Jakarta, Komite.id- Target roadmap digital Indonesia yang disusun pada Februari lalu adalah meningkatkan konektivitas untuk menjembatani kesenjangan digital bangsa. Untuk mengakselerasi kemajuan, pemerintah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan teknologi global untuk membantu mengembangkan lanskap digital bangsa. Autodesk dilibatkan karena memiliki keahlian yang kuat dalam teknologi dan kebijakannya di berbagai industri termasuk arsitektur, rekayasa, konstruksi, desain dan manufaktur, serta hiburan.
Dikatakan Juru Bicara dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika untuk Kebijakan Digital dan Sumber Daya Manusia, Dedy Permadi, mempercepat transformasi digital Indonesia sekaligus memastikan era digital yang inklusif, produktif, dan aman adalah upaya kolektif merupakan upaya kolektif yang membutuhkan kolaborasi diantara seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor bisnis, media, akademisi, dan masyarakat.
Pada lapis lain , Dedy menjelaskan, salah satu cara untuk menjamin keamanan siber yang komprehensif adalah dengan menggunakan sistem dan perangkat elektronik yang sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
“Dengan manajemen risiko keamanan siber yang melibatkan perencanaan dan monitoring menyeluruh, berbagai organisasi dapat mengoptimalkan potensi transformasi digital yang mengalami percepatan,” tambah Dedy dalam webinar “Indonesia’s Digital Transformation and Cybersecurity in the Construction Sectors” yang diselenggarakan pada hari Selasa 24 Agustus 2021. Acara ini melibatkan Autodesk, Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kementerian PUPR, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kementerian Kominfo.
Selain Dedy, sebagai pembicara kunci dari pemerintah AS diwakili oleh Pembantu Direktur untuk Keterikatan Stakeholder Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA) Alaina Clark.
Alaina menjelaskan ancaman siber semakin kompleks sehingga butuh kolaborasi dengan mitra internasional sebab serangan siber tidak mengenal batas negara. Dengan dunia makin terdigitalisasi, volume data juga semakin meningkat pesat, hal ini berimbas pada banyak penyusupan peretas dan jutaan situs web terinfeksi serangan malware yang bisa merugikan miliaran dolar.
“Infrastruktur vital seperti air dan tenaga listrik selalu menjadi target oleh berbagai kelompok penjahat siber. Negara-negara seperti Rusia, Korea Utara, China, Iran, dan penjahat siber serta kelompok teroris dapat menyusup dari seluruh dunia. Setiap hari para pelaku ancaman membuat data sebagai senjata untuk menyerang kerahasiaan informasi dan privasi kita. Ini momen yang tepat untuk berkolabroasi seluruh industri dan mitra internasional,” ujar Clark. (red)