Jakarta, Komite.id- Ruang lingkup dunia siber terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan fisik (geografis dan jaringan), lapisan logika atau jaringan perantara atau software, dan persona siber atau manusia yang berinteraksi di ruang siber. Pada lapisan jaringan fisik mencakup perangkat-perangkat keras yang terhubung dengan internet, seperti komputer, smartphone, dan alat penyimpanan data.
Tentunya di Ruang siber menyimpan potensi dan peluang untuk kesejahteraan manusia, tetapi juga didalamnya terdapat ancaman pada ruang siber atau yang disebut serangan siber yang juga dihadapi di dunia nyata. Serangan terbagi dalam dua sifat, yaitu serangan sosial dan teknis. Serangan sosial menyangkut berita dan informasi bersifat Hoax. Ssrangan teknis atau teknical seperti hacking, trojan, malware yang biasanya menargetkan pada sistem kontrol industri (SCADA), seperti layanan listrik dan lainnya, sehingga dapat melumpuhkan infrastruktur informasi vital nasional sebuah negara.
“Adapun serangan siber yang bersifat teknikal yang menyasar Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan keamanan siber, yakni sebanyak kurang lebih 495 juta serangan hingga akhir 2020. Yang menonjol adalah peretasan situs dan kebocoran data dari aktivitas malware dan information stealer. Apalagi, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, transaksi online meningkat. Beberapa faktor yang menyebabkan kebocoran data adalah human error,” ujar Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, dalam kata sambutannya saat membuka secara resmi DataSecureAI 2021 Sesi Pertama, Day 1 – BRI eHall bertema “Privacy Data Protection and Data Governance” pada Selasa 30 April 2021.
DataSecureAI 2021 juga menghadirkan para pembicara yang handal di bidangnya, seperti Intan Rahayu, Direktur Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional BSSN, Triyono, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, Shinta Indriyaty Thio (Bank BRI), Yoga Adrian Kaunang (Acer Indonesia), dan Sinta Rosadi (UNPAD). Acara Day 1 eHal BRI akan dimoderatori oleh Heru Sutadi, (ICT Institue)
Masih Menurut Hinsa, BSSN telah mengambil beberapa langkah strategis dalam mewujudkan keamanan dan ketahanan siber nasional, antara lain menyusun strategi keamanan siber nasional, pembangunan pasukan yang mengamankan infrastruktur siber di kementerian/lembaga melalui Computer Security Incidents Response Team (CSIRT), dan pengembangan SDM melalui penyusunan peta okupasi nasional. CSIRT ini tersebar di kementerian, lembaga, dan wilayah. CSIRT terdiri dari CSIRT Nasional, CSIRT Sektoral (mencakup sektor pemerintah/ instansi, BUMN, dan ekonomi digital), serta CSIRT Organisasi. Pastinya, CSIRT diharapkan membuat layanan respons insiden berupa triase insiden, koordinasi insiden, dan penyelesaian insiden semakin cepat.
Sekarang ini, kata Hinsa, Indonesia memasuki era Perang siber dan perang informasi. Khsusnya perang informasi yang senjatanya adalah informasi yang direkayasa oleh si penyerang sehingga bisa mempengaruhi ide pilihan pendapat, sikap dan tingkat laku serta dimotivasi, sehingga korbannya tidak segan-segan melakukan bom bunuh diri yang terjadi baru-baru ini terjadi di Makasar. Serangan bom bunuh diri ini termasuk kategori serangan social yang menargetkan manusianya. “Dalam perang informasi, yang menjadi target adalah pusat kekuatan lawan seperti yang terjadi dalam perang konvensional. Dan, pusat kekauatan bangsa Indonesia ada dalam Pancasila sila ketiga yakni Persatuan Indonesia,” tambahnya.
Tugas BSSN adalah melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber. BSSN menyusun manajemen krisis siber nasional sesuai dengan keingian dan amanat Presiden Jokowi pada 21 Mei 2019 silam. Tujuannya untuk memudahkan tiap-tiap pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan secara real-time apabila terjadi serangan. Lantas, bagaimana konsep dan strategi keamanan siber nasional. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dimana kita akan menyusun strategi keamanan siber nasional (SKSN), sebagai langkah nyata kehadiran negara dalam mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber.
Selanjutnya, PP Nomor 71/2019 mengamanatkan penyusunan Strategi Keamanan Siber Nasional. Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan Strategi Keamanan Siber Nasional termasuk didalamnya pembangunan Budaya Keamanan Siber merupakan bagian dari Strategi Keamanan Nasional. “Kami berharap SKSN mampu memicu peningkatan keamanan siber yang akan menumbuhkan potensi ekonomi digital di Indonesia demi tercapaianya pertumbuhan dan inovasi. Apalagi, Bangsa bangsa di dunia telah bersepakat bagaimana ruang siber global terbuka, aman, stabil dan bertanggung jawab,” katanya.
Adapun fokus area kerja SKSN ini adalah tata kelola manajemen risiko dalam keamanan siber nasional, kesiapsiagaan dan ketahanan, Infrastruktur Informasi Vital Nasional (IIVN); pembangunan kapabilitas dan kapasitas serta peningkatan kewaspadaan, legislasi dan regulasi, serta kerja sama internasional. “Kolaborasi nasional seluruh pemangku keamanan siber merupakan kunci utama dalam membangun ruang siber yang aman dan kondusif,” jelasnya. (red)