Jakarta, Komite.id – Pandemi Covid 19 menyebabkan penggunaan aplikasi online untuk belajar, bekerja, komsutasi kesehatan semakin meningkat naik 443% saat diterapkan kebijakan WFH, ritel online juga naik 400%. Sedangkan penggunaan televisi pun mengalami kenaikan sebesar 80 %. Tanpa disadari covid 18 telah munculkan adaptasi atau pembiasaan baru membuat trenaformasi digital berjalan lebih cepat.
Seperti yang telah disampaikan Presiden Jokowi, pandemi Covid19 diharapkan menjadi batu loncatan bagi bangsa ini untuk melakukan upaya percepatan transformasi digital. Terkait dengan upaya tersebut, pemerintah melakukan percepatan perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital serta penyediaan layanan internet, serta menyiapkan roadmaptransformasi digital di sektor-sektor strategis, baik di sektor pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri, maupun penyiaran.
Selain itu, pemerintah juga mempercepat integrasi data nasional, menyiapkan kebutuhan talenta SDM digital, dan menyiapkan skema pendanaan dan pembiayaan yang terkait dengan regulasi secepat-cepatnya,” Kata Staf Ahli Bidang Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, Prof. Dr. Henri Subiakto dalam webinar yang digelar Asosiasi Big Data dan AI (ABDI), berkolaborasi dengan Huawei Indonesia bertema Tata Kelola Data dan Cloud untuk Mendorong Digitalisasi Nasional di Jakarta, Kamis (27/8).
Hadir sebagai pembicara utama, Kepala Badan Siber dan Sandi Nasional Letjen. TNI (Purn) Hinsa Siburian. Selanjutnya Kata Sambutan oleh CEO Huawei Indonesia Jacky Chen and Ketua Umum ABDI Dr. Rudi Rusdiah, MA.
Menurut Henri Subiakto, regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia tersebar pada berbagai macam sektor seperti Keuangan, kesehatan, kependudukan, telekomunikasi , perbankan, perdagangan dan lain-lain pada kurang lebih 32 regulasi. Penyelenggaran layanan publik memiliki standar dan acuan perlindungan data peribadi yang berbeda. Kebutuhan peraturan yang lebih komprehensif untuk perlindungan data pribadi di Indonesia adalah RUU tentang perlindungan data pribadi (PDP).
Dilanjutkan Henri, RUU PDP merupakan instrumen hukum yang disusun untuk melindungi data pribadi warga negara dari praktek penyalahgunaan dana pribadi. Seperti kita ketahui, banyak kasus pelanggaran data pribadi baik di dalam negeri maupun luar negeri yang memberikan dampak kerugian yang signifikan bagi masyarakat. “Penyalahgunaan data pribadi dari kebocoran hingga jual beli disebabkan antara lain adanya serangan siber, human error (negligent insider), outsorcing data pihak ketiga, kesengajaan orang dalam maupun kegagalan system,” paparnya.
Karena dia mendorong pentingnya mensosialisasikan digital literacy dibalik aktivitas online seperti men-kampanyekan praktik komunikasi digital yang aman, memberikan pemahaman tentang pencegahan munculnya kejahatan siber termasuk mensosialisasikan pentingnya protokol, stndar keamanan siber saat penggunaan teknologi digital meningkat.
Data menyebut, Indonesia dibombardir dengan serangan siber 88,4 juta cyber attack selama Januari hingga 12 April 2020. Sedangkan pada Februari 2020 ada 29,1 juta serangan. Hal ini menandakan dalam satu hari terjadi 3,4 juta serangan yang terdiri dari 56 persen trojan activity, 42 persen information gathering, 1% exploit kit dan 1% web Application attack. “Terjadi 159 web defacement pada situs web intansi pemerintah pada 1 Januari hingga 12 April 2020. Deface mengubah tampilan situs web dengan cara menyisipkan file pada server situs web tersebut,” tutupnya. (red)