Jakarta, Komite,id- Kini dunia menghadapi transformasi atau revolusi AI (Artificial Intelligent), setelah sempat mengalami revolusi IT disusul dengan revolusi atau ledakan Big Data di era DT (Data Technology). Revolusi IT (Information Technology) & Internet yang pada ujungnya menghasilkan ledakan data raksasa, dimana ledakan data menjadi enerji dari revolusi AI. Revolusi AI setelah 2015, dikenal dengan masa AI Spring, dimana teknologi AI berkembang sangat pesat, namun sebelumnya sempat beberapa dekade mengalami hibernasi atau dikenal dengan AI Winter, menunggu matangnya beberapa faktor pemicu, yaitu: Teknologi prosesor IT (Moore’s law); Algorithma dan Data Engineer; serta Big data raksasa sebagai sumber enerji agar bisa berjalan.
AI Factory & Enterprise Core
Inti utama (Main Core) dari sebuah Perusahaan (Entreprise) yang sudah melakukan AI transformasi, mengganti proses manajemen oleh manusia dengan sebuah Pabrik/Mesin AI, pembuat Keputusan yang disebut AI Factory berisi software berbasis algoritma menjalankan jutaan keputusan sebagai sebuah science (ilmu).
Melanjutkan Ilmu Analytics dari era ledakan Big Data sebagai enerji, yang secara sistematis mengubah internal dan external data, structured & unstructured data menjadi insight, prediksi dan pilihan (preferensi/selera) yang kemudian mengendalikan dan otomasi sebuah proses supply chain atau workflow. AI Factory seperti penggunaan mobil bagi klien Gojek atau Grab di Indonesia, sedangkan di luar negeri seperti Didi (Tiongkok), Lyft dan Uber; rating posisi iklan di Search engine nya Google atau Baidu (Tiongkok); penentuan harga dan klien preference di Alibaba Taoba atau Amazon; robot pembersih lantai di Wallmart.
Chat & Voice BOT (Robot) AI
Mesin AI bukan saja dipabrikan seperti Tangan Robot AI, namun Bot AI ini juga menjalankan Chat Bots (Robot) Pelayanan Pelanggan di Perbankan Vira (BCA), Sabrina (BRI), Cinta (BNI), Mita (Mandiri), Amy (HSBC) Veronika (Telkomsel) difasilitasi oleh FBM (FB Messenger), Line dll. Bots dengan Chat Messenger sebentar lagi menjadi Voice Chat lengkap dengan Voice Recoqnition (VoR) (pengenal sumber suara) & Speech Recognition (pemecah & pengerti kata), dimana VoR ini adalah cikal bakal dari Voice KYC (Know Your Customers).
Humanoid Bots Now?
Sophia (Hanson) & Harmony (Realbotix) AI Humanoid or Androids bots alias AI dengan badan manusia, seorang Gadis cantik, namun masih weak AI alias masih hanya bagian Kepala saja. Atlas, humanoid AI robot untuk militer (Boston Dynamics) sudah lebih canggih robot seluruh badan, artinya bisa berjalan dan berlari, namun berpikir tidak secanggih Sophia yang dedicated untuk berinteraksi berbicara.
Profesi yang dapat tergantikan oleh Robot weak AI adalah dokter umum atau lawyer yang dapat memberikan advis kepada pasien pelanggannya, atau profesi dokter yang menganalisas laporan mesin X-Ray (yang dikembangkan oleh Zebra Medical), CT Scan, Breast Scan digantikan dengan algorithm juga QC (Quality Control) di Pabrik IR (Industrial Revolution) IR, yang dikenal dengan Dark Factory. Presiden Jokowi pernah melontarkan mengganti eselon III & IV dengan AI? Mungkin saja komunikasinya salah, interpretasi ABDI adalah bukan digantikan (replaced) dengan AI tapi “Augmented” alias diberdayakan dan ditambah dengan teknologi AI. Memang kemudian ada statemen tambahan dari salah satu staff Jokowi yang mengatakan bahwa pegawai tidak ada yang di PHK kan dan tetap digaji, artinya ya “Augmented” bukan “Replacement”.
