Jakarta, Komite.id- Kasus kebocoran data dan pencurian data atau security breach makin sering terjadi di beberapa platform e-commerce di Indonesia dan cukup menggambarkan betapa pentingnya mewujudkan kedaulatan data serta keamanan di ruang siber. Kejadian demi kejadian itu mengungkapkan bahwa data pribadi yang tersimpan di platform digital saat ini sangat rentan, apalagi selama pandemi covid-19 menyebabkan pengguna platform digital mengalami peningkatan. Tak heran jika potensi kebocoran data juga semakin membesar.
“Pengguna internet yang bijak dan sadar akan keamanan data saat berinterkasi di ruang siber sangat membantu mewujudkan ruang siber yang lebih kondusif. Selagi lagi, Kami mendorong masyarakat untuk memanfaatkan ruang siber dengan baik dan bijak,” ungkap Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian saat membuka kegiatan e-Summit DataGovAi 2020, yang mengangkat thema “Future of Big Data AI, Cloud, Cyber Technology & Governance” atau Masa Depan Teknologi & Tata Kelola Big Data, AI, Clouds dan Cyber Summit, di Jakarta, (24/11).
DataGovAi berlangsung selama tiga hari yakni 24 dan 26 Novermber 2020, serta 1 Desember 2021, di mana seluruh partisipan dapat mengikuti beragam aktivitas yang tersedia, di antaranya rangkaian kegiatan konferensi dengan pembicara dari berbagai negara. Dalam kegiatan DataGovAi, jug akan di launching buku Cyber Security & Ai dan e-Award DataGovAI yang merupakan apresiasi awards Tatakelola Big Data dan AI, DataGovAI terbesar di Indonesia.
Turut hadir dalam acara tersebut, Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI Indra Utoyo, Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, Ruslan Rivai, Ketua LPJK Nasional, Mr.Rohit K. Upadhyay, Founder and Chief Research Officer Rosebay.Inc. perwakilan PT Wijaya Kaya, PT Great Eastern Life Indonesia, PT. Hutchion 3 Indonesia dan perwakilan Xl Axiata.
Dalam sambutannya, Hinsa menyampaikan bahwa BSSN mendeteksi kurang lebih 300 jutaan serangan siber menyasar Indonesia sepanjang Januari hingga Oktober 2020. Indonesia juga menghadapi serangan siber yang menyerang positional asset atau biasa disebut juga dengan cyber wise operation. Hinsa mencontohkannya, seperti hoaks atau masifnya informasi di ruang siber yang dapat mengubah pendapat, opini, sikap, dan motivasi seseorang atau kelompok masyarakat.
“Ujaran kebencian fitnah, hasutan, kata-kata kotor hingga ajakan inkonstitusional yang mampu memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa mengindikasikan bahwa serangan yang terjadi di dunia maya merupakan awal mula kerusakan dan terganggunya stabilitas keamanan di masyarakat. Dalam menyingkapinya, setiap masyarakat harus memegang teguh nilai nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa,” jelas Hinsa dalam sambutannya.
Apalagi, serangan siber yang berdampak fatal pada sasaran fisik maupun positional asset menempatkan keamanan siber menjadi isu strategis di berbagai negara termasuk Indonesia. Seirng dengan kemajuan dibidang TIK, negara hadir melalui pembetukan BSSN dengan tujuan mengamankan ruang siber sehingga segala jenis aktivitas dan transaksi di ruang siber bisa berlangsung kondusif, aman dan nyaman serta sesuai dengan aturan yang berlaku.
Masih menurut Hinsa, salam melaksanakan tugas dan fungsinya, BSSN mengambil langkah strategis dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber. Diantaranya penguatan regulasi kemanan siber dalam bentuk penyusunan Srategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) dan kebijakan perlindungan infrastuktur informasi vital nasional, penguatan nasional securty operation center, penguatan dan pembangunan Computer Security Incidents Respond Team (CSIRT) untuk Kementerian dan lembaga dan juga leterasi keaman bagi stakholer maupun keamanan informasi bagi masyarakat.
Pentingnya Regulasi Perlindungan Data
Menurut Hinsa, Indonesia harus siaga menghadapi ancaman kejahatan cyber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa data ini adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid menjadi salah satu kunci pembangunan.
Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, aktivitas masyarakat menggunakan internet meningkat. Penyalahgunaan data oleh penyedia layanan digital seperti mesin pencari e-comemrce, medsos dan platform digital lainnya sangat sering terjadi. Sebab, dari aktivitas penggunanya bisa menghasilkan data atau informasi yang banyak bertebaran di internet, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para penjahat siber untuk kepentingan tertentu.
Seiring perkembangan teknologi, hampir semuanya bisa Anda akses lewat internet. Bahkan, berbelanja juga semakin mudah lewat internet dengan beragam platform yang tersedia. Dalam kenyataannya, platform media sosial yang menghasilkan data dari berbagai macam aktivitas penggunaanya, dmana semakin banyak waktu yang digunakan dalam mengakses plaftorm digital tersebut maka akan semakin banyak hal dan informasi terkait pengguna yang terpantau dan terekam oleh pengguna platform tersebut.
Bukan hanya itu saja, data prilaku pengguna di internet yang diambil dari rekam jejak aktivitas pengguna internet menjadi pondasi bisnis perusahaan. Data ibarat bahan baku yang membuat algoritma yang handal hingga kecerdasan buatan. Kenyataannya, data prilaku internet turut menjadi dasar pengembangan iklan digital yang mampu memasuki ruang pribadi pengguna internet. Hal ini menandakan, perusahaan penyedia layanan internet melakukan penggalian data (data mining) dengan motif ekonomi.
“Namun sayangnya kita sebagai pengguna tidak mengetahui secara pasti untuk apa saja data tersebut digunakan perusahaan penyedia layanan atau perusahan perusahann pengelola biga data dan kepada siapa data tersebut diperjual belikan. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa data prilaku internet bukan lagi pemilik pengunanya melainkan milik perusahaan platform digital tersebut. Maraknya kasus yang berkaitan dengan pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data pribadi, karenanya kedaulatan data harus diwujudkan. Hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi dan perlunya kehati-hatian dalam menyingkapi sisi negatif di era digital,” papar Hinsa.
Berkaitan dengan hal tersebut, Jokowi mengatakan pentingnya regulasi mengenai perlindungan data harus segera disiapkan. Apa lagi, kata Jokowi Indonesia juga harus siap menghadapi potensi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data. “Walapun potensi ekonomoi digital termasuk salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Indonesia perlu memperhatikan kesiapan dari segi regulasi mengenai prlindungan data dan informasi serta regulasi mengenai keamanan di ruang siber,” katanya. (red)