Jakarta, Komite.id- Data berperan besar dalam sistem Kecerdasan Artifisial (AI), dan memerlukan Data Governance atau tata kelola data untuk mengimplementasikannya. Data bak enerji seperti kata Presiden JKW dan AI, algoritma nya adalah mesinnya. Harapannya agar ekosistem inovasi dapat membawa Indonesia yang mandiri dalam bidang teknologi AI, data governance, dan seluruh aspek industri 4.0.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza dalam webinar DataSecureAI 2021 Sesi Kedua, Day 2 – ABDI eHall bertema “Data, Clouds, Cyber & AI Security Driven Technology & Ecosystems”pada 1 April 2021, menyampaikan perlunya data Governance. Dan, apa hubungannya data dengan AI? Data Governance adalah sebuah dokumen yang harus kita pahami akan membawa kita untuk memberikan kepastian, kebijakan terkait kualitas data, ketersediaan data, pemanfaatan data serta integritas dan keamanan data.
Dijelaskan, Data Governance terdiri dari knowledge, quality, ownership, accesbility dan security dari Data, yang dibangun melalui proses dan teknologi. Dari pengelolaan keempat pilar ini yang akan memberikan kita kemampuan untuk pengelolaan data.
Mengapa data Governance penting untuk AI? Karena saat ini, AI adalah upaya kita untuk membangun sebuah ekosistem yang berbasikan pada kemampuan dari pengolahan data (data driven decision) . Jadi, data driven decision adalah AI yang akan membantu manusia untuk melaksanakan berbagai aktivitasanya termasuk dalam pengambilan keputusan.
Tata kelola data merupakan praktik mengidentifikasi data penting di seluruh organisasi, memastikannya berkualitas tinggi, dan meningkatkan nilainya bagi bisnis Kepemilikan Kebijakan Data Pemerintah. Kebijakan tata kelola data adalah dokumen yang secara formal menguraikan bagaimana organisasi data akan dikelola dan dikontrol.Tata kelola data adalah strategi yang digunakan sedangkan manajemen data adalah praktik yang digunakan untuk melindungi nilai data. Pembuatan strategi tata kelola data menggabungkan dan mendefinisikan praktik manajemen data.
Selain Data Governance, AI Governance juga tidak kalah penting dan menjadi aspek penting pada pembuatan Stranas (Strategi Nasional) AI untuk Indonesia oleh Menristek dan Kepala BPPT. Pentingnya AI Governance dibahas pada artikel Prof Adi Prananto dari Swinburne University, Victoria, Australia di edisi Post DataSecurAi 2021 ini. Adi Prananto mengajak Indonesia agar berhati hati dalam mengembangkan teknologi AI untuk juga memperhatikan aspek etika, tata kelola dan regulasi saat mengembangkan sebuah teknologi dari AI, nuklir sampai manipulasi DNA.
Dikatakan, BPPT melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) mengembangkan aplikasi berbasis teknologi AI untuk diterapkan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan menggunakan teknologi hujan buatan. AI TMC Karhutla dikembangkan dalam kerangka menghasilkan suatu perspektif baru dalam memahami profil parameter hidrometeorologi yang kemudian diolah untuk menghasilkan indikator tingkat ancaman kejadian kebakaran hutan dan lahan ke depan.
Semnetara itu, Strategi nasional (Stranas) kecerdasan artifisial ini merupakan panduan arah kebijakan nasional yang memuat area fokus dan bidang prioritas teknologi kecerdasan artifisial sebagai acuan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan di bidang teknologi kecerdasan artifisial di Indonesia.
Dalam dokumen tersebut terdapat lima bidang prioritas dan empat area fokus pengembangan dan penerapak kecerdaan artifisial untuk mewujudkan visi indonesia emas 2045. Lima bidang prioritas tersebut meliputi kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, dan juga mobilitas / kota pintar. Sementara itu, empat area fokus pengembangan kecerdasan artifisial ialah meliputi riset dan inovasi industri, pengembangan talenta, data dan infrastruktur beserta etik, dan kebijakan
“Kita akan tentukan paling tidak 5 fokus area untuk prioritas. Di antara itu semua harus ada quick win, jadi kita tidak menunggu lama untuk memiliki aplikasi AI yang dibuat sendiri. Penerapan AI di bidang kesehatan. Diharapkan ke depan mendeteksi mutasi virus seperti korona virus. Bahkan bisa melihat potensi mutasi virus beberapa tahun yang akan datang,” jelasnya.