“Banyaknya aktivitas daring yang dilakukan tentunya mengundang lebih banyak serangan cyber. Dari Telin, kami telah beradaptasi dengan perubahan ini yang mana dapat mengantisipasi peningkatan traffic dan serangan siber berdasarkan apa yang telah dilakukan dan pengalaman yang kami miliki menghadapi perubahan pada saat pandemi,”
JAKARTA, Komite.id – Berdiri tahun 2007, Telin merupakan anak perusahaan PT. Telkom Indonesia terbuka (Telkom) yang berperan sebagai The International Arm. Telin menawarkan rangkaian layanan mulai dari voice international, data conectivity dan solusi bisnis yang ditujukan untuk kebutuhan pelanggan cousil, enterprise, technology digital company, dan retail diseluruh dunia. Telin juga memiliki kantor operasional di Indonesia, Timor Leste, Singapura, Hong Kong, Australia, Malaysia, Taiwan, Amerika Serikat dan Myanmar. Infrastruktur global Telin, mencakup 207.260 km kabel bawah laut yang menghubungkan Benua Eropa dan Amerika melalui Indonesia dan Asia Tenggara 58 point of presence.
Dalam pemaparannya, Chief Commercial Officer (CCO) Telkom International, Kharisma, MMSI, membahas tentang Metaverse yang kini tengah menjadi teknologi bahan pembicaraan. Facebook melangkah lebih jauh dengan mengganti nama perusahaan Meta dan memastikan masuk ke Metaverse. Metaverse sebuah tren teknologi masa depan, merupakan kombinasi dari berbagai teknologi seperti virtual reality, augmented reality, artficial intelligence yang memungkinkan penggunanya seolah-olah hidup di sebuah dunia digital (digital universe). Raksasa teknologi seperti facebook (meta), microsoft berlomba-lomba membangun metaverse. Tidak sedikit resource yang disiapkan untuk mengembangkan metaverse.
Point pertama, metaverse akan menghasilkan data dengan jumlah yang sangat besar dan tidak terbayangkan sebelumnya. Hal ini akan berdampak kepada infrastruktur yang dibutuhkan, untuk memproses atau mengalirkan data tersebut. Infrastruktur konektivitas dituntut agar memiliki kecepatan yang kilat, realible, dan rendah potensi.
Point kedua, berkaitan dengan keamanan siber (Cybersecurity) privasi dari data pribadi pengguna akan dipertanyakan begitu juga dengan peningkatan ancaman cybercriminal sebagai dampak dari berkembangnya metaverse. Kedua hal tersebut, bukanlah suatu yang baru. Pada tahun 2020 pandemi telah mengakselerasi pertumbuhan traffic internet. Juga terjadi peningkatan aktivitas daring dari mulai pekerjaan, pembelajaran bahkan acara hiburan.
“Banyaknya aktivitas daring yang dilakukan tentunya mengundang lebih banyak serangan cyber. Dari Telin, kami telah beradaptasi dengan perubahan ini yang mana dapat mengantisipasi peningkatan traffic dan serangan siber berdasarkan apa yang telah dilakukan dan pengalaman yang kami miliki menghadapi perubahan pada saat pandemi,” tuturnya saat menjadi pembicara pada acara webSummit DataGovAI 2021, dengan tema “Data Science & AI Governance & Regulation”(30/11).
Chief Commercial Officer (CCO) Telkom International, Kharisma, MMSI, melanjutkan bahwa di masa pandemi, permintaan konektivitas terus meningkat. Terlihat dari kenaikan traffic internet. Berdasarkan data internal yang dimiliki Telkom, traffic skala besar selama pandemi naik 84% sehingga mencapai 14 terrabytes. Hampir dua kali laju pertumbuhan dalam situasi normal yang biasanya terjadi sekitar 43%.
