal dengan Global X Border Ecommerce atau Perdagangan Online antar Negara di dunia. Paparan dari ABDI (Asosiasi Big Data & AI) melihat fenomena korelasi ini menjawab paparan dari Lin Zhi Yong, direktur Neoglory Digital Trade Research Institute mengenai adanya Global Trade War yang didukung oleh Big Data sebagai komoditi dan enerji (oil) di masa mendatang. Lin melihat bagaimana kebijakan Presiden Trump yang hanya melihat defisit perdagangan AS, harga komoditas produk import dan import/xborder, sehingga mengambil inisiatif untuk melakukan strategi Proteksi dan Amerika first, yang menyulut Trade War antara AS & berbagai negara seperti Tiongkok, Turki, Eropa bahkan Indonesia.
Semestinya sudut pandang jangan hanya pada defisit dan harga komoditas, namun melihat bagaimana perdagangan antar negara (xborder ecommerce) di dunia atau ke depannya dapat memberikan manfaat bagi pengusaha Mikro-SME (MSME) dari masing masing negara. Juga Xborder trade dapat memberikan efisiensi dan harga komoditas B2C yang dapat dinikmati masyarakat dunia. ABDI melihat defisit perdagangan suatu negara misalnya adidaya AS, bukan semata mata karena kesalahan mitra dagangnya, namun karena AS sendiri kehilangan daya saing industri disebabkan terlalu borosnya untuk terus berusaha menjaga posisi dominasi & hegemoni dunia, sehingga ekonomi dan daya saing industri dikorbankan untuk tujuan politik hegemoni AS menguasai dunia, seperti perang teluk, isu palestina, ISIS, Afghanistan, Iran, Korea Utara dll.
ABDI mendapatkan kesempatan untuk memaparkan pandangan dari kacamata dan perspektif Indonesia melihat kondisi cross border trafik data dan perdagangan dunia bersama IRDI (Indonesia Research Development Internasional) yang menjadi DelRI (Delegasi RI) mengikuti APT (Asean plus 3) X Border Ecommerce seminar di sebuah kota yang diujung selatan dari Tiongkok berdekatan dengan Bangladesh, Kamboja dan negara Asean lainnya. Sharing X Border Big Data Genetika Virus H7N9.
Bahkan ternyata big data genetic sequence dari virus, seperti H7N9, influenza flu babi dapat juga menjadi isu politik crossborder yang sensitif, karena Tiongkok (China CDC) dituduh tidak mau sharing atau berbagi data riset untuk pengembangan vaksin dan obat jika terjadi pandemik (China Daily:1-2 sept 2018). Jadi information dan data warfare ternyata bisa memicu pandemik virus di dunia yang mematikan, seperti pandemik H7N9 virus infeksi yang ditularkan dari burung kepada manusia pada tahun 2013 di seluruh Asia, yang ditenggarai dapat menyebabkan kematian 40% manusia jika tidak cepat ditangani. Ketika terjadi pandemik 2013 di Tiongkok, data genetic sequence ini secepatnya disebar oleh China CDC via GISAID, public domain database untuk pengembangan vaksin dan risk assesment. Sejak itu China CDC secara berkala upload data genetika H7N9 virus ke database GISAID (Global Influenza Surveilance Response Systems) menurut WHO. Ini adalah salah satu bentuk Global Coopetition, saling sharing & berkompetisi membuat solusi memerangi pandemik virus, bukan Global War. Contoh ini diangkat oleh ABDI bersamaan dengan beberapa contoh kerjasama antara venture capital Tiongkok dan AS membangun unicorn di Indonesia, jadi sekali lagi bukan trade war namun juga bagian dari xborder trade coopetition.
Yuxi City, Yunan, Laksamana Cengho & Jalur Sutra
Yang menarik dari kota Yuxi, selatan dari propinsi Yunan jumlah penduduknya 2.37 juta jiwa, memiliki beberapa etnis minoritas (34.4%) yang mirip dengan orang Jawa-Madura karena majoritas beragama Islam, juga terlihat disebuah pasar malam (night market di Yuxi banyak yang berdagang sate ayam, sate kambing dan kabarnya ada juga sate bebek. Dari sejarah, Laksamana Chengho yang memimpin armada raksasa Tiongkok hingga mampir di beberapa pelabuhan seperti Semarang meninggalkan artifak sejarah, Kelenteng Sam Po Kong, juga di Palembang. Perjalanan dari Jakarta transit di Hongkong, kemudian tiba di airport Kunming, ibukota propinsi Yunnan, untuk selanjutnya jalan darat 2 jam hingga tiba di kota Yuxi.
