Jakarta, Komite.id- Kepala Taman Nasional Bali Barat Agus Ngurah menerima kunjungan tim survei lapangan pemerintah (Buleleng, 24/10). Tim survei tersebut merupakan tim lintas kementerian yang terdiri dari perwakilan Kemenko Marves, BSSN dan BIN, Kementerian LHK bersama Huawei melakukan penjajakan kerja sama pilot project CSR Huawei dalam program Tech4All, Smart Forest Guardian (pengawasan hutan dengan kecerdasan artifisial atau AI) yang diproyeksikan dibangun di kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Kegiatan ini merupakan tidak lanjut Rakor oleh Kemenko Marves bersama dengan Kemenkominfo, KLHK, BPPT, BIN, BSSN, serta Huawei pada Rakor Peningkatan Pengawasan Kawasan Hutan secara virtual pada Selasa (6/10). Menko Marves Luhut B. Pandjaitan mengatakan bahwa peningkatan kawasan hutan menjadi hal yang utama. Ia mengatakan, dengan memanfaatkan teknologi Huawei pihaknya dapat langsung memantau perekaman data melalui suara, untuk dapat membuat data yang lengkap mengenai aktivitas hutan kita di Indonesia.
“Dengan teknologi AI tersebut, kita dapat mencegah aktivitas illegal yang terjadi di hutan kita. Kami meminta kepada Huawei dan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk dapat mengharmonisasi sistem dan data yang akan dikembangkan untuk dapat menjadi lompatan yang luar biasa dalam pengawasan aktivitas illegal dalam hutan di Indonesia,” ujarnya.
Jacky Chen, CEO Huawei Indonesia mengatakan, Huawei berkomitmen untuk terus mendukung Indonesia dalam mengantisipasi tantangan dan peluang melalui pemanfaatan teknologi. Selama masa pandemi, kami juga telah mengontribusikan teknologi AI dan Cloud bagi dunia kesehatan dan pendidikan. Merupakan kebanggaan bagi kami dapat memperluas kontribusi hingga menjangkau bidang lingkungan hidup di Indonesia melalui inisiatif global untuk inklusi digital TECH4ALL yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial Huawei dalam pemberdayaan teknologi digital bagi lingkungan, pendidikan dan kesehatan.”
Huawei berkolaborasi dengan Lembaga Nirlaba (NGO) Rainforest Connection membangun Smart Forest Guardian menggunakan teknologi AI untuk melindungi hutan dari pembalakan dan perburuan liar, serta upaya konservasi alam di Taman Nasional Bali Barat. Rainforest Connection telah menggunakan teknologi ini di hutan hujan tropis Kosta Rica, Filipina dan beberapa negara lain. “Teknologi yang baik dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi dunia. Keterlibatan ini menjadi bagian awal dari perjalanan bersama untuk lingkungan yang makin lestari.”
Tim survei juga berkesempatan menerima arahan dari Wakil Menteri LHK Alue Dohong yang meninjau penangkaran burung Jalak Bali dan melakukan pelepasliaran Jalak Bali (23/10). Jalak Bali merupakan satwa endemik Bali yang menjadi maskot Taman Nasional Bali Barat. Keberadaannya di habitat aslinya hanya tinggal beberapa ratus ekor saja. Bahkan sempat nyaris punah karena perburuan liar.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno menjelaskan saat ini KLHK juga telah memanfaatkan teknologi untuk pengawasan satwa. “Saat ini sudah pakai Camera Trap dan GPS Collar, untuk memantau gajah sumatera. Dengan kerja sama ini, teknologi AI dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi suara yang berada di hutan. Deteksi suara ini juga dapat memperkaya sistem yang sudah dimanfaatkan KLHK untuk memantau satwa di Indonesia.”
Teknologi AI diharapkan membantu pengamanan dan pengawasan hutan dari illegal logging, illegal mining, illegal poaching, pemantauan satwa, wisata alam, serta pengayaan dan pemanfaatan data kehutanan. Wiratno menambahkan saat ini Indonesia memiliki 54 taman nasional yang mana sebagian diantaranya merupakan situs warisan dunia (World Heritage) UNESCO. Diketahui, Indonesia memiliki koleksi 400 spesies burung endemik. Hingga dapat dikatakan terbanyak di dunia. Artinya ada 400 jenis burung endemik yang hanya bisa ditemukan di Indonesia. Salah satunya jalak bali yang hanya bisa ditemukan di Taman Nasional Bali Barat.
Wiratno menjelaskan pihaknya bekerja sama dengan komunitas burung dan Swiss Winasis, telah menerbitkan buku Atlas Burung Indonesia. Memanfaatkan teknologi AI, keragaman suara satwa rencananya akan dikelola dalam virtual sound museum. Ia berujar, “Melalui teknologi yang akan kita kembangkan bersama Huawei dan Rainforest Connection, kita dapat membuat virtual sound museum yang berisi suara-suara yang tertangkap dari alat yang akan dipasang di hutan.”
Sementara itu, Kepala Taman Nasional Bali Barat Agus Ngurah mengatakan, “Kehadiran teknologi yang akan kita kembangkan bersama Huawei dan Rainforest Connection ini akan bermanfaat dalam membantu kami melindungi hutan, khususnya di Taman Nasional Bali Barat dengan satwa endemik Jalak Bali yang juga merupakan satwa dilindungi karena tergolong langka,” pungkasnya. (red)