Jakarta, Komite.id- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melakukan survei terhadap lebih dari 500 anggotanya yang dilakukan pada 8 Mei 2020 sampai dengan 10 Juni 2020. Survei ini dilakukan terkait dengan dampak Covid-19 terhadap jalannya bisnis serta langkah yang dilakukan anggota APJII menghadapi pandemi ini.
Dalam survei tersebut, terlihat dampak Covid-19 mengakibatkan sebagian besar kontrak kerja menjadi batal atau restruktur ulang perjanjian. Problem ini tentunya mengakibatkan mayoritas pendapatan anggota menurun drastis. Hasil survei menyebutkan bahwa 34,5 persen telah terjadi pembatalan dan restruktur (penundaan kontrak) yang dialami anggota APJII. Akibatnya, 44,8 persen pendapatan anggota turun hingga 30 persen.
Pandemi yang entah kapan selesai ini, secara tidak langsung mengancam keberlangsungan usaha yang dilakukan oleh anggota APJII. Sejak pemerintah mengimbau masyarakat untuk belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah pada Maret lalu, roda bisnis anggota APJII pun mulai melambat.
Hal ini lantaran 70 persen bisnis anggota APJII bertumpu pada sektor korporat atau B2B. Alhasil, sebanyak 22,3 persen anggota APJII memutuskan untuk menutup lebih dari 50 persen lokasi operasionalnya. Bahkan, 5,9 persen anggota dari organisasi internet terbesar di
Indonesia ini terpaksa harus gulung tikar karena pendapatan yang diterima tidak cukup untuk mendukung operasional.
“Meski demikian, masih ada 31 persen anggota APJII yang menjawab seluruh lokasi operasional berjalan seperti biasa. Namun, hal itu bagi anggota adalah sesuatu yang dinamis di situasi seperti sekarang ini,” ujar Ketua Umum APJII, Jamalul Izza.
Walaupun begitu, anggota APJII tetap pada komitmen untuk melayani pelanggan semaksimal mungkin seperti sebelum bencana wabah melanda. Hal itu dibuktikan dari 77 persen para anggota APJII tetap mewajibkan karyawannya bertugas khususnya untuk divisi yang menangani pelayanan pelanggan.
Sementara itu di sisi lain, meski hampir seluruh anggota APJII melakukan efisiensi seketat mungkin, hak-hak karyawan tetap dibayarkan.
Mulai dari upah sampai dengan THR. Meskipun ada beberapa anggota APJII yang terpaksa harus memangkas upah dan THR karyawan disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan. “Akan tetapi, 88,5 persen anggota APJII tetap berusaha untuk mempertahankan karyawannya agar tidak di-PHK,” jelasnya.
APJII memahami bahwa kondisi ini juga dialami oleh seluruh sektor. Tidak hanya terjadi di sektor internet semata. Namun APJII berharap, pemerintah memberikan keringanan untuk sektor penyelenggara jasa internet supaya bisa terus beroperasi sekaligus membantu pemerintah dalam pemerataan akses internet ke seluruh penjuru negeri.
“Ada beberapa suara yang ingin disampaikan oleh anggota APJII kepada pemerintah terkait dengan keringanan di masa sulit,” kata Jamal.
Bentuk keringanan itu, kata Jamal, antara lain:
(1). Penundaan pembayaran BHP USO
(2)penundaan pembayaran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, (3)Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai
(4) Pengurangan Pajak Penghasilan sangat mendesak untuk Mengurangi
Beban Perusahaan
(5) Pemerintah menjadi Motor Penggerak agar Perusahaan dapat Mampu Bertahan Melalui Deregulasi Sementara
(6) Pemberian Bantuan Likuiditas dari Perbankan dengan Bunga Rendah, dan
(7) Mempercepat Berakhirnya PSBB dan WFH oleh Pemerintah.