Drg. Angela Shirley: Siapkah kita menjalani ‘New Normal’

0
2654
Drg. Angela Shirley Sindhunata, Chief Operations PT. Micronics Internusa

Siapkah kita menjalani ‘New Normal’: Belajar dari Pandemi. Apa yang harus kita siapkan agar kita siap?

Jakarta, Komite.id – Tatanan baru yang disebut new normal adalah fase normal baru untuk beradaptasi dengan COVID-19. Lantas, Mengapa harus segera diterapkan di Indonesia? Perekonomian menjadi alasan utama dimana sektor ekonomi sudah begitu mengkhawatirkan. Pasalnya, jika tidak segera diterapkan New Normal akan ada lebih banyak pekerja yang menjadi korban, dari sekian juga yang sudah di pemutusan hubungan kerja (PHK)/ dirumahkan, pendapatan turun, daya beli melemah, tabungan mulai menyusut dan konsumsi masyarakat pun ikut menukik cukup tajam.

Konsumsi yang biasanya menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bisa anjlok dan efeknya bisa memicu konflik sosial. Melihat angka indikator ekonomi Indonesia karena dampak COVID 19 dan pekerja di Indonesia itu 55 – 70 Juta dari 133 Juta orang adalah pekerja Informal yang paling terdampak di dalam COVID 19 dan tenaga kerja yang terdampak COVID-19 kini sudah mencapai sekitar 3.05 Juta orang per tgl 2 Juni 2020 kemarin. Diperkirakan akan ada tambahan angka pengganguran hingga 5.23 Juta jiwa dan dalam skenario sangat berat angka kemiskinan bertambah 4.86 Juta orang di tengah pandemi. Kondisi–kondisi ini harus segera diantisipasi pemerintah pada saat pandemi ini, Pertumbuhan Ekonomi yang merosot yang akhirnya juga berimbas pada ketersediaan lapangan kerja hingga kemiskinan.

Penyusuan Protokol Industri diharapkan disamakan tetapi tanpa mengubah spesifik-spesifik di industri–industri tersebut yang tetap mengacu pada standar penanggulangan COVID 19, seperti menerapkan jaga jarak, selalu menggunakan masker selama beraktivitas dan berada di luar rumah dan cuci tangan.

Tidak ada pilihan untuk tidak berubah. Di sinilah, pola hidup baru atau new normal akan diimplementasikan. Lalu apa sih new normal itu? Siapkah kita menjalani ‘New Normal’ Setelah ada tatanan Normal Baru, diikuti aturannya dan protokolnya pun akan baru. Publik dan warga negara diharapkan juga mengikuti aturan baru. Bagaimana Negara yang mengeluarkan aturan agar dapat melakukan tugasnya dengan maksimal? Bagaimana pemerintah bisa membuat regulasi yang dapat dipercaya, cepat mengambil keputusan dengan bijak dalam satu alur pintu yang sama. Tak terkecuali, aturan-aturan seperti Social Distancing, Health Safety ini harus direspons dengan cepat oleh aparat–aparat birokrasi terkait.

Namun sayang ada sebagian masyarakat yang tidak siap dengan perubahan baru dikarenakan minimnya sosialisasi tentang hal atau skenario apa yang tercakup dalam perubahan itu sehingga terbentuklah mind set individu yang akan berdampak pada mind set sosial. Tentu Timbul pertanyaan, apakah masyarakat kita benar–benar memahami apa itu Normal baru? Bagaimana penerapan dari Normal baru? Seberapa penting peran serta aparat yang berwenang untuk mensosialisasikan dalam koridor satu pintu yang sama. Pentingnya masyarakat untuk mendisiplikan diri sendiri. Memiliki kesadaran diri sendiri untuk menerima hal-hal baru, mau beradaptasi dengan cara-cara baru.

Drg Angela Shirley Sindhunata selaku Chief Operations PT. Micronics Internusa mengatakan, mind set Individu yang dibutuhkan dalam melakukan ‘New Normal’ adalah mind set yang harus siap menghadapi kesulitan maupun benturan. “Normal Baru yang akan kita hadapi dalam keseharian ada kasat mata yang kelihatan dan ada turunannya. Yang kasat mata itu adalah ‘The New Normal’ yang sebelumnya pada saat terjadi tragedi 911, dimana setelah itu semua perkantoran wajib memiliki Xray Security Scanner (Detektor Metal dan bahan peledak). Itu adalah SECURITY.

Nah, yang terjadi di Pandemi Covid 19 adalah Health Safety. Alur protokolnya nantinya mengenai pengukuran suhu tubuh dan ada wacana pengeluaran Passport Imunitas kekebalan tubuh, bagi mereka yang memiliki kekebalah imunitas daya tahan tubuh, mungkin harganya akan berbeda, mungkin perlakuannya akan berbeda terhadap mereka yang memiliki kekebalan itu. Sedangkan yang tidak kasat mata dan tidak kelihatan adalah Social & Physical Distance. “Orang yang tadinya dalam satu kantor ruangannya cubicle, bersebelahan sekarang jika harus menjadi 3 – 4 meter jarak per orang artinya berarti hanya 1/3 dari total employee yang ada yang bisa berkantor atau sisanya harus bekerja dari rumah apabila diterapkan protokol seperti itu,” ujar Angela.

