Jakarta, Komite.id- Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menegaskan pemanfaatan energi baru terbarukan akan membuka peluang bagi Indonesia menciptakan ketahanan energi dan kemandirian ekonomi. Untuk itu, Pemerintah mengajak perguruan tinggi untuk melakukan inovasi dan riset pengembangan EBT di masa depan.
“EBT adalah bagian penting dari pengembangan sektor energi di Indonesia karena mampu menciptakan ketahanan dan kemandirian ekonomi kita,” tegas Dadan pada Indonesia – Korea Renewable Energy Investment Forum secara virtual di Jakarta, Selasa (20/4).
Lebih lanjut, Dadan menggambarkan bagaimana EBT bisa menyelamatkan sektor energi di tengah rentannya produksi energi fosil secara global sehingga mendorong Pemerintah untuk melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liqueified Petroleum Gas (LPG).
“Kita (Indonesia) ini menyimpan banyak potensi (EBT). Mulai dari surya, angin, bioenergi, panas bumi, air. Kami sangat terbuka kalau Korea Selatan tertarik berinvestasi di sektor hidro dan surya yang menjadi salah satu prioritas kami mencapai target dalam lima tahun ke depan,” kata Dadan.
Indonesia sendiri akan mematok bauran EBT sebesar 28% di tahun 2030. Angka ini mempertimbangkan juga kontribusi sektor energi dalam menguarangi emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai kesepakatan internasional. Tahun 2020 lalu, sektor energi berhasil menurunkan emisi Co2 sebesar 64,4 juta ton atau 111 persen dari target sebesar 58 juta ton. “Target kami bisa menaikkan angka kontribusi menjadi 314 MTCO2e,” ungkap Dadan.
Guna mendorong hal tersebut, salah satu strategi pemerintah Indonesia adalah menggandeng pemerintah Korea Selatan dengan konsep kemitraan Business to Business (B2B). “Kita sudah melihat progres (kerja sama) ini di (bidang) baterai dan kendaraan listrik. Tentu, kami tak menutup peluang apabila berminat investasi di bidang energi lainnya, seperti batubara, DME, transmisi dan distribusi dan smart grid,” jelas Dadan.
Dadan pun mengungkapkan Indonesia akan bertekad untuk memenuhi tambahan kapasitas pembangit EBT terpasang sebesar 38 Mega Watt (MW) pada tahun 2035. Strategi yang akan ditempuh untuk mengakselerasi tujuan tersebut, diantaranya mengganti energi final primer, mengonversi energi fosil, hingga pemanfaatan non-biofuel.
Strategi lain yang ditempuh oleh Kementerian ESDM adalah menyiapkan regulasi tarif EBT dan pengembangan EBT dari sisi teknologi. “Sudah banyak kerja sama dengan perguruan tinggi yang dilakukan dalam pengembangan teknologi EBT. Saya mengajak universitas-universitas kerja bareng di sektor EBT terutama efisiensi energi. Silahkan saja, kami sangat terbuka,” pungkas Dadan. (red/NA)