Pertemuan ini menjadi kesempatan para National Strategic Stakeholders, seperti Asosiasi Big Data & AI Indonesia (ABDI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA), Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Siberkreasi dan Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) untuk menyampaikan saran serta pertanyaan terkait tiga isu prioritas DEWG G20.
JAKARTA, Komite.id – Membahas isu digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama National Strategic Stakeholders Digital Economy Working Group (DEWG) G20, mengadakan pertemuan dalam agenda Diskusi Substansi DEWG 20, melalui virtual Zoom Meeting, Jumat (04/02).
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal Kominfo, Mira Tayyiba, selaku Chair DEWG G20 2022 menyampaikan bahwa, untuk mengatasi isu digital saat ini Kominfo membahas tiga isu prioritas, antara lain Konektivitas dan Pemulihan Pasca COVID, Literasi Digital dan Keterampilan Digital dan yang terakhir Arus Data Lintas Batas. Sejalan dengan ketiga isu prioritas tersebut, nyatanya pandemi ini menyebabkan tingginya jumlah penggunaan digital, terutama bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Saat ini, UMKM menjadi yang paling terdampak, di mana sebelum COVID-19 justru terdapat another 8 Juta pengguna yang masuk digital, sehingga kita tahu bahwa digital menjadi solusi bagi UMKM,” ungkap Chair DEWG G20 2022, Mira Tayyiba, melalui virtual Zoom Meeting, (04/02).
Dalam diskusi tersebut, Sekretaris Jenderal Kominfo menjelaskan tentang perlunya pengayaan isu sebagaimana tujuan Kominfo memimpin DEWG untuk mendorong pengembangan sektor digital Indonesia. Tentunya, pertemuan ini menjadi kesempatan para National Strategic Stakeholders, seperti Asosiasi Big Data & AI Indonesia (ABDI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA), Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Siberkreasi dan Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) untuk menyampaikan saran juga pertanyaan terkait mendukung tiga isu prioritas DEWG G20.
Dikatakan oleh Mira, “Terkait penyelenggaraan dan substansi, isu digital tidak hanya ada di DEWG, tetapi juga di T20, U20, B20 dan sebagainya. Kominfo mendapatkan tugas ini dari G20 Sherpa Track untuk menjalankan isu DEWG menjadi lebih konkret,” tuturnya.
Sebagai Ketua Umum MASTEL, Sarwoto Atmosutarno mengungkapkan masukannya pada isu konektivitas dan pemulihan pasca COVID bahwa isu global dan isu konektivitas memiliki keterkaitan. Di mana isu konektivitas akan semakin turun dalam dua tahun mendatang. Menurutnya, dilihat dari sisi dalam negeri terdapat peluang dan tantangan besar pada isu digitalisasi. Salah satunya, pada sektor industri yang masih ada peluang untuk tumbuh, seperti UMKM, adanya New Technology literasi digital.
Sementara, tantangan yang harus dihadapi pada business risk operation yakni orchestrasi dan kolaborasi, investasi, konsolidasi serta keusangan teknologi dan asset bubbles. “Di mana Peran ICT bisa menjadi affordable, G20 bisa jadi kesepakatan tentang digitalisasi di industri yang menyediakan konektivitas masih ada, namun inklusivitas belum ada. Karena ini merupakan peluang kita mencari sinergi bersama,” kata Sarwoto.
Selain MASTEL, APJII turut memberikan sarannya pada isu prioritas pertama, yakni tentang masalah konektivitas di Indonesia yang masih rendah. “Yang saat ini dibutuhkan dalam masalah konektivitas ialah menetapkan teknologi yang paling pas untuk mengatasi konektivitas. Semisal penerapan 5G, dan lainnya apakah itu yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat?,” ucap Ketua APJII, M. Arif Angga.
Dirinya menambahkan, “Jika ada konektivitas namun yang menggunakan kurang literasi, maka hal ini percuma. Sehingga kita perlu mencari tahu apa yang paling dibutuhkan masyarakat saat ini. Supaya ketika sudah tersedia konektivitas, dibarengi dengan pemahaman penggunaannya dan sesuai dengan fungsi penggunaannya,” jelasnya.
Berkaitan dengan isu prioritas kedua Literasi Digital dan Keterampilan Digital, Ketua Umum Siberkreasi, Yosi Mokalu mengakui minimnya digital etnis di masyarakat Indonesia. “Saat ini kita tidak hanya mengandalkan literasi digital dari pengukuran wilayah, tetapi juga dilihat dari umur dan minat masyarakat tentang digital,” imbuhnya.
Untuk menerapkan hal tersebut, nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Namun, di satu sisi pada literasi digital di masyarakat, salah satu contoh yang telah diterapkan Siberkreasi ialah menggunakan gerakan gotong royong yang melibatkan pemerintah dan para stakeholder. Selain itu juga diperlukan target yang spesifik dalam menerapkan literasi digital kepada masyarakat.
“Sebagai contoh, di India, target literasi digital yang dilakukan ialah salah satu anggota keluarga terliterasi, sedangkan di negara kita targetnya hanya di beberapa wilayah. Hal ini patut menjadi perhatian agar lebih spesifik lagi dalam menentukan program literasi digital,” terang Yosi.
Lebih lanjut, dirinya menegaskan, “Setiap literasi itu tidak hanya berhenti di pemaparan, tetapi juga bisa melalui tindakan lainnya,” tegasnya. Sehingga pada intinya, literasi digital menjadi penting dilakukan, namun yang kini menjadi pertanyaan ialah apakah literasi digital yang telah diberikan bisa diterapkan juga oleh orang yang mendapatkan literasi digital tersebut.
Membahas isu prioritas ketiga tentang Arus Data Lintas Batas, Ketua ABDI, Rudi Rusdiah memaparkan masukannya tentang pentingnya menerapkan data proteksi, keamanan data, Data Free Flow with Trust (DFFT) dan Cross Border Data Flow (CBDF). Dalam menerapkan arus data lintas batas, maka diperlukan peningkatan inovasi dan pemanfaatan dari teknologi tanpa regulasi berlebihan.
“ABDI memberikan saran agar seharusnya tata kelola dapat membantu manusia memperoleh manfaat dari teknologi bukan singularity, selain itu juga event ABDI DataGovAi mendatang yang sudah ke 5 kalinya akan berfokus pada teknologi, tata kelola dan masa depan dari Big Data & AI, salah satunya yakni masa depan Cross Border Data Flow & DFFT,” paparnya.
Bersamaan dengan itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja juga memberikan sarannya dalam membahas isu prioritas ketiga, saat ini segala aktivitas telah menggunakan data. “Di mana kita tidak bisa melakukan sesuatu tanpa data, karena segala hal membutuhkan sebuah data agar terus sustainable,” kata Ardi.
Dirinya menyampaikan bahwa di masa pandemi ini yang serba digital ini perlu menjadi perhatian. Sebab, adanya kemajuan teknologi tentu tidak akan terlepas dari ancaman cyber. “Hal unik selama pandemi ini banyak terjadi menyerang sektor UMKM, sehingga hal ini harus jadi perhatian kita untuk mengamankan segala ancaman, hambatan dan kejahatan cyber agar perekonomian Indonesia bisa terus tumbuh,” tutupnya.
Demikian, adanya agenda pertemuan ini menjadi awal terbentuknya sebuah diskusi berbagi saran serta bertukar informasi dalam mengatasi isu digital mendukung forum kelompok kerja Digital Economy Working Group. Sehingga akan terwujudnya Indonesia digital yang maju sesuai dengan Peta Jalan Indonesia Digital 2020-2024.