Lebih jauh Angela menambahkan, Local Tourism akan menjadi lebih penting, dimana akan bermunculan tempat  destinasi wisata baru dan menjadi  pilihan di dalam negeri. Karena untuk keluar negeri, hambatannya banyak sekali begitupula dengan diskriminasi nya. Terutama negara – negara yang dianggap kurang memperhatikan masalah Health Safety. Bagi negara – negara yang ketat itu akan lebih dilonggarkan. Dibelakang ini akan ada banyak sekali hal termasuk Industri Kesehatan akan turut berubah juga profil nya.

“Siapapun harus mempersiapkan diri karena ini semua adalah Teknologi. Yang diperlukan saat ini adalah kecerdasan menggunakan tekhnologi, bukan hanya pengetahuan semata. Jika kita mempersiapkan diri dan kita memiliki staf yang aktif menggunakan tekhnologi, maka akan lebih cepat menangkap opportunity. Micronics bersama ABDI membantu klien menyelenggarakan sistem webinar, webMeeting, distance learning dan kolaborasi,” katanya seraya menambahkan, cerdas itu diperoleh karena ditempa oleh kehidupan. Tentunya, kecerdasan ini tidak bisa didapat seketika, ternyata bisa juga dilatih dan diasah di sekolah,” tutur Angela yang sempat mengenyam pendidikan menengah pertama dan menengah atas di Mission Viejo, California Amerika Serikat (AS).

Saat ini, kata Angela, sekolah–sekolah baru yang dilatih dengan cara–cara tertentu, sekarang sudah menggunakan kecerdasan–kecerdasan baru. Kecerdasan baru yang dituntut saat ini  antara lain: Pertama, Kecerdasan Tekhnologi: kita tidak bosan melakukan update terhadap teknologi. Kedua, Kecerdasan Kontektual: bagaimana kita dituntut untuk cepat membaca konteks. Ketiga, Kecerdasan Sosial dan Emosional: Anak – anak sekarang banyak sekali menghabiskan waktunya di depan gadget tetapi tidak bisa mengendalikan emosi dan hubungannya dengan orang lain.

Terkait dengan kecerdasan kontektual, Ibu dari seorang putri remaja dan memperhatikan bahwa generasi putrinya dan pendidikan generasi saat ini memerlukan sarana yang baik untuk  mensupport kombinasi kecerdasan kontektual dan kecerdasan emosional sosial yang tepat khususnya di lingkungan sekolah  agar jangan sampai sekolah menjadi sarana untuk bullying.

Angela yang menyelesaikan S1 Pendidikan Dokter Gigi Universitas Trisakti ini, memberikan beberapa Tips untuk anak–anak muda yang sedang mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan normal baru. Berikut point-point yang harus dipahami anak muda saat menuju new normal. 1. Kita harus mau susah, jika ada yang mengatakan itu susah. Ya itu susah, tetapi bisa. Jangan dibalik bisa tetapi susah. 2. Kita jangan kaku. Jangan sekali–kali kaku, Pemimpin juga susah.

Pastinya, lanjut Angela, untuk menyikapi perubahan yang cepat, Masyarat bisa dengan cepat beradaptasi menyesuaikan protocol kesehatan atau tata cara  yang berlaku, aparat-aparat birokrasi bisa mensosialisasikan, mendeliver dengan tepat seperti Social Distancing dan Health Safety disesuaikan dengan kondisi di lapangan. 3. Harus punya moral intelligence, kecerdasan bekerja dengan nilai–nilai. “Siapapun yang naik ke atas itu bukan karena kepintarannya namun karena Kepercayaan yang diperoleh. Menjaga kepercayaan karena Anda adalah orang–orang yang menjaga integritas,” tegasnya.

Nama Angela sendiri sebenarnya adalah wajah lama di Micronics Internusa. Sebelum berlabuh di Micronics, wanita kelahiran Semarang dan menghabiskan masa kecil di Semarang dan juga Solo ini, mengaku sudah bekerja sejak usia 15 tahun paruh waktu di Taco Bell, A.S sebuah gerai franchise fast food yang cukup terkenal. Begitupun juga saat masa kuliah, Angela bekerja sebagai tenaga pengajar dan mengurusi management untuk lembaga edukasi komputer internasional franchise dari AS yaitu Future Kids yang pada saat itu melatih dan mendidik anak-anak dari usia 3 thn – 16 thn menggunakan Software Komputer. Setelah selesai pendidikan S1 Pendidikan Dokter Gigi, Angela juga sempet bekerja di Puskesmas Karawang Barat selama 3 tahun sebagai Dokter Gigi dan menjalani praktek sebagai Drg. di salah satu klinik gigi di Jakarta. (red)