Jakarta, Komite- Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu, khususnya minyak atsiri dan produk turunannya, Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menggelar Focus Group Discussion (FGD). Tujuannya untuk melakukan pemetaan potensi dan koordinasi dengan para stakeholder dalam pengembangan minyak atsiri secara nasional.
Direktur Inovasi Industri, Dirjen Penguatan Inovasi, Kemenristekdikti, Santosa Yudo Warsono mengatakan FGD bertujuan mengoptimalisasi lahan dan diversifikasi usaha untuk meningkatkan kinerja serta kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan sebagai paradigma baru pengelolaan hutan produksi lestari.
Saat ini, minyak atsiri intensif dikembangkan dengan melibatkan kalangan kampus seperti Universitas Brawijaya yang bekerja sama dengan Pemkab Blitar dan Trenggalek di Jawa Timur. Mereka berhasil mengembangkan penyulingan minyak atsiri dengan metode ekstraksi. Sedangkan bahan baku tanaman atsiri bisa dibudidayakan dengan memanfaatkan lahan kosong di antara tegakan tanaman hutan dan pekarangan.
Dari berbagai riset yang selama ini dilakukan mulai mampu membawa komoditi minyak atisiri menjadi produk hilir yang memberi nilai ekonomi lebih tinggi. Jika dikembangkan dalam skala besar, inovasi ini mampu memberi nilai tambah bagi petani pembudidaya.
“Karena itu, kami akan terus mendorong lembaga-lembaga litbang dan pergurun tinggi agar bisa fokus mengembangkan bibitnya sampai teknologi pengolahannya sehingga menjadi minyak tunggal. Apalgi, ndonesia saat ini menjadi negara nomor 4 penghasil minyak atsiri,” kata Santosa Yudo Warsono pada acara FGD tersebut di Rumah Bali Kampoeng Djamoe Organik Martha Tilaar, Cikarang, Bekasi, Jumat (30/11).
FGD tersebut dihadiri sekitar 50 peserta dari berbagai industri dan institusi terkait, antara lain Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dewan Atsiri Indonesia, dan lain-lain.
Diketahui, Indonesia memiliki potensi pasar dalam negeri yang cukup besar untuk membangun industri flavour dan fragrance, sehingga pasar minyak atsiri tidak mutlak tergantung dengan pasar ekspor, tetapi tercipta melalui kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu maka lambat laun dimulai dari yang sederhana kebutuhan flavour dan fragrance di dalam negeri akan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, ketimbang impor produk jadi yang menguras banyak devisa.
Masih menurut Santoso, FGD tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi, sehingga perguruan tinggi atau lembaga litbang, mampu mengembangkan pilot-pilot skala yang ekonomi, sehingga dengan skala ekonomi ini hubungan antara lembaga litbang, masyarakat, dan indsutri bisa berlangsung secara kontinyu. “Nah, melalui FGD ini, kami ingin memetakan, agar lembaga-lembaga litbang dan perguruan tinggi yang sudah mempunyai minyak tunggal, untuk dikolaborasikan dengan industri,” katanya lagi.
Beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang dapat ditemui di kawasan hutan antara lain kayu putih, kenanga, ylang-ylang, masoi, gaharu, nilam dan seraiwangi. Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils, atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian, bahkan putik bunga.
“Setidaknya ada 150 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional, dan 40 jenis di antaranya dapat dipoduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang sedang dikembangkan di Indonesia,” terangnya.
Sementara itu, Martha Tilaar Foundation, Kilala Tilaar, menambahkan, kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa (penyedap rasa/flavour) maupun pewangi. ‘Saat ini membina 400-an petani dari berbagai daerah seperti Poinorogo dan Sukabumi. Mereka sudah dididik tentang metode budidaya tanaman bahan baku atsiri,” kata Kilala.
Industri kosmetik dan parfum menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pewangi pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan partfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perasa atau menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, dan pembunuh bakteri.
Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida. “Di Indonesia, kebutuhan minyak atsiri oleh industri sangat tinggi. Tercatat, sebanyak 45 persen kebutuhan minyak atsiri masih impor,” ujarnya. (red)