Investor di Thailand dan Indonesia memiliki persentase aset digital terbesar dalam portofolio mereka dibandingkan dengan investor di negara lain.
Jakarta, Komite.id – Perkembangan investasi aset kripto semakin hari terus menunjukkan hal positif. Sebuah riset terbaru mengungkap aset kripto sudah menjadi salah satu portofolio investasi dari banyak investor ritel di Asia, termasuk Indonesia.
Berdasarkan penelitian Accenture menyebutkan setengah atau 52% dari investor asia memiliki aset digital dalam portofolio mereka, baik aset kripto, stablecoin, NFT maupun crypto funds selama kuartal I 2022.
Accenture mengatakan survei dilakukan dengan lebih dari 3.200 klien di seluruh China, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Perusahaan mendefinisikan klien mereka sebagai investor kaya yang mengelola aset dapat diinvestasikan antara US$ 100.000 (Rp 1,4 miliar) hingga US$ 1 juta (Rp 14,5 miliar).
Rata-rata 7% dari portofolio koresponden yang disurvei, menjadikannya aset digital sebagai kelas aset terbesar kelima bagi investor di Asia. Menariknya, investor di Thailand dan Indonesia memiliki persentase aset digital terbesar dalam portofolio mereka dibandingkan dengan investor di negara lain.
Alokasi investasi aset digital di Indonesia masih jauh unggul dibandingkan negara seperti India, Singapura, Jepang dan China. Di Indonesia, aset digital termasuk kripto memiliki porsi 9% dibandingkan dengan alokasi untuk mata uang asing (5%), komoditas (6%), barang koleksi (8%), properti (13%) hingga saham (15%).
Aset Kripto Bisa Jadi Pilihan Tepat Investasi
VP Growth Tokocrypto, Cenmi Mulyanto, melihat hasil survei ini sebagai pembuktian bahwa para investor ritel sudah confidence dengan aset digital, seperti kripto, stablecoin, NFT dan lainnya sebagai portofolio mereka untuk mendapatkan keuntungan.
“Kripto sebagai aset digital kini sudah dilihat sebagai aset yang menjanjikan. Meski, saham masih mendominasi portofolio investasi, lambat laun para investor diyakini akan mulai memperlajari aset kripto. Terjadi perubahan perilaku investor khususnya di kalangan anak muda yang mulai melihat kripto sebagai ruang baru yang menjanjikan,” jelas Cenmi, dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/06).
Menurut Cenmi, faktor yang mendukung berkembangnya perdagangan aset kripto di Indonesia salah satunya adalah penawaran balik hasil tinggi yang tidak kalah dengan instrumen investasi lainnya. Namun, ia kembali mengingatkan investasi di sektor ini high risk, high return. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif juga mendorong investor lokal untuk mencari peluang investasi tambahan.
“Tingkat adopsi kripto yang tinggi dapat, dikaitkan dengan ancaman kenaikan inflasi, yang memaksa investor Indonesia untuk beralih ke kripto sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian. Tidak mengherankan jika orang Indonesia mencari solusi keuangan alternatif untuk mempertahankan nilai tabungan mereka, lewat kripto ini, walaupun mengandung risiko cukup tinggi,” jelasnya.
Selain itu, penetrasi pasar terhadap tingginya penggunaan smartphone, banyaknya penduduk usia produktif yang menggunakan smartphone, serta tumbuhnya perhatian dan ketertarikan milenial terhadap inovasi teknologi. Munculnya, NFT turut meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap investasi aset kripto.
“Pasar yang menjadi target investor aset kripto di Indonesia adalah penduduk usia produktif 23-44 tahun. Rentang usis tersebut sudah memiliki rencana keuangan yang baik hingga pendapatan yang tetap. Mereka juga tertarik dengan teknologi blockchain yang mendukung eksistensi kripto sebagai aset digital yang kini menjadi bagian dari gaya hidup anak muda, seperti NFT,” kata Cenmi.
Peminat aset kripto terus meningkat di Indonesia. Menurut data Bappebti, transaksi tiga bulan pertama (Januari—Maret) pada 2022 yang telah mencapai Rp 130,2 triliun. Selain itu, rata-rata kenaikan pelanggan aset kripto mengalami penambahan sebesar 740.523 pelanggan tiap bulan. Hingga kuartal I 2022, aset kripto di Indonesia tercatat memiliki 12,8 juta investor.
Penting untuk diketahui, populasi investor kripto di Indonesia hanya terdiri dari sekitar 2,7 persen dari total populasi, 272 juta. Maka dari itu, masih sangat besar potensi yang belum dimanfaatkan di Indonesia dalam hal adopsi dan pertumbuhan aset kripto.