Hari ketiga Websummit yang diselenggarakan oleh Asosiasi Big Data & AI (ABDI) pada hari Kamis (2/12) mengusung tema “Big Data & AI Future Ecosystem”. Websummit kali ini menitik beratkan pembahasannya pada penerapan data untuk melakukan transformasi digital demi terwujudnya Sistem Pemerintahan Berbasis Teknologi (SPBE).
JAKARTA, Komite.id – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, H. Tjahjo Kumolo, S.H., pada pembukaan Websummit, menekankan bahwa pemerintah bertekad ingin mewujudkan SPBE yang menjadikan pemerintahan lebih dinamis, transparan, akuntabel dan efisien. Namun, demi terwujudnya hal tersebut, pemerintah perlu gesit dalam mengelola data dari informasi yang jumlahnya sangat banyak tersebut dengan tepat sehingga kebijakan yang dihasilkan akan lebih cepat dan akurat. Oleh karena itu, penerapan big data dan transformasi digital sangat penting adanya dalam keberlangsungan pemerintahan Indonesia ke depannya.
Digitalisasi sudah dimulai dan akan terus dilakukan secara bertahap. Dijelaskan oleh Wakil Menteri Pedagangan, Dr. Jerry Sambuaga, MIA, saat ini telah dilakukan cashless (digital payment) dalam transaksi jual beli pada bidang perdagangan untuk membantu transformasi digital. Pada bidang pelayanan publik, dijelaskan oleh Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh,S.H., M.H. selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri memaparkan bahwa pada bidang pelayanan, transformasi digital sudah dilakukan, salah satu contohnya dalam penyediaan dokumen (KTP, KK, dkk) yang dapat dicetak mandiri pada anjungan dukcapil yang telah tersedia. Selain itu, integrasi data dengan lembaga negara lainnya juga terus dilakukan untuk mempermudah proses kerja yang berhubungan dengan data penduduk.
Dalam proses mewujudkan transformasi digital Indonesia, kita perlu melihat pengalaman negara lain yang sudah menjalani e-government dan dapat dibilang cukup sukses, contohnya adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Drs. Djauhari Oratmangun, selaku Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok, berbagi pengalaman mengenai kemajuan digital di negara Tiongkok yang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari pola tingkah laku penduduk di Tiongkok yang sudah menerapkan sistem cashless, sehingga transaksi menggunakan uang dalam bentuk fisik sudah jarang ditemukan.
Kemajuan teknologi di Tiongkok juga didukung karena kemampuan cyber security yang cepat dan keamanan yang terjaga, sehingga proses digitalisasi yang dilakukan pemerintah juga didukung oleh penduduknya. Pentingnya cyber security juga ditekankan oleh Prof. Dr. Peng Chan, Ph.D. dari Charisma University, Amerika Serikat. Selain keamanan data perlu diketahui tantangan yang dihadapi Indonesia cukup banyak untuk siap dalam mewujudkan SPBE, yaitu jumlah data yang banyak, kemampuan pengelolaan data, dan kesiapan pemerintah serta penduduknya dalam menghadapi perubahan digital.
Pada sesi panel diskusi bersama dengan moderator Ir. Semuel Samson, M.Si, diawali oleh Direktur BAKTI KOMINFO, Dr. Fadhilah Mathar menegaskan untuk kedepannya, pemerintah akan lebih mengusahakan untuk pemerataan pembangunan in- frastuktur teknologi informasi untuk akses internet, sehingga ekosistem digital Indonesia menjadi lebih baik. Panelis kedua, Dr. Ir. Wendi Usino, M.Sc., M.M, rektor Universitas Budi Luhur menyampaikan bahwa dari kacamata pendidikan masih banyak dipelajari lebih lanjut, sehingga diperlukan intervensi untuk dijadikan big data agar dapat di proses untuk membantu AI.
Panelis ketiga, G. Diana Sanjoto, Direktur Aksata e-KYC, menjelaskan implementasi digital identity di berbagai negara yang sudah mengalami transformasi digital. Dikutip dari Arab Monetary Fund, permasalahan yang dialami oleh negara berkembang saat ini adalah terbatasnya akses identitas yang legal, unik dan digital. Di negara maju, penggunaan digital identity tidak hanya dalam lingkup pemerintahan, namun juga lingkup swasta, seperti bank, rumah sakit, asuransi, dan lainnya Disampaikan juga, hal terpenting dalam penggunaan digital identity ada tiga langkah, yaitu: identity proofing & enrollment, authentication dan identity portable. Hal ini bersinggungan dengan syarat penggunaan digital identity yaitu levels of assurance (LOA), dimana tingkat LOA Indonesia masuk pada kategori rendah, karena proses otentikasi identitas yang perlu dilakukan hanya single factor, jadi siapapun bisa dengan mudah mengakses data seseorang, selama mengetahui NIK atau PIN orang tersebut.
Dibandingkan dengan European Union (EU), otentikasi identitas yang dilakukan berlapis. Hal tersebut mempengaruhi pelayanan pemerintahan pada bidang keuangan, kesehatan dan lainnya untuk menjadi lebih mudah dan cepat, namun tetap terjaga keamanannya. Salah satu contoh negara yang sudah melakukan transfomasi digital dan telah memiliki aplikasi digital identity, Cybernetica, adalah Estonia. Aplikasi tersebut dapat membantu untuk pengurusan pajak hingga melakukan pemilihan umum secara online yang dapat menghemat biaya sekitar 2% dari PDB setiap tahunnya.
Panelis keempat, Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP, dari Satu Data Indonesia, menekankan ada tiga peran penting untuk mewujudkan transformasi digital; yaitu peran dari infrastruktur digital, peran dalam pemanfaatan infrastruktur dan peran ekosistem digital dalam penyediaan talenta digital. Selain itu, pentingnya juga penerapan big data ini untuk meningkatkan respons masyarakat sehingga dapat melibatkan masyarakat lebih dalam untuk transformasi digital ini.
Pada Websummit ini, selain pidato singkat dan sesi panel disku si, diadakan juga acara peluncuran buku From Data Science To AI yang memuat berbagai pemikiran para ahli mengenai data science dan AI dan kaitannya dengan perkembangan digital di Indonesia. Buku ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan wawasan baru mengenai AI sehingga dapat membantu keberlangsungan transformasi digital Indonesia.
Dapat disimpulkan, Websummit yang diadakan pada hari ketiga ini membahas, pentingnya kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap perubahan teknologi yang datang. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pemerintah perlu membangun rasa kepercayaan masyarakat. Hal ini bisa dimulai dengan pengamanan data yang baik, dengan begitu transformasi digital yang diharapkan pemerintah dapat dilaksanakan dengan cepat. Potensi baru dalam bidang AI akan terus muncul, sehingga baik untuk ekspansi bisnis dan tersedianya lapangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan talenta digital.