Jakarta, Komite.id- Tercatat hingga Selasa (6/4) lalu ada 154 informasi salah yang beredar
di masyarakat terkait vaksin COVID-19. Adapun sejumlah hoaks yang beredar mulai dari
penularan COVID-19, obat COVID-19, serta chip yang ada di dalam vaksin COVID-19 juga
sempat meresahkan masyarakat. Penyebaran hoaks di masa pandemi ini sangat merugikan
karena menimbulkan rasa tidak percaya pada otoritas pemerintah dan juga program vaksinasi COVID-19 yang saat ini tengah berjalan.
drg. Widyawati, MKM., Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian
Kesehatan menyampaikan pihaknya menyadari isu terkait kesehatan merupakan isu yang
spesifik, dan dibutuhkan keahlian khusus untuk mengidentifikasi apakah sebuah informasi yang beredar itu nyata atau hoaks. “Maka dari itu, kami selalu mengimbau masyarakat untuk
melakukan saring sebelum sebar (3S),” terangnya dalam Dialog Produktif bertema Melawan
Hoaks dan Misinformasi Vaksinasi COVID-19 yang diselenggarakan KPCPEN dan ditayangkan pada FMB9ID_IKP, Rabu (7/4).
“Hoaks belakangan memang banyak terkait dengan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), atau yang terkait dengan vaksinasi COVID-19. Hoaks itu nantinya akan kita telusuri dan olah bersama. Karena isu kesehatan perlu ahli untuk klarifikasi. Apabila informasi tersebut salah maka kami luruskan dengan mengadakan konferensi pers dan menyebarkannya di kanal-kanal kami,” terang drg. Widyawati lebih lanjut.
Rizky Ika Syafitri, Communication for Development Specialist UNICEF, menyampaikan
WHO atau organisasi Kesehatan dunia sendiri menempatkan hoaks atau misinformasi sebagai
salah satu ancaman global untuk kesehatan masyarakat. “KPCPEN, Satgas Penanganan
COVID-19, dan Kementerian Kesehatan sampai membuat task force sendiri untuk menangani
hoaks. Sedikitnya ada 5 hoaks baru yang tersebar setiap hari, sementara untuk
mengklarifikasinya perlu proses,” katanya.
“Kalau dilihat secara umum, hoaks vaksinasi sebenarnya berulang. Misalnya tentang KIPI, di
tahun 2017-2018 saat Kemenkes melakukan kampanye besar vaksinasi campak rubella, dengan target vaksinasi kepada 77 juta anak Indonesia. Salah satu kenapa cakupannya tidak mencapai 95% karena hoaks yang beredar,” terang Rizky Ika Safitri menceritakan dampak hoaks yang sangat mempengaruhi kampanye imunisasi.
Rizky Ika safitri berpendapat, masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan literasi digital, untuk memahami bahwa tidak semua informasi yang bersumber dari internet itu benar.
Strategi lain yang menurut Rizky Ika Safitri perlu dilakukan dalam mencegah penyebaran hoaks terkait pandemi dan vaksinasi COVID-19 ini adalah, masyarakat perlu diberi tahu dan dipersiapkan terlebih dahulu mengenai informasi bahwa ada pihak-pihak yang tidak ingin bangsa ini keluar dari pandemi. “Sehingga saat masyarakat menerima hoaks mereka sudah tahu jenisjenis dan tidak terpengaruh dengan hoaks tersebut,” ungkap Rizky Ika Safitri.
Kemenkes, bekerja sama dengan UNICEF dan KPCPEN juga telah melatih 92 ribu vaksinator
yang dipersiapkan untuk berhadapan langsung dengan masyarakat. Mereka dibekali
kemampuan berkomunikasi interpersonal yang efektif, karena survei UNICEF menunjukkan
bahwa masyarakat yang tidak mengakses media sosial juga mengetahui soal hoaks terkait
vaksinasi COVID-19 sehingga perlu pendekatan khusus, terutama dari dokter dan tenaga
Kesehatan yang masih dipercaya masyarakat.
Untuk mendapatkan informasi yang valid dan terbaru terkait pandemi COVID-19 dan program vaksinasi nasional, masyarakat diimbau untuk dapat menjadikan kanal resmi Kementerian Kesehatan sebagai rujukan utama seperti pada laman website sehatnegeriku.kemkes.go.id, Facebook Kementerian Kesehatan RI, Twitter @KemenkesRI, Instagram @kemenkes_ri, dan YouTube @Kementerian Kesehatan RI. (red)