Jakrta, Komite.id – Pedagang seluler mengalami kerugian yang cukup besar. Melalui asosiasi pedagang seluler, Kesatuan Niaga Celluler Indonesia (KNCI), mereka mengeluhkan bahwa bisnis mereka hancur akibat penerapan registrasi prabayar yang ketat.
KNCI mengeluh jutaan nomor hangus karena tidak bisa diregistrasi dan pedagang seluler menelan kerugian setidaknya Rp500 miliar.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, Semuel Abrijani Pangerapan merasa perlu mengecek model bisnis antara pedagang dengan operator seluler.
Menurutnya, hangusnya kartu SIM dari pedagang seluler periode 21-23 Februari 2019 itu bisa saja berhubungan dengan kontrak kerja antara kedua belah pihak.
“Tanyain itu dia menjualnya menjual SIM card-nya siapa, kontrak kerjanya gimana, itu ngomongnya kontrak kerja,” kata Semuel, kepada awak media di Jakarta, Selasa 26 Februari 2019.
Menurutnya, BRTI hanya berurusan dengan operator, sedangkan pedagang berhubungan dengan perusahaan telekomunikasi. Aturan pada operator dibuat karena ada izin yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah.
Sanuel mengakui, setiap aturannya pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan. Namun dia meyakinkan aturan yang dibuat untuk kepentingan masyarakat.
“Kami hanya membuat satu aturan bagaimana yang namanya aturan ini bisa melindungi seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya KNCI merasa rugi dengan aturan yang dibuat oleh BRTI. Ketetapan BRTI salah satunya melarang registrasi prabayar dengan jumlah tidak terbatas dan tanpa hak serta melawan hukum.
Akibat dari aturan itu, ada penghangusan nomor pada 21-23 Februari 2019 yang dimiliki outlet seluler di seluruh Indonesia. Kartu yang hangus itu masih dalam masa aktif. Namun tidak bisa teregistrasi menggunakan NIK dan juga KK. (WS)