Namun, banyak perusahaan yang belum dapat menghadirkan pengalaman penggunaan user experience yang maksimal terdapat 53% pengguna internet memilih meninggalkan situs karena waktu memuat (latency) yang lama yaitu diatas 3 detik. Latency biasanya meningkatkan proporsional dengan petambahan jarak karena konten membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berjalan dari server. Selain itu, perusahaan harus meningkatkan sisi keamaan dan memperhatikan bagaimana semua data bisa diamankan.
Hal Ini harus dihadapi, karena terjadinya peningkatan serangan cyber. Tercatat, serangan DdoS meningkat 10 kali untuk perusahaan kecil sementara untuk perusahaan yang lebih besar akan meningkat 24 kali. Dimana serangan datang dari seluruh dunia. Tahun 2021, tindakan serangan cyber attack tertinggi meliputi penyalahgunaan autentifikasi yang menyasari working employing penipuan khususnya kontes vaksinasi dan paket bantuan COVID-19 serta serangan ransomeware. Namun tindakan keamanan untuk mengatasi ancaman ini sering menurunkan kinerja, sehingga pengguna mengalami kendala dalam mengakses konten.
DARIMANAKAH SERANGAN TERSEBUT BERASAL ?
Dikatakan oleh Kharisma, MMSI, serangan tersebut ternyata berasal dari berbagai negara. Dimana Amerika Serikat memimpin dari sisi jumlah originaty cyber attack atau serangan cyber. Untuk mengatasi performance challange dapat diatasi dengan latensi yang akan meningkat proporsional dengan pertambahan jarak karena konten membutuhkan waktu lebih lama untuk berjalan antara server hingga ke penggunaan. Sehingga untuk mendapatkan latency lebih rendah konten harus sedekat mungkin dengan pelanggan. Sementara tantangan dari sisi keamanan, serangan yang datang ke Indonesia dari berbagai negara.
Resiko yang dihadapi adalah congestion (penyumbatan) pada jaringan internet yang terkena serangan sehingga pelanggan akan mengalami user experience yang buruk. “Untuk mengantisipasi hal tersebut, kita bisa menggunakan distributed security yang merupakan salah satu cara terbaik, karena serangan akan diblock langsung pada sumbernya tanpa harus menunggu serangan tersebut sampai ke Indonesia. Bandwidth internet akan terproteksi tidak terjadi congestion sehingga user experience yang dirasakan akan jadi lebih baik,” imbuhnya.
Memilih solusi terbaik untuk mengatasi keamanan tersebut, perusahaan badan instansi perlu mempersiapkan layanan dalam menghadapi peningkatan traffic dan juga serangan cyber menyongsong metaverse. Hal yang biasa dilakukan oleh enterprise adalah meningkatkan Bandwidth internet, membeli lebih banyak server dan membeli layanan security yang sifatnya On–premise. Namun hal itu belum tentu dapat menyelesaikan masalah, tidak ada garansi experince yang dirasakan akan membaik. Pada hal ini, biaya CAPEX akan cenderung meningkat kemudian layanan security On-Premise juga akan menurunkan performa dan akan lebih sulit untuk dipelihara atau dioperasikan.
Tiga solusi yang dikombinasikan untuk mengatasi hal ini, pertama cloud dapat di deploy secara instan dan dapat di scale up dengan cepat, dan ini merupakan alternatif solusi ketimbang investasi di server baru, Content Delivery Network (CDN) dengan distribusi server yang dapat membuat konten lebih dekat dengan pelanggan, akan meningkatkan kualitas dan akan sangat baik dalam mendeliver traffic internet yang besar dan dapat menghemat biaya bandwidth internet.
“Ada tiga faktor yang dapat dipertimbangkan pertama solusi tersebut harus sudah terkoneksi langsung dengan banyak Internet Service Provider (ISP) yang besar, kedua solusi tersebut harus memiliki point of presence di banyak kota agar konten dapat lebih dekat dengan pelanggan. Ketiga solusi tersebut tentunya harus dapat diandalkan dan scalable dan mudah untuk dikembangkan, dengan menggunakan kombinasi ini 70%-80% bandwidth internet dapat dihemat, juga memberikan penghematan biaya sebesar 43%,” pungkasnya. (red)