Jakarta, Komite.id- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko memaparkan tiga arahan utama pembentukan BRIN pada program ‘Hot Economy’ yang ditayangkan BeritaSatu TV, Selasa (4/5). Menurut Handoko, riset dan inovasi menjadi kunci pertumbuhan ekonomi.
Tiga arahan utama pembentukan BRIN yaitu, pertama, konsolidasi sumber daya (manusia, infrastruktur, dan anggaran iptek) untuk meningkatkan critical mass, kapasitas dan kompetensi riset Indonesia untuk menghasilkan invensi dan inovasi sebagai pondasi utama Indonesia Maju 2045. Kedua, menciptakan ekosistem riset sesuai standar global yang terbuka (inklusif) dan kolaboratif bagi semua pihak (akademisi, industry, komunitas, dan pemerintah). Ketiga, menciptakan pondasi ekonomi berbasis riset dan inovasi yang kuat, serta berkesinambungan dengan memfokuskan pada digital, green, dan blue Economy.
“Saat ini memang urgensi BRIN adalah segera meningkatkan riset dan inovasi, yang merupakan salah satu kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tidak diragukan lagi, bahwa penguasaan riset, teknologi dan penciptaan inovasi anak bangsa yang berkualitas, akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045,” jelas Handoko.
Melalui riset dan inovasi, lanjutnya, BRIN ingin memberikan dampak ekonomi secara langsung kepada masyarakat Indonesia dan dunia, sehingga keberadaan BRIN akan dirasakan manfaatnya dalam jangka panjang.
Kepala BRIN menyakini, Indonesia meyakini dapat mengejar ketertinggalan dari negara maju dalam bidang riset, inovasi, dan teknologi. Hal ini dikarenakan, Indonesia memiliki keunggulan sebagai negara dengan keanekaragaman hayati total (laut dan darat) terbesar kedua di dunia, setelah Brasil. Bahkan Indonesia memiliki ranking satu untuk keanekaragaman hayati daratan. Karena itu, diperlukan riset dan teknologi yang lebih massive, agar Indonesia tetap memacu kecepatannya untuk penciptaan inovasi, sehingga dapat menyusul kemajuan riset dan inovasi dari negara-negara maju lainnya.
Keberadaan BRIN dirasa sangat tepat untuk melibatkan semua pihak dari kalangan akademisi, bisnis, pemerintah, pihak swasta maupun komunitas. Implementasi digital, green, dan blueeconomy akan mendukung inovasi anak bangsa yang lebih ramah lingkungan dan berkesinambungan, guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tidak saja di masa pandemi ini, tapi juga di masa yang akan dating.
Konsolidasi Sumber Daya
Sebelum BRIN dibentuk, sangat dirasakan bahwa sumber daya untuk mendukung riset, teknologi dan inovasi, tersebar di penjuru Indonesia. Dengan research and development budget per GDP 0.25% dan tersebarnya sumber daya manusia, infrastruktur dan anggaran secara acak, maka akan sulit menkonsolidasikan Program Riset Inovasi Nasional (PRIN) untuk mendukung Indonesia Emas di 2045. Pembentukan BRIN saat ini dirasa sangat tepat dari segi timing dan momentum, karena jika tidak pernah di mulai, maka riset dan inovasi Indonesia akan semakin terlambat untuk berpacu landas (take off) menuju negara berbasis inovasi.
“Kami targetkan untuk bisa melakukan konsolidasi secepat-cepatnya untuk mendorong inovasi di semua lini dan mendorong Indonesia bisa bergeser ke ekonomi berbasis inovasi (innovation based economy), melalui konsep digital, green, blueeconomy. Diharapkan keterlibatan masyarakat dan efesiensi sumberdaya secara berkelanjutan, dapat mencapai tujuan tersebut. Jika memiliki ekosistem riset yang kuat dan menghasilkan inovasi yang mampu memberikan peningkatan kompetensi dari beberapa produk inovasi, maka BRIN akan menjadi fundamental ekonomi Indonesia dengan fokus dan berbasis pada sumberdaya lokal,” terang Handoko.
Kepala BRIN pun mendorong peran dan keterlibatan swasta dan juga komunitas, dalam mendanai serta melakukan riset dan inovasi penelitian dan pengembangan, sehingga ekosistem penelitian dan pengembangan di Indonesia semakin terbangun. Handoko berharap BRIN dapat menjadi fasilitator dan enabler yang bertanggung jawab melakukan konsolidasi dengan berbagai penelitian dan pengembangan (litbang).
Jika selama ini pihak swasta menganggap bahwa keikutsertaan dalam riset dan inovasi adalah high risk, sekarang BRIN dapat melakukan sharing sumberdaya (antara lain SDM, Infrastruktur dan fasilitas riset dan inovasi), sehingga inovasi-inovasi anak bangsa yang dihasilkan akan memenuhi kebutuhan masyarakat, dan lebih massive lagi untuk di implementasikan dan digunakan oleh masyarakat Indonesia dan dunia.
“Dari Indonesian Gross Expenditure on Research and Development (GERD) diperkirakan anggaran riset pemerintah pusat baru mencapai 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Karena itu BRIN akan merancang formula dan solusi agar riset tidak lagi tumpang tindih, less bureaucracy, dan diharapkan akhirnya Indonesia akan dapat memiliki anggaran GERD yang lebih baik lagi,” terangnya.
Handoko mengungkapkan, saat ini dari 0.25%, 80% didanai oleh pemerintah dan hanya sekitar 20% yang didanai oleh pihak swasta/komunitas. Di negara-negara maju, angka ini terbalik. Pihak swasta dan komunitas sangat berperan untuk memajukan riset dan inovasinya.
Pembentukan BRIN akan mengarah kepada perbaikan anggaran riset dan inovasi, dan sekaligus juga mendukung terciptanya inovasi atau kebaruaan yang lebih massive. Yang perlu diingat, inovasi tidak hanya dimiliki oleh periset, perekayasa, inovator yang berada di lingkungan BRIN. Inovasi (kebaruan penciptaan dan idea) bisa dimiliki setiap individu, perseorangan, maupun kelompok swasta dan komunitas.
“Nah, dengan bekerja sama di masa depan, semua pihak yang terlibat dapat berkolaborasi dengan lebih baik lagi, dengan memanfaatkan BRIN sebagai enabler untuk perkembangan riset dan inovasi, guna mendongkrak Indonesia (yang saat ini berada dalam kelompok upper middle country) ke dalam kelompok negara maju, sekaligus menyongsong Indonesia Emas di 2045,” jelas Handoko. (red)