Ambisi Tiongkok untuk melanjutkan mimpi Cengho ini dengan membangun jalur sutra (Silk Road) setelah Dinasti Yuan (1271-1368) mempersatukan Eropa dan Asia, kini diwujudkan dengan proyek One Belt and One Road (OBOR). Initiative sebuah jalur darat dan laut dari Indonesia ke Singapura, Malaysia, India, melewati kota Yuxi, Yunnan hingga ke Eropa, yang mengingatkan kita pada perjalanan MarcoPolo membawa teh, teknologi mesiu dan sutra melalui jalur sutra. Connectivity (Konektifitas) ini tidak hanya jalur transportasi, tapi juga jalur informasi dan data serta xborder ecommerce. Yuxi dan Yunnan memiliki banyak kemiripan dengan Indonesia yang juga memiliki banyak resources pertambangan sulfur, tembaga dll dan juga mempunyai pabrik rokok terbesar di Tiongkok seperti halnya Djarum dan Gudang Garam di Indonesia. Sepertinya mimpi Marcopolo dan Laksamana Chengho melakukan misi perjalanan budaya xcontinent dan border serta perdagangan antar benua ini menjadi inspirasi lokasi dari APT Cross Border Ecommerce atau perdagangan antar negara melalui ecommerce dimasa mendatang.
Peserta & Host APT Xborder Ecommerce
Pertemuan APT Crossborder Ecommerce for SME ini dihadiri oleh wakil dari negara Asean seperti Indonesia, Singapore, Malaysia, Kamboja, Laos, Filipina, Vietnam, Srilanka & Myanmar, serta tuan rumah Pemerintah Kota Yuxi diwakili oleh Deputi Walikota Yuxi, Tian Chuan dan Biro Commerce, Zhao Yong ping, didukung oleh Kementrian Industri & IT (MIIT), RRT (Republik Rakyat Tiongkok), deputi general direktur, Luo Junzhang yang berkedudukan di Beijing. Juga banyak SME ikut berpartisipasi dimotori oleh Alibaba dan Ali Research, Ouyang, Cheng serta dua puluh lebih startup UKM Ecommerce dari Kota Yuxi. Dari Indonesia, semestinya ada 3 participant mewakili Pemerintah dari Kementrian Koperasi dan SME atau dari Kemenkominfo berhalangan hadir; mewakili asosiasi Vince Gowan dari Wakil Ketua Komite Infrastruktur Kelautan, Kadin Indonesia, juga Sekjen IRDI (Indonesian Research Development Internasional) dan yang mewakili dunia usaha Rudi Rusdiah, CEO ShopITE.id & Komite.id, juga Ketua ABDI (Asosiasi Big Data & AI).
Inisiatif “Aliansi SME Xborder”
Melihat bahwa Xborder ecommerce dapat banyak membantu SME diberbagai negara anggota calon aliansi dari APT, yang juga berdampak pada harga komoditas barang konsumer menjadi lebih murah dan mudah diperoleh, maka pertemuan Asean Plus Three (APT) atau 10 plus China, Korea dan Jepang melahirkan inisiatif aliansi Yuxi, yaitu Asean plus 3 SME Service Alliance. Untuk sementara, Sekretariat dari Alliance ini berkedudukan di China Centre for Promotion of SME Development (Pusat Promosi Pengembangan UKM Tiongkok), Kementrian Industri dan IT (MIIT), Tiongkok.
Tujuan alliance ini adalah suplemen tambahan dari kerangka kerja kerjasama dari APT, bidang kerjasama swasta dan sharing informasi antara Agen Jasa UKM dari negara anggota APT. Aliansi dapat dibentuk untuk memfasilitasi dan mendukung pertukaran dan kerjasama antara sesama negara APT dalam berbagai bidang, mempromosikan perkembangan kesejahteraan dari UKM APT dan mendorong integrasi ekonomi regional di Asia Timur. Prinsip keanggotaannya berbasis sukarela (volunteer), independen, persamaan, fair dan solideritas tanpa ada hambatan yang dibuat atau diskriminasi sosial, politik, rasial dan agama. Keuntungan bagi anggota Aliansi: (1) Prioritas mengikuti kegiatan aliansi; (2) menikmati jasa, informasi, dan bantuan dari aliansi ini; (3) menjalankan kebutuhan dan harapan masing masing negara anggota; (4) memberi masukan dan monitor kegiatan aliansi; (5) Kebebasan bagi anggota untuk exit atau keluar dari Aliansi ini.
Vince dari Kadin menyambut baik Aliansi ini, namun juga memberikan tantangan bahwa sebuah aliansi tanpa ada funding yang jelas, kegiatan short (jangka pendek) dan medium term yang jelas akan tidak sustainable alias berkesinambungan untuk jangka panjang. Rudi mempertanyakan adanya perbedaan antara topik seminar “APT Cross Border Ecommerce untuk agen SME Services” dengan judul dari aliansi hanya “SME Service”. **