Menurut Philia Wibowo, McKinsey & Company, selama satu dekade kedepan (hingga 2030) akan ada 23 juta lapangan kerja yang hilang (PHK) karena otomatisasi atau AI. Jadi Pemerintah harus siap memberikan pelatihan bagi yang terkena PHK agar dapat mencari pekerjaan baru. Namun juga diramalkan akan ada jenis usaha dan bisnis baru yang belum pernah ada dan akan memberikan lowongan pekerjaan 27 juta – 46 juta. Misalnya Facebook dan beberapa perusahaan sosmed & unicorn Indonesia adalah jenis usaha baru yang lahir dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, yang menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru. Strategi ABDI di DataGovAI dengan adanya AI Governance, maka AI menjadi teknologi positive sum game, bukan negatif atau zero sum game.
Strong & Weak AI
AI diklasifikasikan menjadi Strong AI dan Weak AI, seperti jurusan teknis kelistrikan ada yang Arus Kuat & Lemah. Anehnya Mesin AI yang menyebabkan ledakan dan sekaligus mendisrupsi banyak perusahaan digital di dunia, terkadang ada yang tidak terlalu canggih merubah sebuah proses secara dramatis, menyeluruh alias holistik. Mesin AI ini tidak harus secanggih seperti Terminator (humanoid alien) di film science fiction Holywoods menggantikan kemampuan berpikir (reasoning) dan seluruh kemampuan manusia secara total atau disebut Strong AI.
Weak AI adalah ketika sebuah Mesin AI hanya menggantikan satu task atau kegiatan manusia, bukan keseluruhan seperti pada Strong AI.
Contoh dari Weak AI seperti chat bot diatas jadi hanya satu proses “Chat” dari ribuan proses di perbankan yang diganti dengan teknologi AI. Sebetulnya cukup dengan weak AI, sebuah AI Factory bisa sudah menjalankan sebuah proses yang strategis dan kritis, misalnya aplikasi Gojek routing atau Search engine Google atau sebuah lengan robotic di sebuah pabrik IR (Industrial Revolusi) 4.0 misalnya.
AI Warfare (The Fifth Domain): Drone & Strong AI
Perang masa depan digambarkan memanfaatkan drone AI seperti film Hollywood “Angel Has Fallen” dimana drone menyerang Presiden AS yand dikawal oleh ratusan Paspampres. Apakah Perang dengan AI ini Science Fiction? Sebuah pabrik cikal bakal Strong AI seperti Boston Dynamics, menciptakan tentara robot, dimana perang masa depan bukan dengan manusia tapi antar robot. Autonomous artinya full AI, tanpa intervensi manusia apakah aman?
Perang AI dengan Drone sudah menjadi kenyataannya hanya tidak full autonomous, masih dikendalikan manusia dari jauh misalnya: Serangan drone terhadap Kilang minyak Aramco di Saudi yang tentu dilindungi oleh pertahanan udara yang kuat dibelakang pangkalan AS di Saudi, terbukti sukses drone melawan manusia.
Serangan drone AS yang membunuh Jenderal IRAN Qasem Soleimani dan rombongan ketika beriringan keluar dari Baghdad International Airport contoh dari perang masa depan, yang hampir memicu Perang Dunia III, jika kemarahan Iran tidak berhasil diredam oleh PBB, Nato, Tiongkok dan Rusia. Disini ABDI menggelar DataGovAI fokus pada Governance Tata kelola AI dan Big Data agar AI tidak melenceng dan membahayakan umat manusia, seperti perang masa depan yang diramalkan oleh Keynote Ahli Cyberwarfare Mikko Hypponen di Blackhat Asia Pacific.
Keynote Mikko CRO F-Secure Corp dengan judul “The Next Arms Race” mengulas bahayanya AI tanpa governance yang memadai dapat mengarah pada age of AI Singularity, dimana AI menggantikan manusia dan Domain Perang Cyberspace dan AI (TheFifth Domain), ancaman baru setelah Domain darat, laut, udara dan ruang angkasa. DataGovAI 2019 diselenggarakan ABDI pada 6-8 November 2019 mengundang 50 pembicara lebih pembicara dari 14 negara di JCC dan DataGovAI 2020 akan diadakan pada 21-23 Oktober 2020 di JIExpo. Sedangkan DataSecureAI 2020 pada 4 Maret akan lebih fokus pada ahli dan expert domestik serta para regulators, Menteri dan para C Level. Agar mengurangi pakar pembicara yang harus datang dengan pesawat udara dari luar negeri disaat masih merebaknya Corona.
