Kantongi Digital Trust Dorong Pertumbuhan Bisnis

0
1849

Jakarta, Komite.id- Dengan mengantongi kepercayaan digital (Digital Trust)  dapat mendorong pertumbuhan bisnis perbankan meski dalam kondisi krisis akibat pandemi covid-19. Sebagai tanda bukti kepercayaan dari nasabah, transaksi digital platform Bank BRI  malah tumbuh pesat, bahkan dalam kondisi krisis seperti saat ini. Pasalnya, bisnis perbankan atau finansial  adalah bisnis kepercayaan. Karena itu, Digital Trust harus di desain dengan baik.

“Sesuai dengan survey yang dilakukan lembag riset IDC bahwa 90 persen costumer Indonesia sudah mulai yakin dan percaya  dengan transaksi yang menggunakan digital platform,” ujar  Ir. Danar Widyantoro, MSc,  EVP Enterprise Data Management  PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), saat menjadi pembicara  pada acara webinar Acer Cyber Talk dengan topik “Managing Personal Data Protection from Small to Large Enterprise Perspective”, pada  Rabu, 24 Februari 2021.

Selain Danar Widyantoro, Acer Cyber  Talk  juga menghadirkan  pembicara-pembicara yang berpengalaman di bidangnya, yaitu   Yoga Adrian Kaunang, M.Kom,  VP of Business Development PT Alpha Citra Siber Indonesia (ACSI),   Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, ME.,  (Dave Laksono), Rizal Akbar, VP Big Data PT Telkom Indonesia (Telkom), dan   Anton Setiyawan, S.Si., M.M,  Head of Research and Development Center for Cybersecurity and Cryptography Technology,  Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Acara tersebut dimoderatori oleh Ketua Umum ABDI Dr. Rudi Rusdiah, MA. Gelaran ini mengupas mengenai kebijakan Perlindungan Data Pribadi/Privasi (PDP) yang melindungi hak dan kewajiban masyarakat dan konsumen menjadi penting dan harus diperhatikan oleh Data Controller dan Data Processor.

Sebagai informasi,   Pertumbuhan transkasi digital di Bank BRI sangat dratis di akhir 2020. Makin meningkatnya penggunaan kanal digital seperti e-banking serta menurunnya transaksi di cabang maupun ATM. Jadi, dengan adanya pandemi ini menjadi akselerator transformasi digital di BRI yang telah dijalankan sejak tahun 2016. Dampaknya adalah meningkatnya transaksi digital, terutama internet banking BRI,” tambahnya.

Hingga akhir Desember 2020 tercatat transaksi internet banking BRI sebanyak 2,7 miliar kali atau meningkat 132,2% secara year on year. Pihaknya memproyeksikan transaksi digital banking akan terus tumbuh dengan didukung perubahan pola transaksi masyarakat (peningkatan transaksi cashless dan online) dan perkembangan teknologi.

Ia menjelaskan, dengan meningkatnya transaksi digital banking, BRI telah mempersiapkan hal ini dengan terus berupaya dan fokus meningkatkan jasa layanan digital banking.  BRI sendiri telah mulai melakukan transformasi digital  sejak tahun 2016 dan berbagai inisiatif digital telah dan terus dikembangkan untuk menjawab kebutuhan pasar kedepan, diantaranya: super apps BRImo, BRI Digital Saving, Brispot, BRIBrain, dan sebagainya.

Lantas, bagaimana BRI menjawab data privasi? ada sebuah divisi yang mengurus dan mengeola  data, namanya  enterprise data manajemen. Dalam program revolution, data menjadi satu kesatuan untuk mendukung seluruh inisiatif BRI. Bukan hanya people, proses dan  teknologi namun juga manajemen pengelolaan data. “BRI yang merupakan bank terbesar, memiliki 10 ribu unit kerja dengan hampir 120 ribu pekerja dan 800 aplikasi  serta jumlah server yang hampir mencapai ribuan. Nah,kemudian  tantangan terbesar di BRI yakni people, proses dan teknologi,” katanya.

Terkait people, penjabarannya adalah apakah mindset karyawan yang berada di unit kerja maupun kantor pusat sudah bisa menangkap pentingnya data privasi nasabah, dari sisi culture dan dari sisi capabikity adalah bagaimana memisahkan data yang sensitif maupun data pribadi juga mengelola data dengan baik dan benar. Selain itu, bisnis proses juga harus dikaitkan dengan data privasi . “Secara teknologi, kita harus banyak sekali investasi  tools maupun monitoring operation  baik dari sisi security maupun   operasional infrasturktur serta operational data,” jelasnya.

Sementara itu, pembicara lainnya, Rizal Akbar selaku  VP Big Data PT Telkom Indonesia (Telkom), dalam materinya  menjelaskan tiga hal. Pertama adalah Telkom Indonesia dalam konteks Tata Kelola Data. kedua, Menetapkan Kebijakan Tata Kelola Data Telkom Indonesia dan yang ketiga, Memaksimalkan Keamanan dan Perlindungan Data Pribadi. Dalam point ketiga ini, Rizal menerangkan bahwa  Teknologi di  era globalisasi informasi menjadikan data sebagai data driven dalam perkembangan bisnis memiliki nilai jual tinggi namun sekaligus menjadi ancaman bagi Perusahaan termasuk Telkom dan seluruh entitas Telkom Group. Karena itu Telkom berupaya terus menjaga aspek confidential, integrity, dan availability data yang bersifat sangat rahasia  dalam proses tata  kelola dan analisis serta memitigasi risiko terhadap ancaman keamanan sistem informasi Perusahaan

Lebih lanjut Rizal menjelaskan bahwa  Telkom Group memiliki Organisasi Tata Kelola (DG Council) yang  merupakan organisasi Tata Kelola Data di lingkup Telkom Group untuk perencanaan, penggunaan, pengendalian, perlindungan, dan penghancuran aset data sehingga dapat digunakan secara efektif dan efiesien sebagai bahan analisis dan pengambilan keputusan Telkom Group.

Mekanisme Tata Kelola Telkom Group antara lain; (1),  Aliran informasi dapat dilakukan melalui persetujuan DG Council Telkom Group dengan ketuanya  Direktur Network & IT Solution Telkom. (2)  Pelaksanaan pengaliran informasi dilaporkan secara berkala kepada Ketua DG Council Telkom Group. (3) Mekanisme komunikasi dan koordinasi dalam Tata Kelola Data Telkom Group dapat dilakukan pada semua tingkat pada DG Perusahaan.

“Persetujuan DG Council diperlukan jika data dalam use case mencakup antar entitas Telkom Group dan mengandung data Personal Information (PI). Suatu pertemuan DG Council mencakup evaluasi atas Security, Governance, Risk & Compliance atas use case yang diusulkan dan memastikan juga business approval dari data owner,” katanya lagi.

Tak hanya itu, Rizal juga  menjelaskan mengenai Data Hub and Data Sharing Telkom Group. Menurut dia,  Data hub adalah pendekatan arsitektural yang digunakan untuk membentuk proses data sharing yang dapat dikelola dan diatur antara berbagai sumber dalam entitas yang terlibat. Dengan kata lain, Data hub bukan data warehouse dan bukan data lake. Sedangkan Data sharing adalah mekanisme berbagi data antar aplikasi maupun pengguna yang dimanfaatkan untuk berbagai analisa dan kebutuhan entitas yang terlibat. (red)