Jakarta, Komite.id- Pandemi Covid 19 memberikan dampak bagi perubahan berbagai aspek kehidupan. Dari segi kesehatan, pandemi ini menjadi momok yang harus segera dipecahkan, baik dari segi pencegahan, penularan maupun pengobatan. Sementara dari sisi ekonomi, pandemi memberikan dampak negatif seperti banyaknya PHK atau Lay off para pekerja hingga ancaman resesi di berbagai Negara.
Data IMF memproyeksikan kerugian perekonomian global bisa mencapai 12 Triliun dollar AS dan 95 persen. Sejumlah negara di dunia ini akan mengalami kontraksi atau pertumbuhan ekonomi di zona negative termasuk Indonesia. Tak hanya itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5, 32 persen pada kuartal ke II tahun 2020 sedangkan pada kuartal III di tahun yang sama pertumbuhan ekonomi Indonesia masih minus 3,49 persen. Dengan adanya dua kali minus pertumbuhan berturut-turut Indonesia pun kini memasuki masa resesi.
Meskipun demikian, pandemi ini menuntut masyarakat untuk mejadi lebih melek digital dan internet. Seluruh aktivitas pertemuan fisik kini beralih ke medim virtual termasuk bekerja, sekolah dan kegiatan lainnya. Tranformasi digital saat ini dibutuhkan mengingat akses internet cepat bukan menjadi hal mewah bagi masyarakat. Kini, internet telah menjelma menjadi kebutuhan dasar. Untuk itu, penyedia internet menjadi hal yang wajib yang harus diupayakan pemerintah secara lebih nyata dan segera.
Tentunya, hal ini menjadi prioritas bagi adan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Kementerian Kominfo untuk mengintensifkan pembangunan dan perluasan infrastruktur dikawasan daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) Indonesia serta kawasan prioritas. Indonesia adalah pengguna internet aktif yang cukup besar. Dengan total 272 juta jiwa dengan koneksi gawai atau smartphone mencapai 338 juta . Itu artinya beberapa dari penduduk Indonesia memanfaatkan lebih dari satu gawai atau gadget dalam kegiatan sehari-hari.
Jumlah pengguna internet mencapai 196 juta jiwa. Indonesia juga merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara. Data The GSMA Mobile Connectivity Index menyebut bahwa dari nilai 100, Indonesia mendapatkan nilai tital 61,83 . Secara infrastruktur nilai Indonesia adalah 57, 39. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah untuk meningkatkan kualitas infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
“Secara geografis saat ini sinyal 4G hanya menjangkau 49, 33 pesren wilayah darata Indonesia. Secara adminitsitaruf 12.548 desa, dan kelurahan belum terjangkau sinyal 4G dengan catatan 3.435 desa kelurahan berada di wilayah non 3T sedangkan 9.113 desa kelurahan berada di wilayah 3T,” ungkap Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif saat menjadi pembicara (Keynote Speech) pada kegiatan e-Summit DataGovAi 2020, dengan mengangkat topik “Future of Big Data AI, Cloud, Cyber Technology & Governance” atau Masa Depan Teknologi & Tata Kelola Big Data, AI, Clouds dan Cyber Summit, yang dilaksanakan secara Daring Virtual melalui Zoom Meeting, Selasa, 1 Desember 2020.
Sayangya, kata Anang, pemerintah belum meyelesaikan pembangunan fiber optik, BTS beserta kebutuhan Transmisi baik Fiber Optic/ Microwave utuk menjngkau 9113 sampai akhir tahun 2022. Selain itu, sebanyak 150 ribu titik layanan publik seperti Sekolah, Puskesmas, Layanan Publik, Koramil, Polres, Pemda dan lain sebagainya masih memerlukan askes internet yang memadai.
“Teknologi yang ideal untuk menjangkau titik-titik tersebut adalah satelit. Dalam hal pembangunan Satelit Republik Indonesia (Satria). BAKTI bekerjasama dengan manufaktur satelit asal Perancis, Thanes Alenia Space dan menerima investasi dari BPI France dari Prancis dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dari China,” sambungnya.
Lebih lanjut Anang memaparkan, bahwa untuk mempercepat proses transfornasi digital pada 3 Agustus 2020 lalu, Presiden Jokowi menyampaikan arahan yang berbunyi: Pertama, mempercepat perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital dan penyediaan layanan internet. Kedua, perlu adanya roadmap transformasi digital di semua sector strategis, mulai dari pemerintahan, layanan publik, bantuan social, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri, dan penyiaran. Ketiga mempercepat integrasi pusat data nasional. Keempat, mempersiapkan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) talenta digital. Kelima, semua hal yang berkaitan dengan regulasi, skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital segera disiapkan secepatnya.
“Menaggapi arahan tersebut, BAKTI Kominfo berkomitmen untuk menjembatani kesenjangan digital dengan cara membangun infrastruktur telekomuniasi yang berkualiats dan tepat saran. Secara singkat, program bakti adalah BTS akses internet Palapa Ring dan Mutifunsional Satelit atau Satria, ekosistem serta penyiaran. Program-program tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya kerjasama dengan berbagai pibhak,” paparnya.
Selain itu, BAKTI menyusun program melalui dua pendekatan yaitu top down serta bootton up dimana top down, penyusunan perencanaan program kebijakan diambil oleh pemerintah pusat dengan ruang lingkup program berskala nasional. Juga untuk mempercepat penyediaan internet BAKTI juga menggunakan pendekatan botton up, dimana dalam menjalankan program berdasarkan usulan dari pemerintah daerah
“Kedua pendekatan ini saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Tidak hanya berkomitmen membangn infrastruktur, BAKTI juga turut serta berupaya untuk membangun ekosistem guna memastikan bahwa inftratruktur yang dibangun dapat di makismalkan pemanfaatannya. Beberapa sector yang menjadi focus BAKTI adalah sektor Kesehatan, Kelautan, Perikanan, e-Commerce dan Benih ikan. Sedangkan progran pelatihan dan pembuatan apliksi pendukung, menjadi contoh bahwa bagaimana BAKTI membangun ekositem. (red)