Konflik Rusia-Ukraina, Khawatirkan Dampak Perekonomian Global

0
1584
Photo by : Freepik.com

Hal ini bukan sesuatu yang mudah menyelesaikan konflik tersebut karena kepentingan nasional masing-masing negara yang terlibat dalam sebuah kontradiksi.

JAKARTA, Komite.id – Konflik geopolitik yang terjadi pada Rusia-Ukraina kini menjadi sorotan publik. Terutama menjadi perhatian negara-negara G20, lantaran Rusia merupakan salah satu anggota negara G20 yang mana konflik tersebut dipandang akan memberikan dampak pada perekonomian global. Hal ini disampaikan oleh mantan Duta Besar Indonesia untuk China, Sugeng Rahardjo.

“Perang Ukraina-Rusia akan memberi tekanan terhadap pemulihan perekonomian global dan karena itu, yang perlu dilakukan saat ini adalah menghentikan perang dan menjembatani berbagai masalah politik yang menyebabkan peperangan,” ucap Sugeng Rahardjo, dilansir Antara, Jakarta, Minggu (27/02).

Pasalnya, konflik yang memicu peperangan tersebut berpotensi meluas dan mempengaruhi agenda forum G20 yang sudah ditetapkan, antara lain mendorong pemulihan ekonomi global sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia yang merupakan ketua kelompok negara. Sehingga ini perlu ditangani dan diantisipasi dengan kebijakan yang tepat karena dapat menghambat proses pemulihan perekonomian dunia, khususnya Indonesia.

Menurut pria yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Afrika Selatan, hal ini bukan sesuatu yang mudah menyelesaikan konflik tersebut karena kepentingan nasional masing-masing negara yang terlibat dalam sebuah kontradiksi.

“Apalagi Rusia merasa di atas angin dan perlu diketahui sanksi ekonomi AS dan Eropa memiliki dampak jangka panjang terhadap perekonomian Rusia. Jelas bahwa suasana konflik akan dibawa dalam KTT G20 di Indonesia,” imbuhnya.

Salah satu langkah yang perlu dilakukan Indonesia dengan membangun kerja sama seluruh negara Asia yang menjadi anggota G20 untuk secara solid menjadi mesin pertumbuhan global. “Di sisi lain, salah satu langkah yang dapat dilakukan kelompok Asia adalah menjembatani perbedaan kepentingan AS-NATO dan Rusia di Ukraina agar tidak menjadi fokus pembahasan dalam KTT dan agenda G20, sehingga mengurangi agenda utama mengenai pemulihan perekonomian global,” ungkapnya.

Oleh karenanya, Indonesia perlu melakukan pendekatan ke beberapa negara Asia yang menjadi anggota G20 untuk bergerak bersama-sama tanpa dipengaruhi kepentingan AS-NATO dan Rusia fokus menjadi mesin penggerak perekonomian dunia dengan memanfaatkan Abad Asia.

Sementara itu, dampak lain dikhawatirkan menurut Sugeng ialah masalah pangan, sebab Indonesia merupakan pengimpor gandum dari Ukraina. “Kondisi ini akan menyebabkan Indonesia perlu mencari negara lain untuk memasok gandum yang selama ini dipasok Ukraina. Hal ini juga akan memberi tekanan sendiri bagi pengadaan pangan di Indonesia yang akhir-akhir ini menghadapi kelangkaan minyak goreng dan kedelai,” tuturnya.

Pada dasarnya, kondisi ini juga memberikan dampak pada ketidakstabilan kawasan, selain itu  akan merugikan prospek pemulihan serta stabilitas moneter di Indonesia. Apalagi, hal ini bertepatan dengan tapering off dan kebijakan di negara-negara maju mengenai kenaikan suku bunga.

Sebelum terjadinya konflik geopolitik ini, perekonomian telah mengalami tantangan kenaikan harga. Sehingga, keadaan ini diyakini akan memperparah krisis ekonomi di tingkat global. “Krisis yang terjadi di Ukraina invasi oleh Rusia ini akan memperparah krisis ekonomi di tingkat dunia,” tandas Ekonom sekaligus Direktur Centre of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira.

Sebagai Direktur Centre of Economic and Law Studies (Celios), Bhima menjelaskan bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi dengan negara-negara yang mengalami konflik, terutama Rusia dan AS untuk duduk bersama dalam Forum G20 membahas resolusi pergesekan tersebut. Sehingga, pertumbuhan ekonomi dunia yang terancam turun nyatanya akan memberikan dampak pada perekonomian domestik, terlebih pada kegiatan ekspor dan impor juga akan menyebabkan kenaikan inflasi yang mampu memukul daya beli perekonomian.