Dharma Pongrekun
Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Direktur Narkoba Bareskrim Polri (2015)
Jakarta, Komite.id- NARKOBA (narkotika dan obat-obatan) adalah kelompok senyawa yang mengakibatkan efek halusinasi, penurunan kesadaran, dan kecanduan. Meskipun bahayanya sudah diketahui, tetap saja tidak mengurangi jumlah pemakainya. Sedangkan di era online saat ini, gadget telah menjadi candu baru yang sangat membahayakan, terutama bagi anak-anak, karena menimbulkan gangguan perkembangan otak, serta masalah kesehatan mental dan perubahan perilaku. Mereka bahkan akan menjadi agresif dan mudah tersinggung jika orang tua tidak memberi mereka akses menggunakan gadget.
Terpapar gadget untuk waktu yang lama akan menghilangkan kesempatan bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan dasar lainnya, seperti tidak dapat bermain secara mandiri atau dengan teman sebaya mereka, kehilangan kesempatan untuk berpikir secara mandiri, kehilangan waktu membaca dan menulis, bahkan memiliki risiko kesehatan serius yang mematikan.
Kecepatan konten di media, membuat anak-anak tidak dapat fokus pada satu hal dan mudah berganti fokus. Hal ini menurunkan kemampuan konsentrasi dan memori, sehingga anak susah memusatkan perhatian. Hal ini disebut “pikun digital”.
James McNamee dari Lembaga Kesehatan Kanada, memberi peringatan pada 2011 lalu bahwa: “Anak-anak lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan orang dewasa, karena otak anak dan sistem imun mereka masih berkembang. Jadi, kita tidak bisa mengatakan bahwa risiko pada anak sama dengan risiko pada orang dewasa”.
Pada bulan Mei 2011, WHO sendiri memasukkan gadget dalam kategori risiko 2B (penyebab kemungkinan kanker), karena radiasi emisi yang dikeluarkan oleh gadget tersebut. Donald Hilton Junior, seorang ahli bedah otak dari University of Texas menyampaikan, gadget merusak lima bagian otak, sedangkan Narkoba (narkotika dan obat-obatan) merusak tiga bagian otak. Hal ini menunjukkan gadget dua kali lebih berbahaya dari narkoba. Berikut lima bagian otak yang dirusak oleh gadget: otak depan, otak besar, otak kanan depan, dasar otak depan, dan otak kecil.
Para ilmuwan tersebut telah mengatakan bahwa akibat kecanduan gadget, anak-anak di seluruh belahan dunia telah banyak yang menderita gangguan mental akibat SDD (screen dependency disorder), bahkan WHO sendiri pada 18 Juni 2018, menerbitkan dokumen ICD-11, yang merupakan revisi dari dokumen sebelumnya, ICD-10 terbitan pada 1990. Dokumen ini digunakan oleh para tenaga kesehatan untuk mengategorisasi kecanduan game online (6C51 Gaming Disorder) sebagai penyakit.
Apa yang Bisa Orang Tua Lakukan?
Pertama, aktivitas terbaik untuk mengatasi dampak kecanduan ponsel adalah dengan melatih sel-sel tubuhnya agar cerdas kembali, hingga dapat mencapai potensi fitrahnya melalui latihan jasmani khusus (detail teknik cara melakukannya lebih baik kita bahas di pertemuan langsung). Tubuh yang cerdas tahu apa yang dibutuhkannya untuk pulih. Profesor Robert W. Lovett dari Harvard Medical School adalah salah satu tokoh yang mengajarkan penggunaan kecerdasan tubuh. “Dengan teknik khusus, tubuh bisa ditanya dan mampu memberikan jawaban yang objektif. Bila suatu hal (fasilitas, metode, produk, lingkungan atau bahkan team) tidak dibutuhkan tubuh, karena tidak baik untuk kesehatan, hasil tes akan melemahkan tubuh. Sebaliknya, bila baik untuk kesehatan, hasil tes akan menguatkan tubuh.”
