After Sales Service Handal, Micronics Optimis Mampu Bertahan di Masa Pandemi

0
2380

Jakarta, KOMITE.ID – Pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai sektor, termasuk industri information technology (IT). Hal itu dirasakan juga oleh perusahaan Micronics Group di Indonesia. Pemangkasan anggaran membuat banyak perusahaan maupun instansi/lembaga pemerintah mengurangi belanja hardware. Namun dengan dukungan after sales service yang handal, Director of Enterprise & Product Micronics Group, Helmy Dardo optimis kondisi akan membaik.

Helmy mengungkapkan, pandemi Covid-19 berdampak menurunnya penjualan produk Micronics Group. Penyebabnya, banyak perusahaan yang melakukan pemotongan anggaran dan meminta tempo pembayaran agak lama, misalnya yang sebelumnya tanggal jatuh tempo 1 bulan diundur menjadi 3 bulan. “Beberapa perusahaan di masa pandemi ini, banyak yang kesulitan keuangan untuk pembayaran termin, sehingga pelanggan minta dilakukan perpanjangan,” tuturnya.

Tak hanya itu, banyak proyek pemerintah yang ditunda pengerjaannya karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) difokuskan ke dana bansos dan penanganan penyebaran Covid-19. Namun beberapa proyek seperti dari PT Pertamina masih berjalan karena mereka independen dan tidak tergantung APBN. Pun, beberapa perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) juga masih rutin melakukan order produk produk Server dan Workstations dari Micronics Group. Menurut Helmy, PMA diklasifikasikan sebagai global customer, yakni perusahaan asing yang memiliki cabang di Indonesia, sementara kantor pusatnya berada di Singapura, Amerika, Eropa, dan lain-lain. Contohnya, PetroC, Mattel, Schlumberger, P&G, Freeport dan lain-lain.

Meskipun begitu, nilai proyeknya juga mengalami penurunan signifikan dari sebelumnya melayani 60 PMA menjadi 30 PMA. “Perusahaan asing kan sangat straight untuk work from home (WFH). Mereka punya protokol kesehatan yang begitu ketat. Jadi mereka lebih ke safety employee dan safety matur lebih ketat untuk kesehatan. Mereka mending tutup selamanya daripada tetap running,” tutur Helmy. Sementara, perusahaan lokal seperti BUMN dan swasta juga banyak yang melakukan pemotongan anggaran. Pendapatan mereka berkurang drastis sehingga mau tak mau melakukan pemangkasan karyawan dan ujung-ujungnya tidak melakukan penambahan unit.

Pandemi Covid-19 juga menyebabkan event-event akbar atau event tahunan banyak yang ditunda dan akan diprioritaskan pada tahun depan, yakni tahun 2021. Hal ini berdampak pada rilis produk-produk baru karena kebanyakan costumer mau touch and feel. “Pasalnya, kebanyakan yang hadir dalam event-event tersebut adalah IT manager dari sebuah perusahaan yang menentukan budgeting, spending, dan meremajakan IT equipment. Mereka harus dapat masukan produk apa yang akan discontinue atau akan dilaunching. Jadi mereka bisa bikin skema rencana anggaran belanja untuk tahun depannya,” terang Helmy pernah bekerja sebagai engineer sebuah IT Company di Australia.

Selanjutnya IT Manager akan hadir di event tersebut untuk refresh produk knowledge. Di masa pandemi, event lebih banyak dilakukan melalui webinar yang hanya bisa review tanpa bisa pegang produk, sehingga penyerapan produk knowledge-nya akan drop. Padahal normalnya, melalui seminar atau exhibition, mereka bisa membangun network.
Memasuki semester II 2020, lanjutnya, seharusnya ada anggaran sisa yang di-spending, kalau tidak budget-nya akan dipotong. Misalnya, mereka spending U$D 500 ribu pertahun untuk peremajaan hardware, kalau budgetnya tidak dihabiskan maka akan diperkecil tahun depan. Pada bulan Desember, mereka menghabiskan sisa dana yang ada agar tidak hangus.

Pada bulan Juni ini, mereka biasanya menghabiskan dana semester pertama. Namun banyak perusahaan melakukan WFH karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan tidak ada recruitment karyawan baru. Dampaknya, spending Juni 2020 tidak akan pernah terjadi.

“Biasanya permintaan hardware akan meningkat jika ada recruitment baru dari sebuah perusahaan. HRD perusahaan akan mempertimbangkan di posisi mana diperlukan orang dan memberi equipment untuk bekerja seperti laptop atau PC yang akan di-connect ke network mereka. Pasalnya, penambahan karyawan juga akan meningkatkan permintaan server,” terangnya.

Helmy mengungkapkan, selama pandemi penjualan produk IT Micronics Group turun cukup banyak sekitar 50% minimal untuk pada semester I-2020. “Angka drop dratis itu tidak bisa kita pungkiri, untuk survive saja syukur,” lanjutnya seraya berharap roda perekonomian pada semester II-2020, bisa berputar lancar dan tidak ada lagi PSBB. “Kita lihat lihat grafiknya di bulan Oktober dan November, jika tidak ada PSBB saya prediksi akan meningkat sekitar 20%, meskipun tidak bisa balik ke 100 persen,” tuturnya.

