Jakarta, Komite- Salah satu track strategis DataGovAI 2018 Summit ini adalah panelist pembahasan mengenai topik Perbankan, Fintech dan Blockchain, dimana ada beberapa keynote penting dari industri Perbankan, Fintech dan Blockchain. Pertama oleh pengawas sektoral nya, Kepala Group Inovasi Keuangan Digital, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Triyono mewakili Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso Ph.D. Diikuti oleh Keynote Ir Indra Utoyo, Direktur BRI dan Keynote Natalya Wani Sabu, EVP BCA. Jonas Lind, CEO Silverlake Axis mewakili vendor dari sistem perbankan termasuk core banking solution dan implementation dan Bank Index. Siangnya disusul oleh panelist pakar Blockchain dan AI dari mancanegara diwakili oleh Rohit Kumar, Rosebay-Micronics, Nepal-India; Iliya Bugaev, Asosiasi Blockchain Rusia dan juga Blockchain technology StorDio bersama Ruslana Golunova dan Patric Goevara dari Silicon Valley, AS dan Walter Kaminski, DCI (Digital Capital Indonesia), Australia dengan moderator Ketua ABDI (Asosiasi Blockchain, Data Analytics & AI), Dr Rudi Rusdiah mewakili Indonesia.
Tata kelola data menjadi sesuatu yang strategis di OJK, mengingat data finansial merupakan data strategis dan kritis, terkait data konsumen perbankan dan perusahaan fintech, dan data transaksi serta aset nya menurut Triyono. Sandbox digunakan sebagai tempat untuk menguji startup fintech sebelum nantinya menjadi lebih tahan uji ketika masuk ke pasar dan industri fintech.
Menurut paparan Indra Utoyo, “Bagi industri Keuangan dan Perbankan seperti Bank BRI yang merupakan bisnis manajemen resiko, maka membangun kapabilitas Big Data Analytics (BDA) dan AI menjadi strategis untuk meningkatkan kinerja pengelolaan resiko yang semakin baik dan efisien di tiga area yaitu: (1) Credit Scoring Services yang lebih cepat dan lebih tepat dibandingkan dengan cara manual; (2) Fraud detections services yang lebih cepat daripada adversary agar dapat melindungi data dan aset nasabah; (3)merchant assessment services untuk kolaborasi kedepan yang lebih baik”. Dengan kapabilitas BDA yang memadai diharapkan kolaborasi perbankan dan fintech dapat ikut mempercepat layanan inklusi keuangan bagi sekitar lebih dari 100 juta penduduk yang belum menikmatinya. Jadi BRI sudah memanfaatkan Big Data secara sangat intensive, demikian juga dengan bank bank papan atas lainnya, karena kedepan siapa yang tidak siap memanfaatkan teknologi disruptor seperti blockchain, big data & AI akan terlibas dari kompetisi global.
Dari paparan Nathalya Wani Sabu, EVP Center Digital & Halo BCA bahwa “ Tahun 1994 Bill Gates mengatakan Banking is necessary but Bank are not ? Apa itu maksudnya ? Dan kini menjadi kenyataan. Di BCA transaksi yang dilakukan di cabang cabang hanya 3% saat ini, sisanya 97% adalah transaksi digital dan inilah digital disrupsi yang dialami dunia perbankan. Jika melihat competitive advantage BCA, yang punya customer base yang besar, cabang yang banyak, dan seterusnya. Menjelaskan mengapa BCA harus melakukan digital transformasi ? Disrupting or Disrupted ? Karena kedepan saingan kami bukan lagi sesama bank namun juga dengan ratusan startup fintech companies. Bank ibarat Goliat yang besar, namun kaku dan susah bergerak, sedangkan Fintech ibarat Daud yang lincah dan cekatan. Keputusan terbaik adalah jadikan Fintech sebagai partner. Key strategies yang dilakukan BCA adalah Transformasi to Digital, Re-arsitektur Legal System, Change Operational Model dan menghasilkan Creative Innovative Product. The risk that can make the company extinct, the risk of not learning and adapting the Change !”. Wani menegaskan bahwa Digital disruption is real, siapa yang tidak melakukan transformasi akan tertinggal , termasuk bank papan atas, meskipun pesaingnya adalah startup Fintech. Seperti halnya Taxi meter Bluebird yang sudah beroperasi puluhan tahun di Indonesia, namun pada beberapa tahun yang lalu menggelar demo besar di Jakarta karena masuknya startup taxi, ojek yang menggunakan platform aplikasi smartphone. Itulah sebabnya BCA melakukan total transformasi termasuk help desk, contact centre, Halo BCA memanfaatkan omni channel customer communications mulai dari voice, chatting, webbased, sosial media terintegrasi menjadi satu layanan, apakah itu melalui email, chatting, phone banking dll. Teknologi voice recognition dan speech recognition kategori AI dapat membantu help desk operator untuk melakukan proses identifikasi caller atau KYC (Know Your Customer) tanpa harus menanyakan kode dan profil si pelanggan yang menelpun, seperti informasi ibu kandung, kelahiran, alamat telp dan billing, karena AI machine dapat lebih cepat mengetahui identitas si caller.
Jonas Lind CEO Silverlake mempromosikan AXIS Core Banking Solutions yang saat ini digunakan oleh top 20 bank in ASEAN financial institute, lahir tahun 1989, kini listed di Singapore Stock Exchange (SGX). Silverlake juga memanfaatkan omni channel platform dari Branch Delivery System, CRM, Mobile & Internet banking, Biometric eKYC, Fintech partners dll. Jonas memang layak mendapatkan Best IT & Data Technology Governance dari ABDI untuk prestasi sebagai CEO dan juga penetrasi Silverlake di top 20 bank di Asean.
