JAKARTA, Komite.id – Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) mengunngkapkan kehadiran Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) sejak diundangkan enam tahun lalu telah berhasil mendatangkan investasi besar bagi industri data center di Tanah Air.
“PP 82/2012 sejak diundangkan itu telah berhasil menumbuhkan industri data center dan cloud computing di Indonesia. Data yang kami miliki menunjukkan investasi nasional di bidang data center mencapai lebih dari US$450 juta,” ungkap Ketua Umum Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO) Kalamullah Ramli.
Diungkapkannya, jika merujuk data yang disajikan Ipsos Business Consulting, pertumbuhan pasar data center di Indonesia naik dua kali lipat sejak 2015 hingga 2018 yaitu dari US$1,1 miliar menjadi US$2,3 miliar di tahun 2018. “Anggota IDPRO sebagai pelaku langsung, yang menguasai 80% lebih market share, juga sangat mengetahui beberapa pemain data center dan cloud asing sudah dan sedang berancang berinvestasi di Indonesia, sebagai manfaat positif dari PP 82/2012,” paparnya.
Diingatkannya, jika Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ngotot mengajukan perubahan terhadap PP PSTE dengan mengklasifikan data atas tiga tingkatan, maka bisa jadi potensi investasi yang harusnya datang ke Indonesia malah menghilang. “Akibat rencana revisi ini, sebagian pelaku bisnis Data Center dan Cloud dari luar Indonesia malah menahan diri dari rencana investasinya. Karenanya konsistensi dan ketegasan Pemerintah sangat kami harapkan dalam menjalankan regulasi,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Prof Mulli ini menilai selama ini dari tahapan rencana hingga penyusunan draft revisi PP 82/2012 belum disertai kajian yang mendalam. Paling tidak, belum ada kajian dari pihak pemerintah yang dibuka kepada publik, sebagai bagian dari transparansi kebijakan publik. Menurutnya, bila memang ada kajian yang mendalam dan akan menguntungkan industri nasional, semestinya Kominfo tidak perlu segan mengundang IDPRO yang mewadahi mayoritas pelaku bisnis data center dan asosiasi lainnya di bidang Cloud Computing dan Big Data, yang akan terdampak langsung dari perubahan PP 82/2012 ini.
Berbicara tentang Big data yang menjadi trend dunia saat ini adalah data2 yang dikumpulkan melalui aktifitas sehari- hari rakyat Indonesia melalui berbagai media seperti social media, FB, WA, kumpulkan hasil waze, Instagram, google drive dan banyak lagi. Semua data ini dianalisa sesuai kebutuhan akan menjadi informasi yang nahal nilainya sebagaimana dinyatakan bahwa “Siapa menguasai Informasi, maka dialah yang akan menguasai dunia.” Demikian pentingnya data itu ada di wilayah Indonesia.
PP 82/2012 dapat menjamin perlindungan data pribadi warga negara Indonesia, memudahkan penegakan hukum atas kejahatan mutakhir melalui rekam jejak digital, selain memberi peluang besar bagi Negara mengawasi transaksi digital di bidang ekonomi dan perbankan. Dengan PP 82/2012 Kedaluatan Data/Informasi dapat terjaga mengingat persaingan ke depan adalah data/informasi. Jika data ada di luar maka negara tidak berdaulat lagi krn data warganegara Indonesia dan data negara Indonesia sewaktu-waktu bisa diitahan (di-freeze) oleh negara lain.
Data- data tersebut dikumpulkan dan dapat dianalisa menjadi berbagai macam kesimpulan dan menjadi informasi mengenai berbagai hal tentang rakyat Indonesia pada umumnya, dan hal tertentu seperti lapangan pekerjaan, hobby, minat yang akhirnya kepada statistik demografi, sosial, ekonomi pada khususnya. Analisa mengenai subjek menurut agenda dari unsur-unsur tertentu dan untuk kelentingan pihak-pihak tertentu.
Dengan demikian dapat dibayangkan kemungkinan-kemungkinan dan dampaknya. Terlebih lagi kalau data itu tidak ada di Indonesia. Betul sekali bahwa, di era digital ini data bisa berada di manapun, tetapi kalau data utama saja tidak di indonesia dan dimiliki oleh negara-negara lain, dapat dipastikan Indonesia tidak bisa berkompetisi denan negara-negara lain.
Jadi bagaimana dengan cloud? Cloud perlu data center untuk menyimpan data, dan perusahaan cloud memiliki atau menyewa data center di berbagai negara. Dengan mengharuskan pusat data utama milik rakyat indonesia ada di Indonesia, akan sangat membantu menjaga kedaulatan rakyat dan negara. Dengan membiarkan data di luar Indonesia, negara ini harus bergantung kepada hukum di negara-negara yang bersangkutan. Dengan adanya data utama di Indonesia, dan memberikan syarat-syarat tertentu untuk penggunaan di luar negeri, maka Indonesia bisa memvalidasi dalam menggunakan data utama.
Intinya PP ini sudah bagus, namun belum diterapkan sampai tuntas. Bagaimana bisa dievaluasi jika belum diterapkan? Apakah ada hasil evaluasi kebijakan yang terbuka sehingga memunculkan kesimpulan perlu diubah? “IDPRO siap berdiskusi mengenai keuntungan bangsa ini dari aspek teknis data center, perlindungan warga negara, kemandirian ekonomi, kedaulatan data, penegakan hukum di era digital, serta pertahanan dan keamanan negara, bila lokasi data tetap berada di teritori negara dan kerugiannya bila ditempatkan di luar teritori Indonesia,” pungkasnya. (red)