“Risiko akan selalu ada di ruang siber, namun sebagaimana dikatakan oleh pakar Keamanan Siber Internasional, Stephane Nappo, dibandingkan cemas terhadap serangan siber adalah lebih penting untuk memastikan ketahanan siber. Kementerian Kominfo optimis bahwa dengan bergerak bersama kita dapat mewujudkan ketahanan siber nasional yang baik,”
Jakarta, Komite.id – Pada dasarnya peningkatan penggunaan dan arus data telah terjadi secara signifikan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh digitalisasi beberapa sektor akibat pandemi COVID-19. Berdasarkan data dari Wold Economic Forum (WEF), mencatat pada tahun 2020 terdapat 44 zetabytes data total data dalam ekosistem digital. Di tahun 2021, United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) memprediksi bahwa trafik data global akan meningkat dari 230 exabytes di tahun 2020 ke 780 exabytes di tahun 2026.
Berdasarkan data We are Social (2022), terdapat 204,7 juta orang atau setara dengan 73,7 % populasi Indonesia yang sudah terkoneksi dengan internet. Chair Digital Economy Working Group (DEWG) G20, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Mira Tayyiba, ST.,MSEE., menyatakan bahwa, “Dengan meningkatnya Intensitas penggunaan dan arus data, data menjadi aset vital dalam perekonomian dunia dengan nilai pemanfaat yang diprediksi akan mencapai 13 triliun USD pada tahun 2030. Di sisi lain, derasnya arus data juga meningkatkan kerentanan data terhadap ancaman online,” kata Chair DEWG G20 Mira, saat menjadi keynote speaker dalam Websummit DataSecurAI 2022, Selasa (29/03/22).
Di tahun 2020, tercatat ada 37 miliar insiden ancaman data dan kerugian global akibat kejahatan siber diprediksi mencapai 6 triliun USD di tahun 2021. Insiden ini menggarisbawahi urgensi untuk memperkuat keamanan siber serta perlindungan data pribadi di Indonesia. Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kominfo, bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam Global Cyber Security Indeks yang dirilis oleh International Telecommunication Union dengan nilai 94,88 setelah Singapura dan Malaysia.
Walau begitu, lanjut Mira Tayyiba, perlindungan data pribadi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Sehingga saat ini pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menjawab tantangan tersebut guna memenuhi kebutuhan perlindungan data dan keamanan siber. Pemerintah terus melakukan pembangunan infrastruktur data yang memadai. Kementerian Kominfo juga berperan aktif dalam pengesahan beberapa landasan hukum terkait, diantaranya Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 yang merupakan revisi dari UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Kominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektornik.
Selain itu, Mira Tayyiba juga menjelaskan bahwa Kementerian Kominfo turut membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sementara, sebagai perwujudan dari upaya menciptakan suatu Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Indonesia menargetkan membangun Pusat Data Nasional di beberapa lokasi hingga tahun 2025, sebagai infrastruktur pendukung konsolidasi data nasional di seluruh Indonesia. “Konsolidasi tersebut akan mengukukuhkan Satu Data Indonesia sebagai program standardisasi dan tata kelola data pemerintah,” jelas Chair DEWG G20.
Sesuai dengan program Satu Data Indonesia (SDI), Kementerian Kominfo memberikan dukungan melalui pembangunan Pusat Data Nasional, penyediaan Sistem Interoperabilitas berbasis cloud, penyediaan Sistem Jaringan akses internet maupun intranet, serta harmonisasi aplikasi umum. Tak hanya itu, di tingkat kawasan, Pemerintah Indonesia aktif berpartisipasi dalam menjalin kerja sama maupun inisiatif untuk keamanan siber.
Dalam pemaparannya, Chair DEWG G20 Mira menyatakan bahwa Kementerian Kominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengawal ASEAN Cybersecurity Coordinating Committee (ASEAN Cyber CC). Pada November 2021, pertemuan ASEAN Cyber CC telah menghasilkan pandangan bersama di antara negara-negara ASEAN untuk meningkatkan peringkat dalam global Cybersecurity Indeks International Telecommunication Union yaitu dengan meningkatkan ketahanan hukum dan peraturan siber, mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam implementasi strategi nasional melalui pembentukan Badan Koordinasi Keamanan Siber Nasional, memperluas dan bekerja sama dengan pemangku kepentingan domestik dan mitra internasional dalam program peningkatan kapasitas keamanan siber.
Selanjutnya, Mira Tayyiba mengungkapkan bahwa Indonesia mendukung agenda-agenda transformasi digital, perlindungan data dan keamanan siber yang telah disusun bersama negara-negara ASEAN. “Dengan begitu, pembahasan strategi keamanan siber akan menjadi lebih komprehensif dan kaya dengan memperluas cakupan diskusi salah satunya ke tingkat internasional melalui forum G20,” tuturnya.
Dalam Presidensi Indonesia G20 tahun ini, Kementerian Kominfo berperan sebagai Leading Sector untuk isu prioritas Transformasi Berbasis Digital sekaligus menjadi pengampu Digital Economy Working Group (DEWG). Melalui DEWG G20, Kementerian Kominfo akan memimpin diskusi terkait tiga isu prioritas di mana isu keamanan siber dan perlindungan data saling berkaitan dengan ketiga isu tersebut. Di antaranya Konektivitas dan Pemulihan Pascapandemi COVID-19, Kecakapan Digital dan Literasi Digital, serta Arus Data Lintas Batas Negara atau Data Free Flow with Trust & Cross Border Data Flow. Chair DEWG G20 Mira menjelaskan bahwa Kementerian Kominfo akan memfasilitasi pembahasan isu tersebut dengan berlandaskan empat prinsip, yaitu Lawfulness, Transparency, Fairness dan Reciprocity.
Keempat prinsip tersebut dapat menjadi titik awal untuk mengidentifikasi kesamaan praktik arus data lintas batas di antara negara-negara G20. Terkait hal tersebut, Kementerian Kominfo mengapresiasi besar kepada Asosiasi Big Data & AI (ABDI) sebagai salah satu National Strategic Stakeholder DEWG.