Jakarta, Komite.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menutup perusahaan financial technology (fintech) yang memberikan pinjaman uang secara online pada konsumen secara ilegal. Hingga saat ini OJK telah menutup 600 lebih Fintech.
”Kami punya mandat melindungi konsumen,” tegas Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Investasi Unicorn untuk Siapa?”, bertempat di Ruang Serba Guna Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Menurutnya, kemajuan teknologi itu tidak bisa kita bendung. “Teknologi ini sudah merubah perilaku dan kepercayaan orang, ini berlaku di sektor keuangan. Kami dari OJK tidak akan melarang itu, bagaimana masyarakat mendapat teknologi itu.
Yang kedua bagaimana kita bisa memonitor dengan jelas dan kita bisa memberikan koridor. Bagaimana mereka operasinya itu sampai tujuan, jadi masyarakat bisa mendapat manfaat, harga murah dan juga mereka tidak dibohongi dalam arti mereka dilindungi,” tukas Wimboh lagi.
Ia menambahkan, karena OJK punya mandat melindungi konsumen maka OJK memberikan koridor.”Koridor itu bukan membatasi. Tapi kami memberikan jalurnya sehingga OJK keluarkan kebijakan. Berupa kebijakannya secara umum dapat diyakini dan dipahami oleh semua fintech provider, dan market product secara transparan dan harus ada yang bertanggung jawab. Tentunya tidak boleh melanggar UU yang ada. Jadi bagaimana kaidah-kaidah itu dipahami. Tanpa itu bisa menjadi liar sehingga konsumen merasa tidak dilindungi,” jelas Wimboh.
Selanjutnya, Wimboh menjelaskan bahwa semua dimaksudkan agar keinginan konsumen tercapai, maka kebutuhan masyarakat terpenuhi.”Ini merupakan potensi yang sangat luar biasa.Memang tidak semua pihak bisa mendaftar, karena mendaftar perlu ada komitemen, jadi asosiasi fintech sudah sepakat menerapkan itu. Tinggal bagaimana fintech provider melaksanakannya.”
Lebih lanjut Wimboh menegaskan bahwa perusahaan fintech illegal yang ditutup sudah ada 600 lebih.”Fintech yang kami tutup karena tidak mendaftar ke OJK. Nah, maka segera mendaftar agar jadi legal,” tegasnya.
”Sekarang ini banyak masyarakat yang euphoria dengan pinjaman online. Pinjam itu cepat meskipun mahal, untuk itu sekarang terjadi beberapa assasement, nah makanya jika ada masyarakat yang tidak terlindungi kita panggil orangnya,” tukas Wimboh.
“Kami melihat Indonesia yang mempunyai potensi besar melakukan pinjaman online, dan 40% masyarakat Indonesia belum mempunyai rekening sehingga potensinya besar. Karena kalau pinjaman formal ada jaminan, ada prosedur, sehingga lama. Kami harapkan assasment-nya kita mitigasi, dan ini potensi besar sekali,” tambah Wimboh.
“Indonesia merupakan contoh di dunia, dan kita selalu sampaikan ini segara akan ada prinsipal yang disepakati. Ini akan menjadi agenda di 2019, kita akan aktif disitu karena kita punya pengalaman. Kita memberikan koridor agar kepentingan masyarakat terlindungi,” pungkas Wimboh . (*/WS)