Pemanfaatan Teknologi Sebagai Solusi Pilkada Berkualitas

0
1870

Jakarta, Komite.id – Anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang,  mengatakan, dengan adanya tren penyebaran virus Covid-19  yang meluas di Indonesia, tentunya  interaksi antara pelaksana pilkada, bakal calon kepala daerah dan masyarakat pemilih akan  menjadi terbatas. Karena menyangkut  aspek kesehatan dan keselamatan harus menjadi prioritas dalam pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.

“Seharusnya dengan adanya teknologi, kita  bisa memastikan bahwa hambatan dalam proses interaksi calon pemimpin dan para pemilihnya dapat dicarikan solusinya. Apalagi Memilih pemimpin bagi setiap daerah merupakan salah satu kunci untuk menjamin terciptanya laju pembangunan dan kemajuan yang positif didaerah itu,” ujar Junimart dalam Dialog Interaktif Virtual LSM-IBSW dengan Tema “Gelaran Pilkada Serentak dengan Protokol Kesehatan Ketat menjalankan Agenda Demokrasi Indonesia” yang digelar  pada Selasa (22/9).

Dialog ini mampu memantik fungsi pengawasan Komisi II DPR RI terhadap pelaksanaan Pilkada serentak.  Revisi atas Peraturan KPU tinggal Finalisasi, harus ada forecast atas sanksi bagi Pelanggar aturan Pemilu.  Bahkan Junimart yang juga  dari Fraksi PDI Perjuangan  mengingatkan Penyelenggara Pemilu agar melakukan Validasi atas Surat Keterangan Hasil Test Swab dan Rapid karna tidak sedikit yang palsu.

Sementara itu, penggunaan semua platform media sosial  harus dimanfaatkan terutama sebagai solusi menghindari kerumunan massa. Seperti misalnya Facebook, Twitter, Telegram, dan Instagram yang dimaksudkan menjadi wadah berkomunikasi dengan orang terdekat kini tak jarang digunakan masyarakat  menjadi alat untuk menyebar informasi  atau kampanye  pasangan calon.

Menurut  Rudi Rusdiah selaku Ketua Asosiasi Big Data dan AI (ABDI), penggunaan daring harus diperhatikan karena kerap terjadi peretasan data oleh hacker dan penggunaan data pribadi secara illegal. “Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo harus mampu meminimalisir berita-berita hoaks dan konten negatif dari semua platform media sosial selama Pilkada 2020,” tegasnya.

Sedangkan Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, KPU bakal membolehkan calon kepala daerah Pilkada 2020 berkampanye melalui media sosial. Namun demikian, akun media sosial yang digunakan para pasangan calon untuk berkampanye jumlahnya terbatas dan harus didaftarkan ke KPU. Ketentuan ini akan dituangkan dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pilkada. “Sudah diatur dalam Pasal 67 itu nanti bahwa partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon, tim kampanye dapat membuat akun resmi di media sosial,” kata I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Raka menyebutkan, pembatasan akun kampanye media sosial ini ditujukan sebagai sarana kontrol Pilkada 2020. Jangan sampai media sosial disalahgunakan untuk melanggar aturan Pilkada. “Ini juga sebagai salah satu sarana kontrol, sehingga kemudian pihak yang berkaitan yang berwenang juga bisa melakukan pengawasan dan melakukan langkah-langkah kooperasi untuk pencegahan terhadap potensi pelanggaran yang terjadi,” kata dia

Anggota Bawaslu RI Mochammad Afiffudin menyatakan urgensi mencari jalan keluar atas protokol kesehatan yang terjadi karena kerumunan maka perlu dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penularan Covid-19  Menurut Afif,  pelaksanaan pilkada saat ini berbeda dengan pelaksanaan sebelumnya. Pilkada kali ini berlangsung dalam kondisi pandemi covid. “Pengawasan pilkada yang dilakukan Bawaslu juga bertambah. Kalau dulu yang diawasi hanya tahapan saja, sekarang yang diawasi juga soal kepatuhan penyelenggara melaksanakan protokol kesehatan,” ungkap dia,

Narasumber dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu/DKPP Alfitra Salamm secara tegas menyatakan agar perhelatan pemilu meniadakan kerumunan massa. “KPU harus konkret bukan hanya membatasi jumlah peserta kampanye 50 orang tapi tetapkan saja kampanye secara daring,” tegas Alfitra. Dia mengkhawatirkan Pilkada justru akan menjadi sarana penyebaran Covid-19

Menurutnya, .Baik KPU maupun Bawaslu harus memahami penegakan disiplin Covid-19. Kelihatannya jajaran KPU dan Bawaslu masih gamang, masih belum siap betul penegakan protap covid saat pemungutan mendatang. Bahkan, belum ada pemahaman serentak baik KPU maupun Bawaslu dalam memahami protokol Covid-19.

Kendala pelaksanaan Pilkada serentak karena Pandemik Covid-19 tidak serta merta dilakukan penundaan secara terus menerus atas pelaksanaan Pilkada Serentak, karena menurut Direktur Eksekutif LSM-IBSW Nova Andika bahwa Pandemik ini tidak jelas kapan berakhirnya dan secepat apa Vaksin ini bisa diberikan kepada masyarakat.

“Pemimpin Daerah harus memiliki legitimasi dari masyarakat pemilihnya dan memiliki kapabilitas menangani Pandemik di daerah yg dipimpinnya, dan agenda demokrasi tetap harus berjalan ditunjang aturan Protokol Kesehatan yg sangat ketat” tandas Nova.

Atas kemungkinan terjadinya pelanggaran atas aturan yg sangat ketat dalam Pilkada serentak, Jerry Massie selaku pengamat politik menegaskan perlunya peradilan khusus. “Peradilan khusus diperlukan ,tuk pelanggaran yang tidak bisa dijangkau oleh Gakummdu” ucap Jerry.

Dia pun menilai jika memang diperlukan ala sistem Ameria Serikat bisa diadopsi yakni pemilihan melalui kantor pos. Barangkali selain murah ini akan mencegah terpapar Covid-19.  Yang utama juga penyelengara Pilkada di 270 daerah mengantisipasi agar serangan hacker, terus media dipakai oleh kandidat menyerang lawannya. “Saya harap anggaran Covid-19 tak dimanipulasi oleh calob petahana dipakai untuk biaya kampanye atau bantuan sembako dan BLT disalahgunakan dipakai untuk pencitraan. Kan ada dana DIPA, DAK, DAU sanpai MAMI ini biasanya diselewengkan oleh calon basanya calon petahana,” kata Jerry. (red)