Buktinya, menempelkan gadget ke telinga atau area dada dekat jantung, radiasi gadget akan melemahkan tubuh saat dites dengan metode tersebut. Pertanda sel-sel tubuh yang cerdas mampu mengenali bahaya gadget yang radiasinya ternyata melemahkan potensi tubuh.
Jadi, sebelum terlanjur kecanduan ponsel, segera alihkanlah fokus perhatian anak pada aktivitas bersama teman sebayanya, agar ketergantungan anak-anak pada gadget tidak melemahkan potensi tubuh sehingga menjauhkan anak-anak dari fitrahnya. Tubuh yang melemah akibat dari gempuran gelombang radiasi ponsel yang terus-menurus, akan melemahkan tubuh dan berdampak pada hilangnya kemampuan alami sel dalam memproteksi dirinya. Sel-sel menjadi bloon dan bila sel sudah bloon, maka tubuh akan kehilangan “Body intellegent” (kecerdasan tubuh), sehingga tak lagi mampu memproteksi dirinya dari hal yang melemahkan tubuhnya seperti ponsel.
Maka sebelum terlanjur kecanduan, segera gantikan dengan aktivitas yang membuat mereka dapat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, agar anak-anak dapat mengembangkan kemampuan sosial dan emosi di antara mereka. Fitrahnya manusia adalah berkumpul. Bila manusia hidup sesuai fitrahnya, mereka akan tumbuh dengan potensi tubuh optimal. Jika anak tidak pernah berinteraksi dengan teman-temannya, karena sibuk dengan ponselnya, maka dikhawatirkan dia akan tumbuh menjadi pribadi yang potensi tubuhnya lemah. Padahal, potensi tubuh yang kuat optimal adalah dasar sukses. Hal tersebut juga akan menghilangkan rasa aman dan percaya diri pada diri anak ketika memasuki lingkungan yang baru, bahkan menurunkan kemampuan untuk mampu berinteraksi dengan orang baru.
Kedua, bertindaklah tegas terhadap anak, idealnya jangan biasakan beri hadiah ponsel pada anak kecil agar mereka tidak punya kebiasaan akses internet. Bila kondisi mengharuskan anak memiliki ponsel, bekali “ponsel jadul” yang tidak bisa akses internet, lalu jaga jangan sampai terhubung dengan aplikasi dan games yang akan membuat kecanduan.
Tidak bisa dipungkiri, jika memainkan games atau mengecek akun sosial media merupakan salah satu hal yang menyenangkan. Eits, tapi tunggu dulu! Hal yang menyenangkan belum tentu bermanfaat. Hati-hati dengan ponsel kita. Semakin anak kita menyukai sebuah aplikasi di ponsel kita, maka semakin besar kemungkinan anak kita akan terus membukanya, dan akibatnya anak kita malah jadi ketergantungan pada gadget gara-gara kita.
Untuk mencegah hal itu terjadi, kita bisa meng-uninstall aplikasi-aplikasi yang bisa mengakibatkan kecanduan seperti games yang ada di gadget kita dengan tujuan agar keinginan anak kita untuk membuka dan mengambil gadget kita, bahkan tanpa setahu kita untuk membuka aplikasi tersebut bisa berkurang, karena telah dihapus dari gadget. Tidak adanya aplikasi tersebut, maka anak kita jadi tidak punya dorongan lagi untuk selalu berkutat pada gadget.
Pesan
Tegaslah, jangan sampai terlambat. Bimbing anak-anak kita, bukan memanjakan. Ketegasan orang tua betul-betul dibutuhkan agar anak kita dapat terbebaskan dari yang namanya kecanduan gadget yang dapat merusak lima bagian otak dan menghambat perkembangan otak anak. Ingat, masa depan anak kita tergantung pada keputusan kita saat ini.
(red)