AI FACTORY
Empat komponen esensial/penting dari suksesnya AI Factory: Pertama, tentu Ketersediaan Data sebagai Sumber Daya Enerji dan Data Infrastructure (Pipeline) menghubungkan semi autonomous proses mengumpulkan, cleansing, integrated dan safeguard data secara sustainable dan sistematics autonomous.
Kedua, Algoritma sebagai sebagai mesin dari pabrik AI yang memproses data menghasilkan insight bagai manajemen pengambil keputusan, prediksi tentang aksi dan langkah sebuah bisnis kedepan. Ketiga Machine Learning Platform, belajar, experimenting platform menguji algoritma agar semakin akurat dan dapat dipercaya.
Keempat, Infrastruktur Platform, software yang menghubungkan semua proses supply chain internal dan eksternal.
Contoh Search Engine apakah Google, Bing atau Waze, dimana ketika kita mulai mengetik beberapa huruf di Search Box, mesin algoritma mulai bekerja secara dinamis memprediksi apa yang akan anda ketik selanjutnya berdasarkan insight dan belajar dari ratusan pengguna sebelumnya (user past action). Beberapa saran prediksi diurut dan terdaftar dalam drop down menu (atau disebut auto suggest box) yang membantu pengguna menuju kalimat pencari yang relevan dan ada di sistem. Jadi setiap ketik-an keystroke dan click di proses sebagai data points dan setiap data point meningkatkan kemampuan prediksi untuk pencarian pengguna berikutnya (future user search). AI juga membantu menghasilkan Organik Search Result dari berbagai sumber seperti Susunan Index Web yang di optimalkan berdasarkan sejarah klik dari para pengguna. Semakin banyak dilakukan Search, maka semakin canggih pembelajaran algoritma nya dan semakin sukses prediksi dari sebuah Mesin Pencari AI (Search Engine).
Jadi Skala dan Big Data menjadi sangat penting, karena dalam sebuah produksi maka semakin besar skalanya, maka biaya produksi, faktor fix costnya menjadi semakin murah per unit output dan biaya dan hasil belajarnya juga semakin optimal, sehingga skala, ruang lingkup (scope) dan Learning menjadi sukses faktor dari kinerja operasi sebuah Enterprise atau AI Factory.
Sudah lama sekali kinerja enterprise didukung oleh proses bisnis mengandalkan SDM, Manajemen didukung oleh tradisional IT (Small Data-tradisional DataWarehouse).
Dengan AI driven, skala ini dapat di tingkatkan dengan sangat cepat dibandingkan tradisional IT yang malah mencapai diminishing return. Dan ruang lingkup (scope) bisnis skala dan proses blajar pun menjadi jauh lebih luas, karena lebih mudah menghubungkan dengan sesama proses digital. Disini AI dapat mengalahkan (out performed) tradisional IT, ketika AI berkompetisi dengan IT, dikenal dengan istilah Collision atau Tabrakan, ketika dampak dari learning & network memanfaatkan AI meningkatkan Value Creations. Contohnya bagaimana ketika Alibaba atau Amazon bersaing dan bertabrakan dengan ritel tradisional. Atau Grab dan Uber bersaing dengan taxi tradisional, dimana akan terjadi disrupsi yang merubah total bentuk industri dan model keunggulan bersaingnya.
Memang Bisnis berbasis AI awalnya memakan waktu cukup lama untuk dapat menghasilkan Nilai Ekonomi, karena kadang harus melalui proses iterasi dan learning. Seperti yang sudah dihasilkan oleh tradisional Bisnis selama berpuluh tahun mencapai skala ekonominya. Efek network dari Bisnis berbasis AI baru bisa meningkat cepat, ketika sudah mencapai masa kritis (critical mass) tertentu dan sering algorithma yang baru diciptakan sering mengalami “Cold Start” alias Tidak dapat cepat pada proses awalnya, karena butuh Big Data yang cukup banyak sebagai energi dan proses belajar.
Contoh Fintech Ant Finance memang tumbuh sangat cepat, namun core payment service, Alipay yang dibangun pada tahun 2004 oleh Alibaba memerlukan waktu bertahun tahun untuk mencapai tingkat yang sekarang. Terkadang ini membuat para eksekutif berpikir dua kali memanfaatkan AI dan digital model. Namun ketika model operaisonal digital berbasis AI ini tinggal landas, maka akan menghasilkan kinerja dan output yang sangat superior dibandingkan bisnis tradisional. Tabrakan dan Persaingan antara bisnis tradisional dan berbasis AI ini terjadi di industri software, fintech, telekom, media, health, transportasi, mobil bahkan agribisnis dan pertanian.
