“Karena itulah, resiliensi ekonomi digital harus dijaga dengan faktor keamanan dan perlindungan data,”
Jakarta, Komite.id – Transformasi digital merupakan kunci dalam percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing ekonomi nasional. Di dalam pandemi COVID-19 adopsi teknologi digital telah berkembang pesat dan ikut menyebabkan perubahan perilaku masyarakat yang ditanggapi dengan penyesuaian model bisnis oleh para pelaku usaha.
Peningkatan teknologi digital telah mendorong ekonomi digital tampil sebagai engine baru dari perekonomian. Pada tahun 2021, ekonomi digital Indonesia memiliki nilai sebesar USD 70 miliar dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Nilai tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga di tahun 2030 mencapai USD 330 miliar.
Salah satu subsektor yang memiliki kontribusi terbesar dari ekonomi digital Indonesia adalah transaksi e–commerce. Menurut Coordinating Minister for Economic Affairs of Indonesia, Dr. (HC) Ir. Airlangga Hartarto, MBA., MMT., di tahun 2021 lalu, nilai dari transaksi e-commerce Indonesia mencapai USD 53 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat hingga USD 104 miliar di tahun 2025 dengan CAGR mencapai 18%. Selain itu, subsektor ekonomi digital lainnya, seperti transportasi, ride hailing, media online dan lainnya juga terus mengalami pertumbuhan yang begitu baik.
“Perkembangan digital yang pesat, nyatanya juga diikuti dengan risiko cybercrime, kebocoran data atau kegagalan dalam melindungi data. Persoalan ini pun telah menjadi prioritas di banyak negara, apalagi data-data tersebut dapat menjadi data yang berkembang, penting dan berharga. Karena itulah, resiliensi ekonomi digital harus dijaga dengan faktor keamanan dan perlindungan data,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga, dalam sambutannya pada kegiatan DataSecurAI 2022 websummit, Hari pertama dengan mengusung tema ‘Supporting 2022 Indonesian Presidency G20’ Selasa, (29/03/22).
Berdasarkan data dari Cybersecurity Venture memperkirakan bahwa kerugian global per tahun akibat cybercrime akan meningkat 15% dan dapat mencapai sekitar USD 10,5 triliun di tahun 2025. Berkaitan dengan hal tersebut, Menko Airlangga mengungkapkan bahwa masalah keamanan data dan perlindungan data pribadi merupakan tanggung jawab kita bersama. Di mana sampai saat ini terdapat sejumlah regulasi yang telah dimiliki negara Merah Putih ini yaitu, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, Undang-Undang No.19 Tahun 2016, PP 71 Tahun 2019 terkait dengan penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik serta PP 80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik.
Dalam sambutannya, Menko Airlangga menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendukung ketahanan siber pelindungan data sebagai berikut :
- Memastikan terjaminnya akses informasi & terlindunginya data pribadi setiap individu dalam ekosistem digital;
- Memperkuat koordinasi guna memastikan keamanan siber dan pelindungan data pada sektor-sektor prioritas seperti Pemerintahan, Kesehatan, Keuangan, Perbankan, Pendidikan dan Energi;
- Penyempurnaan mekanisme keamanan siber dan pelindungan data melalui penguatan literasi digital masyarakat serta pengembangan kapasitas talenta digital;
- Meningkatkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan baik domestik maupun global untuk mendorong terciptanya berbagai inovasi dan solusi digital yang bermanfaat;
- Memberi masukan dalam penyusunan kebijakan keamanan siber yang adaptif; serta
- Mendorong upaya pemerintah bersama stakeholder terkait untuk pengembangan ekonomi digital nasional.
Dijelaskan oleh Menko Perekonomian, saat ini Pemerintah bersama DPR RI sedang membahas RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi data pribadi masyarakat dari praktik-praktik penyalahgunaan. Sebagaimana yang diketahui, terdapat satu dari tiga prioritas presidensi G20 Indonesia 2022 ialah transformasi ekonomi berbasis digital. Maka, dalam rangka mendorong akselerasi transformasi digital, forum Digital Economy Working Group (DEWG) telah menetapkan tiga isu prioritas yang mencakup, Connectivity & Post COVID-19 Recovery, Digital Skill & Digital Literacy, serta Cross Border Data Flow & Data Free Flow with Trust.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Perekonomian Airlangga mengatakan persoalan keamanan siber dan perlindungan data terkait dengan pembahasan isu CBDF & DFFT merupakan hal penting dalam perkembangan ekonomi digital global. Sehingga, dengan melakukan penerapan 4 prinsip dasar Cross Border Data Flow & Data Free Flow with Trust di antaranya yaitu Lawfulness, Fairness, Transparency & Reciprocity with Trust dan Interoperability dapat digunakan sebagai pedoman penguatan data governance.
“Kita berharap, pembahasan yang dilakukan oleh DEWG khususnya untuk isu CBDF & DFFT dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi pengamanan siber dan perlindungan data di Tanah Air,” imbuh Menko Perekonomian.