Perhelatan G20 ini bukan hanya untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin tetapi juga sekaligus mengangkat perekonomian lokal.
JAKARTA, Komite.id – Sebagai forum kerja sama multilateral, G20 melibatkan kelompok-kelompok negara yang membahas permasalahan dunia untuk mengatasi krisis dunia. Mulai dari Mexicano Peso Crisis, Asian Financial Crisis dan lain sebagainya. Apalagi Indonesia terpilih menjadi Presidensi G20. Dipilihnya Indonesia sebagai ketua dalam Digital Economy Working Group (DEWG) G20, kelompok kerja yang dibentuk tahun 2021. Dalam hal ini Indonesia menjadi ketua pertama kali dalam kelompok kerja tersebut.
Berdasarkan G20Pedia, G20 menjadi forum penting bagi dunia karena menggelarkan lebih dari 2/3 penduduk dunia, 75% perdagangan global dan 80% PDB dunia. Karenanya, forum ini bertujuan untuk membahas perekonomian dunia, baik bagi negara berpendapatan menengah, tinggi, maju dan berkembang.
Berkaitan dengan itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ditunjuk menjadi penyelenggara isu digital pada Presidensi G20. Sekretaris Jenderal Kominfo, Mira Tayyiba, dalam acara virtual mengusung tema “Kepemimpinan Indonesia Dalam Isu Digital Di Forum G20”, menjelaskan bahwa perhelatan G20 ini bukan hanya untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin tetapi juga sekaligus mengangkat perekonomian lokal.
G20 pertama kali dibentuk pada tahun 1999 dengan beranggotakan tujuh negara (G7) meliputi Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia dan Jepang. Di mana forum ini membahas dua arah isu yakni Finance Track juga Sherpa Track. Dalam Finance Track arah pembahasan tertuju pada isu keuangan, sementara Sherpa Track pembahasan isu lebih luas selain isu keuangan.
Seperti penjelasan dalam 20Pedia, salah satu peran G20 ialah mengatasi krisis keuangan global di tahun 2008. Hal ini tentunya dapat membantu Indonesia untuk menumbuhkan perekonomian lokal. “Negara juga mendapat manfaat bahwa agenda nasional diperjuangkan dalam forum internasional,” ungkap Mira, pada acara virtual Rabu (27/01).
Dalam memimpin DEWG, Kominfo mengusung tiga tema konkrit, mulai dari konektivitas dan pemulihan pasca pandemi yang membahas agar UKM bisa turut memanfaatkan platform digital, kecakapan digital dan literasi digital di mana negara-negara G20 perlu memiliki standar ukuran yang sama sesuai dengan tema tersebut dan arus data lintas negara.
Sebagai informasi, DEWG merupakan kelompok kerja yang membahas pemanfaatan teknologi digital dengan pertukaran pandangan sekaligus mencari pemahaman bersama berkaitan dengan kebijakan mendorong ekonomi digital.
“Jadi melalui DEWG, kita berharap dapat menghasilkan program-program nyata yang relevan untuk semua. Tidak hanya negara maju, tetapi juga untuk negara berkembang. Hal ini, DEWG dapat kita jadikan sebagai panggung bersama sehingga oleh karenanya harus dikerjakan bersama-sama,” jelas Sekretaris Jenderal Kominfo tersebut.
Membahas tiga isu DEWG, Kominfo melibatkan banyak pihak yakni National Knowledge Partners serta National Strategic Stakeholders. Pada National Knowledge Partners Kominfo bekerja sama dengan Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada juga Centre for Strategic and International Studies. Sementara, pada National Strategic Stakeholders terdiri dari Asosiasi Big Data & AI Indonesia, Masyarakat Telematika Indonesia, Siberkreasi, Asosiasi e-commerce Indonesia, Indonesia Cyber Security Forum dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Pada acara virtual tersebut, Sekjen Kominfo Mira menjelaskan bahwa DEWG merupakan bagian dari Sherpa Track yang menjadi wadah diskusi mengenai isu digital yang mencakup seluruh aspek kehidupan pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan COVID-19. Untuk itu, Kominfo diberi mandat dari Sherpa Track sebagai pengampu DEWG untuk menjadi pemimpin pada isu-isu digital lintas sektor.
Kominfo berkomitmen untuk menggunakan momentum forum ini sebagai kesempatan menguatkan sektor digital secara nasional maupun internasional. “Tugas Kominfo adalah melakukan streamlining pada semua isu digital agar koheren dan kohesif. Misalnya, pada isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dapat dijawab dengan menggunakan pendekatan berbasis aspek-aspek digitalisasi seperti literasi digtal dan online safety,” imbuhnya. (red)