Inilah Peran BSSN Hadapi Masalah Keamanan Siber

0
2052
Potret Director of Cyber Security Operations of the National Cyber & Crypto Agency (BSSN) Brigadir Jenderal TNI Ferdinand Mahulette, dalam event Websummit DataSecurAI 2022, Kamis (31/03/22).

Di mana penyelesaian masalah siber itu tidak bisa dilaksanakan oleh BSSN sendiri, untuk itu BSSN sangat membutuhkan kolaborasi, kerja sama dan dukungan dari semua komponen masyarakat,”

Jakarta, Komite.id – Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi dasar terjadinya kegiatan siber, hal ini dinilai begitu penting untuk diperhatikan pemerintah dan sejumlah instansi ataupun lembaga untuk dapat menyesuaikan kemampuan agar setara dengan perkembangan transformasi digital. Di mana, percepatan teknologi ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya kejatahan siber.

Terlebih, situasi pandemi COVID-19 yang membuat masyarakat harus beraktivitas dalam dunia siber. Sehingga, kondisi ini menuntut para pelaku industri untuk bertahan melakukan transformasi digital. Namun, perlu diwaspadai keadaan ini juga menjadi kesempatan bagi para pelaku kejahatan untuk memberikan ancaman-ancaman siber. Sehingga, kondisi inilah yang perlu diperhatikan, bukan hanya pemerintah, instansi ataupun lembaga dan pemangku kepentingan, tetapi juga masyarakat untuk mencegah terjadinya kejahatan siber.

Selain itu, terjadinya perkembangan digital menyebabkan meningkatnya penggunaan mata uang digital seperti kripto dan aset lainnya yang membutuhkan regulasi dan pengawasan ketat untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan oleh platform tertentu dengan alasan trading (Binary Option). Director of Cyber Security Operations of the National Cyber & Crypto Agency (BSSN) Brigadir Jenderal TNI Ferdinand Mahulette, menyampaikan bahwa di tahun 2021 terdapat empat tren ancaman siber di Indonesia, antara lain tren teknologi, tren ekonomi, tren budaya dan tren geopolitik.

Pada tren teknologi memberikan peluang ancaman peningkatan insiden siber, DDoS, hilangnya kesadaran situasional, Malware lintas platform, Human operated Ransomware serta Advanced Presistence Threat. Tren ekonomi memungkinkan terjadinya pencurian kredensial (data pribadi) pengguna, infeksi malware, vulnerability pada perangkat, phising.

Selanjutnya, pada tren budaya terjadinya protes sosial yang memengaruhi kebijakan publik, kejahatan transnasional yang terorganisasi dan lain sebagainya. Tren geopolitik yang mana kemampuan siber merupakan elemen keunggulan geopolitik, semisal operasi siber Rusia vs Ukraina.

Menurut Brigjen TNI Ferdinand, terdapat tiga hal yang menjadi konsep pembangunan keamanan siber yakni manusia, proses dan teknologi. “People, Process & Technology adalah tiga unsur yang harus kita update untuk meningkatkan dan menyesuaikan kecepatan perkembangan teknologi di bidang siber. Agar kita dapat menggapai suatu hasil yang baik dalam mengamankan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut,” katanya saat menjadi panellist dalam kegiatan websummit DataSecurAI 2022, dengan tema ‘Cybersecurity To Prevent Future Cyber Warfare’ Kamis, (31/03/22).

Berdasarkan data pantauan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), tercatat lebih dari 1,6 juta anomali trafik pada periode Januari-Desember tahun 2021. Yang mana didominasi sebanyak 63% oleh aktivitas malware, 10% aktivitas Trojan dan 9% upaya pengumpulan informasi target. Tidak hanya sampai di situ, Director of Cyber Security Operations of the National Cyber & Crypto Agency (BSSN) juga menjelaskan bahwa terdapat 5.940 kasus peretasan di Indonesia, angka tertinggi lebih dari 36% meretas situs pendidikan tinggi, 25% situs swasta dan lebih dari 18% situs pemerintah daerah.

Dalam hal ini, sektor yang menjadi sumber anomali trafik malware tertinggi berasal dari pengguna rumah. Di mana trafik ini menyebabkan pengguna internet di Indonesia memiliki potensi risiko besar menjadi korban kejahatan siber saat beraktivitas di dunia maya. Pada kasus selanjutnya, yaitu web defacement yang memiliki sejumlah potensi risiko di antaranya, penyalahgunaan sistem elektronik yang teretas untuk kejahatan siber, pencurian data yang disimpan pada sistem elektronik tersebut, terganggunya operasional layanan pemerintah dan kerugian finansial atau tuntutan hukum apabila terjadi fraud pada kasus peretasan tersebut.

Terkait hal itu, BSSN telah berperan dalam mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan Inter-Parlementary Union (IPU), Parliamentary-20 (P20) G20, yakni memberikan layanan IT Security Assessment pada aplikasi publik, Layanan pengendalian informasi berkaitan dengan isu-isu keamanan siber, layanan pengamanan sinyal, memberikan layanan penerimaan, peninjauan dan tanggapan laporan dari insiden keamanan siber, mepersiapkan infrastruktur pendukung dan fungsi monitoring, memberikan layanan penyediaan jammer pada lokasi-lokasi penyelenggaraan yang krusial, dukungan Cyber Threat Intellegent (CTI) dan Digital Forensic, layanan audit dan keamanan informasi, membantu penyiapan skenario insiden siber dan memandu jalannya table top dan drill test serta melakukan evaluasi dan kontrol terhadap pelaksanaan operasi keamanan siber.

Tidak hanya itu, terdapat juga kerja sama nasional dan multilateral dalam presidensi Indonesia di G20 antara lain monitoring keamanan siber, pengelolaan tanggap insiden siber, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, pengamanan sistem elektronik dan IT Security Assessment. Sehingga disampaikan oleh Brigjen TNI Ferdinand bahwa BSSN berharap adanya kesadaran akan keamanan siber bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, kolaborasi dan kerja sama dengan para pemangku kepentingan dalam rangka keamanan siber dan terwujudnya tata kelola keamanan siber pada setiap sektor.

“Di mana penyelesaian masalah siber itu tidak bisa dilaksanakan oleh BSSN sendiri, untuk itu BSSN sangat membutuhkan kolaborasi, kerja sama dan dukungan dari semua komponen masyarakat,” imbuhnya.