Muhamad Jumadi, Division Head of IT & E-Channel, Bank Index mengedepankan strategisnya Security Awareness dilingkungan bank dengan semakin kompleksnya teknologi Internet yang dapat menyerang dari mana saja dan kapan saja, bahkan memanfaatkan botnet (robot) dan AI. Pembicara dari IBM pada RSA 2018 Conference di Singapura juga menekankan jika institusi anda tidak memanfaatkan teknologi seperti Data analytics dan AI, maka musuh anda dan hacker yang akan memanfaatkan. Risk yang disebabkan oleh kelemahan sebuah institusi menyebabkan identity theft; monetary theft (pencurian), masalah legal bahkan ekstremnya dapat mengancam eksistensi perusahaan.
Apresiasi Best IT dan Data Technology Governance diserahkan oleh Dirjen Inovasi, Kemeristek Dikti kepada beberapa bank, seperti Bank Sulselbar, Bank Riau Kepri, Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) dan lembaga Keuangan seperti Pegadaian dll. Apresiasi ini sangat penting agar masyarakat aware bahwa banyak institusi fintech dan perbankan di tanah air yang concerned (peduli) terhadap data governance terkait perlindungan data konsumen atau nasabah bank dan keamanan data terhadap serangan crackers dan adversory (penyerang) lainnya.
Bagaimana kaitan antara Big Data, AI dan Blockchain ? Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi big data dan semakin masifnya ledakan data, maka perkembangan data di darkweb dan deep web, sisi dan dunia hitam dari Internet pun juga berkembang pesat, sehingga terjadi banyak fraud, hoax, informasi palsu, post truth, dimana trust (kepercayaan) terhadap data yang disajikan semakin pudar. Disini peran Blockchain yang memiliki fitur trusted platform, transparansi, desentralisasi melalui distributed ledger diharapkan dapat mengembalikan trust dan kepercayaan terhadap informasi yang memiliki integritas, fakta dan dapat dipercaya. Ingat bahwa Bitcoin crypto currency lahir Januari 2009 oleh Satoshi Nakamoto dan meningkat pesat, karena masyarakat kehilangan trust terhadap mata uang fiat US dollar, sehingga teknologi blockchain menjadi sangat populer dan mulai banyak di implementasikan diberbagai sektor.
Panelist blockchain menjadi sangat menarik karena diikuti panelist dari manca negara dan pertanyaan awal moderator adalah bagaimana regulasi dimasing masing negara yang diwakili oleh para panelist. Australia tampaknya paling moderat dan liberal terkait blockchain. AS tampaknya moderat, namun untuk comply dengan regulasi terkait financial, perbankan-mata uang dan ICO sangatlah rumit. India awalnya juga lebih terbuka dan akomodatif, namun menjadi lebih ketat akhir akhir ini mengantisipasi fraud dan pelanggaran dibidang komunikasi elektronik.
StorDio memanfaatkan tempat penyimpanan atau storage bagi masyarakat, seperti halnya AirBnB menyediakan kamar, hotel dan ruangan tanpa memiliki satupun kamar dan semuanya adalah dari supply demand hotel dan komoditas tempat penyimpanan. Stordio juga memanfaatkan data supply dan demand seperti halnya AirBnB dibidang tempat penyimpanan atau storage.
Rohit Kumar pimpinan dari Rosebay Micronics selain menceritakan proyek aplikasi agrikultur seperti Vanila untuk mengetahui dari mana asalnya Vanila ini dan mutunya, agar terhindar dari vanila kualitas rendah dan harga tinggi. Rohit juga memaparkan studi kasus bagaimana aparat keamanan dan polisi dapat melakukan investigasi database yang terinkripsi dan memanfaatkan darkweb melalui TOR (The Onion Router) dan juga peserta blockchain yang sifatnya anonym dengan 256 character yang sulit dapat di profile dan di analisa meski terinkripsi. Solusi yang ditawarkan memanfaatkan AI. Patrick Guevara sebagai ahli hukum banyak berkomentar soal aspek legal dan hukum dari ICO.
DataGovAI Awards apresiasi pun tersebar ditanah air antara lain di Jambi, Banyuasin, Sulsel, Bekasi, Jateng, namun juga keberbagai penjuru dunia dari Nepal, India, Rusia hingga Silicon Valley. Apresiasi Memang momentum DataGovAI summit dan awards sangat pas dengan fenomena berbagai kejadian yang terjadi 2018 didunia siber.
Kepala BSSN, Mayjen (pur) TNI Djoko Setiadi berkenan memberikan apresiasi “Best IT dan Data Tech (DT) Governance“kepada dua bank terbesar di tanah air yaitu Bank BUMN, BRI dengan 24,802 ATM dan Bank Swasta terbesar, BCA dengan 17,624 ATM yang diterima oleh Nathalya Wani Sabu, EVP BCA dan tim HaloBCA. Tanpa Best IT dan Tatakelola DT yang baik, mustahil dapat mengelola dan mengamankan puluhan ribu mesin ATM dan ribuan kantor cabang diseluruh penjuru Nusantara. Bank BRI(#186) dan Bank BCA (#32) juga masuk dalam kategori World Best Employers, dari Laporan Forbes Global World Best Employees (Kompas:25/10), sedangkan DataGovAI memberikan Best IT & DT Governance 2018 Implementations. Success kepada semua penerima awards, ujar Chief Rudiantara, Menteri Kominfo Indonesia, semoga memberikan semangat governance yang lebih baik 2019. Tahun depan Indonesia akan segera memasuki era pesta demokrasi 2019, dimana Data Governance (Tatakelola Data) menjadi semakin krusial, agar kejadian Pemilu AS 2016 tidak terulang. Sampai jumpa di DataGovAI 2019.