Membangun AI Factory dari bisnis Tradisional
Dibutuhkan perombakan arsitektur bisnis model, struktur organisasi, karena sudah bertahun tahun diajarkan oleh tradisional (legacy) bisnis agar fokus dan menjalakan spesialisasi bisnis menyebabkan terjadinya struktur bisnis dalam silo silo yang tersekat sekat. Selama bertahun tahun IT digunakan untuk meningkatkan fungsi khusus, silo data dan code ter frakmentasi (terkotak kotak) dalam masing masing Bisnis Unit (BU), sehingga sulit untuk menghubungkan dengan stakeholder external bisnis network dan ecosystems.
Juga sulit mendapatkan pandangan 360 derajat dari pelanggan jika datanya terpetak petak dalam silo bisnis unut, departemen dan fungsi. Jadi Silo ini adalah musuh dari Peningkatan Bisnis yang berbasis AI. Terkadang dalam sebuah bisnis, harus sengaja dan tega merelakan bisnis unit misalnya seperti Google Ads dan Mybank milik Ant Finance melakukan creative destruction, untuk membangun dan mengintegrasikan bisnis inti memanfaatkan (leverage) unfied data dan code base.
Meletakkan AI di Inti dari Bisnis Enterprise
Proses transformasi Bisnis Core berbasis AI membutuhkan pendekatan holistik top down dan bottom up alias melibatkan semua lini secara intensif dan transparan. Strategi merubah arsitek model operasional sebuah enterprise dengan membangun kembali masing BU (bisnis unit) agar terintegrasi fondasi data, algorithm, software dan analytics nya. Tantangan yang berat dan membutuhkan waktu dan konsentrasi agar konsisten dengan pendekatan top down dan bottom up.
Arsitektur yang Konsisten & Jelas
Pendekatan integrasi data, coding, algoritma tersentralisasi dan harus konsisten, dimana data aset harus dapat digunakan disemua aplikasi, analytics dan algoritma serta meningkatkan perlindungan terhadap data privasi dan keamanan data. Sentralisasi data dan data katalog menjadi wajib dan panduan yang eksplisit dan jelas mengenai pengamanan/tata kelola data (data governance), lokasi penyimpanan data dan hak/kewajiban pengguna, pemilik data dan stakeholders
Kemampuan Dasar Enterprise dan tim yang solid dengan dukungan data scientist dan engineer yang berpengalaman.
Produk yang fleksibel, agile menjadi penting dalam membangun inti model operasi dengan AI. Tim Data Science/Engineer & IT dalam menggelar Aplikasi berbasis AI harus memiliki pengertian yang jelas mengenai studi kasus (use case) an dan kemampuan manajemen membangun produk lebih dari sekedar Tradisional IT sistem.
Multi disipline Governance
Tata kelola aset digital dan data menjadi sangat strategis dan kompleks serta membutuhkan kolaborasi semua bidang. Tantangan privasi data, algoritma yang bias dan prejudice, Cybersecurity semakin menjadi resiko bahkan intervensi dari regulator pemerintah dan legalitas bisnis serta trend dari teknologi. AI membutuhkan pemikiran mendalam tentang tantangan legal, singularity, tenaga kerja dan etika, bahkan bagaimana data tersebut disimpan dan keamanan data tersebut.
Studi Kasus: Transformasi AI dari Microsoft
Proses Transformasi di Perusahaan Microsoft menuju AI Enterprise di Microsoft, dipimpin oleh Kurt DelBene, mantan kepala dari bisnis Microsoft Office. Dibutuhkan waktu riset selama bertahun tahun, namun mendapatkan momentum percepatan dengan adanya reorganisasi IT internal dan aset data yang tersebar diberbagai lini operasi. Kurt sempat meninggalkan Microsoft untuk membantu Pemerintah AS bidang kesehatan Healtcare.gov, namun kembali ke Microsoft pada 2015. Mengapa CEO Microsoft Satya Nadella memilih seseorang dengan latar belakang dan pengalaman memimpin produk IT seperti divisi Ms Office untuk membangun “AI Factory” yang nantinya menjadi fondasi dari model operasional enterprise Microsoft. “Produk kami adalah Prosesnya,” ujar Delbene. 5 (RR)