Sempat Alami Kemerosotan, Harga Bitcoin Kembali Naik

0
1524
Photo by : Pixabay,com

Ketidakpastian merupakan apa yang kita lihat, terutama mengingat volatilitas di pasar crypto untuk mengambil posisi short besar dan kuat terkecuali saat ada keyakinan,”

JAKARTA, Komite.id – Mengawali tahun 2022, aset kripto, bitcoin (BTH) sempat mengalami kemerosotan harga. Namun, memasuki bulan Februari bitcoin naik ke level tertinggi melompat jauh dari posisi terendahnya di Januari. Harga bitcoin naik lebih dari 6% mencapai level tertinggi US$ 40 ribu dalam sebulan.

Pergerakan ini dinilai karena investor institusional baru serta tren ekonomi memperlakukannya seperti aset berisiko. Menurut riset Coin Metrics, selama satu tahun terakhir aset kripto semakin terikat dengan pergerakan harga aset lainnya, seperti saham. Di mana mata uang digital juga mengikuti harga ekuitas lebih tinggi, dengan indeks saham utama yang membukukan kenaikan mingguan tinggi di minggu lalu.

Kepala Wawasan Pasar di Genesis Global Trading, Noelle Acheson mengatakan, saat ini minat pada bitcoin berjangka telah meningkat lagi. Hal ini menunjukkan bahwa para pedagang kembali mengambil pendapat. Namun, tingkat pendanaan bitcoin perpetual futures melayang di sekitar nol menandakan adanya ketidakpastian.

“Ketidakpastian adalah apa yang terutama kita lihat, terutama mengingat volatilitas di pasar crypto untuk mengambil posisi short besar dan kuat terkecuali saat ada keyakinan,” jelas Acheson, melansir CNBC, (08/02).

Kini bitcoin cs mulai kembali pulih di saat beberapa komentar dari para pihak otoritas yang cukup skeptis dengan aset kripto. Melansir Decrypt, Penasihat Keuangan Dana Moneter Internasional (IMF), Tobias Adrian, mengingatkan adanya ‘cryptoization’ atau kriptoisasi merayap, sebagai istilah yang dia gunakan pada aset kripto yang melintas ke arus utama keuangan. Adrian juga menyampaikan bahwa saat ini bitcoin menunjukkan korelasi yang kuat dengan pasar keuangan tradisional.

“Korelasi antara kripto dan pasar saham telah menjadi tren yang kuat. Kripto sekarang sangat terkait erat dengan apa yang terjadi di saham. Kita tidak bisa mengabaikannya begitu saja,” ucap Adrian. Bersamaan dengan itu, JP Morgan juga menegaskan bahwa bitcoin masih fluktuatif untuk diadopsi oleh institusi secara masif.

Tercatat, pada awal tahun 2021, aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum dan mata uang kripto lainnya mengalami kenaikan harga, namun di awal tahun 2022 sebagian besar telah mengalami penurunan. Hal ini berkaitan dengan pasar global dan Bank Central Amerika Serikat, The Fed (Federal Reserve System) menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi.

Tindakan menaikkan suku bunga melalui kebijakan moneter The Fed nyatanya berpengaruh kepada menyusutnya permintaan aset-aset seperti kripto dan saham teknologi. Kondisi ini memberikan dampak negatif hampir pada semua pasar utama serta aset yang berisiko tinggi seperti saham teknologi dan kripto.

Sementara, kekhawatiran investor alami inflasi serta adanya kebijakan The Fed inilah yang menjadi penyebab turunnya saham teknologi dengan diikuti oleh menurunnya aset kripto. Penyebab lainnya yang berdampak kepada pengurangan risiko dari para investor yakni ketidakpastian regulasi beberapa negara terkait perdagangan mata uang kripto.

Kara Murphy, kepala investasi di Kestra Investment Management, melihat bahwa kripto punya cara main sendiri pada kemerosotannya di bulan lalu. “Masuk akal ketika orang mulai mengurangi sedikit, mencari sesuatu yang sedikit lebih solid, mereka akan menjauh dari crypto,” imbuhnya. (red)