Saat ini, aktivitas perlahan mulai normal kembali. Jika semua perusahaan menerapkan protokol kesehaan dan tidak ada kluster baru, kondisi akan berjalan terus. Jika banyak cluster baru akan terjadi PSBB atau penutupan gedung massal. “Kebanyakan perusahaan ada di rental office di wilayah Sudirman, Thamrin, dan Kuningan, Jakarta, memegang peranan besar untuk IT demand. Mereka punya budget spending besar untuk data storage, server, dan penambahan kapasitas data,” terangnya.

Jika roda ekonomi mulai bergairah, Helmy optimis permintaan akan meningkat. Perusahaan akan mengakomodir recruitment karyawan yang otomatis akan terjadi peningkatan data yang membutuhkan storage. Helmy memprediksi pada 2021 bisa recovery ke 100% di semester II 2020 ke angka yang setara dengan tahun 2019, jika new normal berhasil dan tidak ada cluster baru.

After Sales Service
Salah satu keungulan dari produk Micronics Group adalah after sales service. Helmy menerangkan, pihaknya harus memastikan ke costumer bahwa produk yang mereka beli tetap fully running. Pihaknya mensupport 24 jam service untuk di enterprise produk, serta servis untuk costumer di setiap hari kerja Senin-Jumat. “Paling tidak mereka zero cost. Uang yang mereka spending akan mendapatkan service guarantee full coverage selama 3 tahun dan tidak akan dikenakan tambahan biaya apapun,” terangnya.

Diakui, Produk yang dipasarkan oleh Micronics Group memang masuk pada klasifikasi mid end to high end, produk dari midle budget sampai budget tinggi. Namun, pihaknya memastikan semua komponen dan barang dicover selama tiga tahun dan dibisa diupgrade 5 tahun guarantee. Produk Micronics menciptakan solusi cost saving yang banyak dan return of investment dan bisa dipakai untuk operasional semaksimal mungkin sampai lima tahun jangka pemakaian, dengan kondisi extend guarantee. “Micronics Group sudah memiliki service point di 290 titik di seluruh Indonesia. Jadi Micronics Group akan cover seluruh breakdown selama 3 tahun kecuali pemindahan data, reparasi, atau format software,” terang Helmy yang juga menggeluti bisnis sarang burung walet ini.

After sales service ini didukung sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Ada fully training setiap dua atau tiga bulan dari principle akan memberikan examination untuk update produk. Tim engineer di Micronics Group harus selalu up to date dengan problema baru dan familiar dengan kompleksitas masalah yang akan ditimbulkan.

Sebagai pemain baru di Indonesia, Helmy mengatakan bahwa Micronics Group harus bersaing dengan para pionir yang masuk 10 tahun lebih awal. Namun, Micronics Group pelan-pelan mengambil market ini yang kecewa berat dan akan mencoba produk baru. Saat ini, nama Micronics Group sekarang cukup bagus untuk di enterprise karena biaya maintenance dan after sales support. “Kalau ada kerusakan atau hardware failure kita bisa terjunkan engineer langsung on site untuk fiks problem secara gratis. Sementara merek-merek lain dicharge, itu membuat cost berat, diluar prediksi budgeting mereka,” terangnya.

Sebagai informasi, Helmy bergabung dengan Micronics Group sejak tahun 2000an. Saat itu banyak dari prinsipal Micronics Group belum memiliki principal office dan hanya sebagai distributor di Indonesia. Kita lakukan penetrasi ke setiap perusahaan yang ada di Indonesia. Kita kasih tantangan buat mereka untuk cost saving atau return of investment barang yang mereka beli dengan budget spending yang sama, berapa cost saving dalam operasasional mereka.

Micronics Group mendapat backup maintenance dari principal setelah 10 tahun berjalan. “Sebelumnya kita support maintenance sendiri. Jadi cost kita cukup besar untuk maintenance karena kita subsidi silang. Yang berat di luar Jakarta karena cost untuk shipping dan domestik forwarder cukup tinggi. Apalagi untuk pengiriman server yang beratnya 200 – 300 kg seperti UPS dan lain-lain. Kalau sekarang semua kita lempar untuk hardware replacement ke prinsipal, tetapi engineer dari kita,” tuturnya.

Helmy mengungkapkan bahwa persaingan di costumer produk cukup ketat karena produk update-nya sangat cepat. Produk IT juga high cost dan low margin, sementara pihaknya harus memberi full maintenance 3 tahun. “Kalau di IT ada masa kadaluarsa jadi barang seperti laptop dan PC, kalau server last span-nya agak panjang bisa sampai 1,5 tahun. Misalnya kita stok 1000 notebook tapi kita nggak bisa ngeflash dalam waktu 6 bulan, kita akan mengalami kerugian besar. Semua margin yang sudah kita tempuh selama 6 bulan itu akan habis di bulan berikutnya dengan harga penyusutan,” terangnya.

Karena itu, kita harus prediksi akurat tidak boleh salah di dalam forecasting. Stok logistik hardware per kuartal tidak boleh salah. Untuk produk yang tidak terlalu laku, pihaknya menerapkan indent to order. (*)