Melihat situasi perekonomian dunia pasca pandemi, salah satu tantangan besar yang dihadapi saat ini ialah normalisasi kebijakan di seluruh negara dan kenaikan suku bunga pada negara-negara maju.
JAKARTA, Komite.id – PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk kembali menggelar acara akbar Investment Forum (MIF) 2022. Mandiri mengundang ribuan investor dalam mewujudkan sinergi antar pelaku usaha, pemangku kepentingan dan para investor guna mendapatkan peluang investasi. Gelaran forum investasi terbesar di Indonesia ini merupakan kali ke-11 yang diselenggarakan Bank Mandiri bersama Mandiri Sekuritas dengan dukungan dari Kementerian Investasi.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan, mengatakan MIF 2022 sebagai forum yang strategis dalam memahami kondisi ekonomi sekaligus strategi bisnis Indonesia ke depan saat menghadapi periode pemulihan ekonomi. Mengusung tema “Recapturing The Growth Momentum”, forum ini diharapkan dapat memberikan pandangan tentang berpotensinya bisnis yang serah dengan percepatan perekonomian Indonesia beberapa tahun ke depan.
Melihat situasi perekonomian dunia pasca pandemi, salah satu tantangan besar yang dihadapi saat ini ialah normalisasi kebijakan di seluruh negara dan kenaikan suku bunga pada negara-negara maju. Oleh karenanya, forum MIF menjadi perhelatan untuk membahas strategi-strategi sekaligus kebijakan-kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia.
Dalam acara Macro Day, Direktur Bank Dunia, Mari E. Pangestu, menyampaikan bahwa saat ini, inflasi di ekonomi negara maju akan menurun di akhir tahun 2022, namun pada negara-negara emerging akan mengalami inflasi cukup panjang. “Saya rasa di negara-negara emerging akan lebih lama karena adanya ekpektasi inflasi, sehingga komunikasi yang baik menjadi hal penting dalam mengurangi ekspektasi, hal ini juga masuk dalam kerangka kerja makro ekonomi, dan itulah kuncinya,” ungkap Mari E., pada forum diskusi panel I, tentang “Remapping The Economic and Geopolitical Landscape Post Pandemic:Policy Direction in Major Economies and its Impact on The Global Supply Chain”, melalui virtual Meeting, Rabu (09/02).
Menurut Mira E., saat ini dapat kita lihat adanya divergensi, bahwa negara-negara berkembang telah mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi berlangsung. Namun hanya sekitar 14% dari jumlah negara berkembang yang akan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi pra-pandemi pada tahun 2023. “Pemulihan jalur ganda ini akan berlangsung lebih lama karena adanya ketidakpastian pada virus varian baru, inflasi, harga komoditas dan harga pangan yang semakin meningkat juga disrupsi dari sisi rantai pasok atau supply chain dan kita juga tidak tahu kapan investasi ini bisa mengalihkan pemulihan, karena pemulihan investasi ini menjadi pertanyaan bagi kita semua,” tuturnya.
Perlu diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal keempat tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02 % year on year (yoy). Terlebih, jika dilihat secara kumulatif sepanjang tahun 2021 tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 3,69% (yoy). Berkaitan dengan itu, tim ekonomi Bank Mandiri menaksir adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi di tahun ini mencapai 5,17% yoy. Namun hal ini tetap perlu diperhatikan terhadap segala tantangan di masa mendatang.
Selain itu, pada pembahasan kenaikan suku bunga yang terjadi di negara-negara maju, Direktur Bank Dunia menerangkan tentang bagaimana kita bisa mengelola capital out flow dan bagaimana kita bisa mengelola expectation dengan mengkomunikasikan cara meningkatkan tingkat suku bunga. “Jadi sebagai mantan Menteri Perdagangan, kita harus pastikan bahwa kita tidak mengeluarkan suatu kejutan-kejutan yang bersifat sementara, khususnya pada harga pangan. Kita harus melakukan kalibrasi dengan hati-hati sehingga apa yang terjadi di tahun 2018 tidak terjadi di tahun 2022 ini khususnya pada pembahasan ekspor pangan mengakibatkan lonjakan pada harga pangan,” pungkasnya.
Sebagaimana kita ketahui, kenaikan suku bunga pada beberapa negara maju khususnya Amerika Serikat, memberikan dampak terjadinya permasalahan rantai pasok sekaligus kenaikan pada harga komoditas global. Oleh karenanya, dengan melakukan normalisasi kebijakan ekonomi maka dapat mencegah terjadinya inflasi secara signifikan yang menjadi ancaman saat pasca pandemi.