Jakarta, Komite.id- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong penerapan strategi anti fraud di sektor jasa keuangan, salah satunya di industri perbankan, melalui penerapan POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum. Adapun, bank umum wajib menyusun dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif dan kewajiban menyusun dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif, dengan memperhatikan kondisi lingkungan intern dan ekstern, kompleksitas kegiatan usaha, jenis, potensi, dan risiko fraud, dan kecukupan sumber daya yang dibutuhkan
Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Ahmad Hidayatmenyebutkan stabilitas sektor jasa keuangan dalam masa pandemi masih terjaga baik karena karena berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK beserta pemerintah, Bank Indonesia, dan stakeholders serta industri jasa keuangan yang berperan menjaga implementasi good governance. “Aspek good governance merupakan salah satu pilar utama dalam memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa industri jasa keuangan memiliki daya tahan dan daya saing yang kuat, serta dapat tumbuh dengan stabil,” ujar Ahmad pada siaran pers di Jakarta.
OJK berkomitmen berinisiatif menerapkan Anti Bribery Management System sesuai standar internasional dengan mengimplementasikan SNI ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan di OJK dan sektor jasa keuangan. Inisiatif ini merupakan tindak lanjut dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) tahun 2019-2020 dan telah diawali dengan penandatanganan komitmen bersama penerapan SNI ISO 37001 antara OJK dengan industri jasa keuangan yang diwakili oleh masing-masing asosiasi yang ada di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank. “Penguatan governance di OJK dan sektor jasa keuangan bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan kredibilitas perusahaan dan perekonomian nasional,” imbuh Ahmad.
Guna memperkokoh hal ini, OJK mengimplementasikan lima strategi anti fraud. Yang pertama, menerapakan whistle blowing system (WBS) yakni sebagai sarana untuk melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan OJK. Pengelolaan WBS OJK dilakukan oleh pihak eksternal untuk menjaga independensi dan jaminan perlindungan terhadap kerahasiaan pelapor. Kedua, kewajiban pelaporan e-LHKPN bahwa seluruh pegawai OJK dengan level jabatan staf ke atas wajib menyampaikan LHKPN secara periodik setiap tahun melalui aplikasi e-LHKPN. Melalui hal ini, OJK berhasil mendapatkan Penghargaan Lembaga dengan Pengelolaan e-LHKPN Terbaik Tahun 2017, 2018, dan 2020.
Kemudian, strategi anti fraud yang ketiga adalah menandatangani pakta integritas OJK yang wajib ditandatangani oleh seluruh insan OJK secara periodik setiap tahun termasuk Anggota Dewan Komisioner (ADK). Hal ini dimaksudkan bahwa seluruh Insan OJK memiliki komitmen yang sama untuk menegakkan integritas.
Keempat, implementasi program pengendalian gratifikasi, yaitu OJK membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) sejak tahun 2015 yang mengelola pelaporan gratifikasi dari seluruh insan OJK. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran insan OJK dalam melaporkan gratifikasi baik melalui penyusunan peraturan, sosialisasi serta penyediaan sistem informasi. Hal tersebut membuat OJK mendapatkan penghargaan dari KPK untuk Sistem Pengendalian Gratifikasi Terbaik dari 2016, 2017, 2018, dan 2020.
Yang kelima, survei penilaian integritas yakni nilai indeks integritas OJK tahun 2020 sebesar 84,74 dari skala 100 di atas rata-rata total Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 82,60 sehingga skor ini menunjukkan OJK memiliki level risiko korupsi yang rendah. (red)