“Kami percaya bahwa cara terbaik untuk memahami kota dengan menggunakan sistem transportasi umum dan memastikan bahwa setiap orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki akses ke transportasi umum yang aman, intens, terjangkau, dan bebas karbon,”
JAKARTA, Komite.id – Penerapan pembatasan interaksi sosial di masa pandemi COVID-19, nyatanya membuat sejumlah aktivitas masyarakat dilakukan dari rumah. Hal ini menyebabkan terjadi berbagai akselerasi salah satunya peningkatan digitalisasi. Wabah pandemi pun turut memicu adanya perkembangan penggunaan teknologi. Dibalik itu, permasalahan di kawasan perkotaan pun masih terus terjadi. Salah satunya ialah urbanisasi.
Perlu diketahui, urbanisasi merupakan perpindahan dari luar kota atau desa ke kota, hingga menyebabkan populasi masyarakat di perkotaan semakin meningkat. Dalam hal ini, bukan hanya populasi yang akan meningkat tetapi juga munculnya kawasan kumuh, meningkatnya jumlah sampah serta naiknya angka kriminalitas. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu yang perlu diterapkan ialah konsep smart city.
Penggunaan konsep smart city diyakini dapat lebih meningkatkan kualitas hidup serta tempat bagi masyarakat juga ekosistem kota. Di Indonesia, gerakan smart city sudah mulai diterapkan pemerintah. Terdapat enam pilar untuk membangun smart city, diantaranya smart governance, smart society, smart living, smart economy, smart environment, dan smart branding.
Sebagai kota kolaborasi, Jakarta digadang-gadang akan pemimpin dunia dalam hal transportasi. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam sambutannya pada diskusi tentang Transforming Transportation Conference: Climate-Centered Mobility for a Sustainable Recovery di Jakarta, menyampaikan bahwa pemerintah kota bertekad menjadikan Jakarta sebagai pemimpin dunia dalam transportasi umum.
“Kami memiliki visi untuk mengubah Jakarta dari kota yang didominasi oleh lalu lintas padat dan polusi menjadi pemimpin dunia dalam transportasi publik dan berkelanjutan, di mana penduduk dan pengunjung merasa bahwa menggunakan transportasi umum aman, nyaman, dan berkelanjutan,” tutur Anies dalam diskusi, Kamis (17/02).
Menurut Anies Baswedan, kota Jakarta juga telah menciptakan sejumlah perubahan paradigma pembangunan di sektor transportasi, dengan memprioritaskan pejalan kaki dan pengendara sepeda, transportasi umum massal, kendaraan bebas emisi, dan terakhir kendaraan pribadi. Pasalnya, pergeseran paradigma ini berakibat kepada prioritas pengembangan fasilitas transportasi serta peningkatan layanan, terutama pada transportasi massal.
“Jakarta juga telah memulai mobilitas berkelanjutan melalui sistem transportasi terintegrasi dengan mengubah paradigma dari pengembangan berorientasi mobil ke transit oriented development (TOD). Ini juga menciptakan kota yang lebih terintegrasi dengan transportasi massal,” paparnya.
Selanjutnya, dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta, kota Jakarta juga telah menggandakan cakupan transportasi umum dari 42 persen pada 2017 menjadi 82 persen dan menargetkan untuk mengoperasikan 14.000 bus listrik sebagai bagian dari 60 persen pangsa moda transportasi umum pada tahun 2030.
“Kami percaya bahwa cara terbaik untuk memahami kota dengan menggunakan sistem transportasi umum dan memastikan bahwa setiap orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki akses ke transportasi umum yang aman, intens, terjangkau, dan bebas karbon. Selain tempat penghubung, transportasi umum menghubungkan orang. Transportasi umum adalah apa yang menyatukan kita,” tandas Anies Baswedan.
Saat ini, Indonesia juga tengah melanjutkan pembangunan infrastruktur transportasi sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk melaksanakan konsep pembangunan dari Kementerian Perhubungan, yakni Indonesia sentris yang tidak hanya membangun pulau Jawa, Sumatera tetapi seluruh Indonesia, termasuk Papua, Kalimantan juga Sulawesi. Pembangunan ini bertujuan untuk memastikan adanya konektivitas antar wilayah, guna mempersatukan masyarakat Indonesia dari yang terdekat hingga ke daerah yang paling pinggir.
Sejalan dengan itu, penerapan smart city nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Adanya tantangan, yang dapat menghambat implementasi dari pembangunan smart city suatu daerah. Salah satu tantangannya ialah pemerintah daerah yang terjebak rutininas, hal ini pemerintah masih belum atau tidak menyisihkan APBD untuk smart city. Selain itu, terdapat beberapa tanggapan mengenai smart city yang berkaitan dengan proyek TIK, merupakan proyek perubahan budaya kerja membutuhkan anggaran cukup besar. Tak hanya itu, infrastruktur yang belum merata turut menjadi tantangan besar dalam menerapkan smart city.
Meski demkian, pemulihan kota Jakarta terus menjadi prioritas Gubernur DKI Jakarta bersama pemerintah kota, terutama dalam hal penggunaan transportasi umum serta tempat tinggal yang memadai sehingga dapat terhubung dengan akses transportasi umum yang aman, terjangkau, intens dan bebas karbon.