Wujudkan Ekonomi Hijau, Menko Airlangga Tekankan Alternatif Mekanisme Pendanaan

0
1172
Potret Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat menjadi keynote speaker dalam kegiatan Websummit DataSecurAI 2022, Selasa (29/03). Dokumen Komite.id

“Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” 

Jakarta, Komite.id – Demi terwujudnya upaya regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan, Indonesia berkomitmen untuk turut serta mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement. Salah satu mekanisme pendanaan yang diterapkan yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik pada Juli 2022. Melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Hal tersebut disampaikan Menko Airlangga dalam webinar “Investasi Berkelanjutan dan Perdagangan Karbon” yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).

“Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” tutur Menko Airlangga, dalam keterangan tertulisny di laman ekon.go.id yang dikutip Rabu, (22/06).

Dalam kesempatan yang sama, Menko Airlangga menegaskan bahwa untuk mewujudkan ekonomi hijau, berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting guna memenuhi financing gap yang cukup besar.

“Ini dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN, misalnya melalui Green Sukuk, tetapi juga dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim. Pemerintah juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency,” imbuh Menko Airlangga.

Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan terkait penerapan ekonomi hijau di Indonesia juga telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, adanya Taksonomi Hijau Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.

Selanjutnya, Menko Airlangga juga mengatakan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal juga didorong untuk segera mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumen, khususnya terkait dengan investasi berkelanjutan. BEI secara khusus disiapkan untuk terlibat dalam transaksi perdagangan karbon untuk membiayai transisi pembangkit tenaga listrik batubara serta mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif,” ujar Menko Airlangga.

Menutup paparannya, Menko Airlangga meyampaikan bahwa pertukaran informasi dan pengalaman, serta peningkatan kapasitas SDM dan teknologi, menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi nilai ekonomi karbon yang lebih baik.

“Efektivitas berbagai kebijakan untuk pencapaian komitmen mengurangi emisi karbon membutuhkan dukungan semua pihak. Terutama juga para cendekia yang sangat ditunggu masukannya untuk memperbaiki kebijakan ataupun menyempurnakan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah,” pungkas Menko Airlangga.